Benang Kusut Rohingya

Rohingya, suku yang terusir dari negara asalnya, Myanmar. Rohingya juga telah menyita atensi sebagian masyarakat dunia, tak terkecuali di Indonesia. Ya, dengan status sesama negara ASEAN sekaligus benang merah berupa populasi muslim, sangat tidak mungkin Indonesia nir-simpati pada mereka. Pemerintah dan masyarakat sipil di Indonesia sudah mengerahkan berbagai bantuan. Uluran logistik, diplomasi politik, hingga doa terus digencarkan walau tidak juga berbuah hasil positif.

Perkara Rohingya memang terlanjur menjadi benang kusut yang sukar diurai. Masyarakat Indonesia tentu sangat sulit memahami dan menemukan analogi kasus Rohingya untuk urusan intern Indonesia. Jika gerakan separatis di Moro ada kasus serupa di Indonesia, jika labilitas politik pun pernah dirasakan Indonesia, jika pemberontakan juga demikian, maka tidak dengan 'pengusiran' suku tertentu agar mereka hengkang dari negerinya. Dengan ratusan suku belum pernah ada sejarahnya ada suku yang 'diusir' dari Indonesia. Insiden dan konflik SARA memang pernah menjadi aib tapi tidak pernah sekalipun ada tindakan pengusiran yang direstui pemerintah bahkan memaksa salah satu suku hengkang dari Indonesia. Maka, tidak heran Indonesia sangat bingung dengan kasus ini.

Dari kasus Rohingya, terbuka pula mata kita bahwa memang para negara adidaya itu 'berat sebelah'. Isu senjata nuklir serta diskriminasi suku Kurdi menjadi pangkal agresi Amerika Serikat ke Irak. Tapi isu pernah tidak pernah terbukti, malah terumbar jelas motif ekonomi dan politik di balik agresi itu. Namun, sangat gersang atensi negara-negara adidaya untuk ikut menjernihkan perkara Rohingya ini. Mungkin mereka tidak menganggap isu ini mengancam dominasi mereka sebagaimana ancaman mayor yang tengah 'direbus' di Semenanjung Korea.

Perkara Rohingya memang diselimuti berbagai isu. Ada ujar-ujar bahwa konflik ekonomi antara suku-suku di Myanmar sebagai penyebabnya. Ada ujar-ujar bahwa provokasi pemuka agama di Myanmar menjadi peletupnya. Ah macam-macam lah propagandanya. Tapi melihat berantakannya kemanusiaan dan masa depan anak-anak di sana, itu lebih dari cukup sebagai alasan untuk berdamai.

No Response to "Benang Kusut Rohingya"