Masjid Beratapkan Meukeutop

Masjid di Aceh didominasi atap berbentuk kubah yang "dipengaruhi" arsitektur Eropa, India, dan Arab. Karena itulah, wajar provinsi ini dijuluki Kawasan Sejuta Kubah.Walau demikian, ada juga sebuah masjid di Banda Aceh yang atapnya berupa Meukeutop, yaitu topi khas Aceh.

Masjid Baitul Musyahadah merupakan nama masjid unik ini. Terletak di salah satu titik Banda Caeh, tepatnya di seberang pasar Suzuya. Dominasi warna kuning dan hijau menambah semarak masjid yang satu ini. Replika meukeutop tidak hanya disajikan pada atap masjid, di latar mimbar serta gapura pun terdapat meukeutop. Sebuah adopsi kekhasan budaha yang memesona dan menambah cantik masjid.

Gelora Pantai Barat Aceh [2]: Geurutee


Untuk menujuobjek wisata ini, perjuangannya sangat yoii banget. Entah berapa perbukitan dan belokan yang harus dilalui, kami tidak sempat menghitungnya. Sebeulnya saya juga tidak banyak tahu objek wisata ini sebelumnya karena memang pantai Geurutee kurang atau bahkan tidak populer. Bahkan di tripadvisor pun belum menayangkan profil objek wisata ini.

Pantai Geurutee menawarkan panorama yang sangat eksotik dengna memadukan akses perjalanan yang sadis, birunya laut lepas serta hijaunya pegunungan. Kawan-kawan bisa menikmatikan di sini. Bagi yang biasa berswafoto, tentu ini adalah objek wisata yang menarik. Tapi ingat bahwa lokasinya agak curam, maka pastikan lokasi duduk/berdiri aman.

Gelora Pantai Barat Aceh [1]: Tepi Laut Lhoknga

EkspediSigli

Khas Pedesaan

Sawah, kebun, dan ramah
Khas pedesaan tentram merenda
Nyaman beralaskan bumi
Naungkan wahana silatirahim

Ada makna menderma kasih
Jalinan sekian tetap terpelihara
Terjaga masa membahu kepribadian

Hingga jarak hanya soal angka
Dan tautan akar terkait rasa
Lestari tak lekang sekujur era:-)

Happy Ied in Aceh

Pawai Lebaran @Aceh

InfografisSedsrhana Sejarah Provinsi

Mengisi waktu luang dengan bermain aplikasi #SimpleMindFree yang kali ini hasilkan ilustrasi sederhana tentang perkembangan provinsi-provinsi di Indonesia. Masih banyak informasi yang luput seperti pergantian nama provinsi, peleburan provinsi-provinsi era RIS, transisi RIS ke RI, hingga beberapa versi kelahiran provinsi.

Monggo jika ada koreksi

Masjid Baiturrahman Kian Memesona [2]

Kali ini potret Masjid Baiturrahman di Banda Aceh dengan mode panorama. Resolusi gambar terbatas sehingga kurang tajam, ya maklum tabletnya emang fokus bukan untuk fotografi.

Ide memotret kali ini sebetulnya diawali ragu-ragu takut warna lampu payungnya pas lagi ganti, nanti jadi beda warna. Tapi setelah dipikir bukannya malah unik ya? Malah menayangkan berbagai warna-warni yang lebih semarak. Ternyata benar juga. Alhamdulillah hasil gambarnya nggak jelek-jelek amat hehee.

Ekspedisi Malam di Pontianak

Jam menorehkan jarum pendek di angka 10. Ya, sekarang suasana sudah larut malam dimana Pontianak bukan kota yang ramai berdenyut layaknya Jakarta ataupun Bandung. Kawan-kawan tim promosi Tanda Tandan Digital sebagian sudah pulang kandang ke kamar hotel, tentu mereka lelah setelah sehari yang menguas tenaga. Entah mengapa saya terlalu riskan untuk membiarkan malam berlalu dengan diam atau tidur, padahal sebetulnya saya juga lelah. Barangkali saya masih terlalu penasaran dengan sebuah objek bernama Masjid Jami' Pontianak yang belum sempat saya singgahi hari ini. Kebetulan kota waktu saya di kota ini sangat terbatas, tidak lebih dari 2 x 24 jam dimana waktu senggangnya hanya bia diperoleh dengan membarternya dengan waktu istiahat. Baiklah, saya memutuskan mencari masjid tersebut saat itu juga hanya bermodal Google Maps di tengah sunyi malam, sendirian, serta modal nekat dan niat nggak berbuat macem-macem.

Benar saja, suasana kota agak gulita dengan tingkat keramaian hanya 1 dari skala 10. Saya perlu menyeberangi jembatan yang berada cukup jauh dari penginapan lantaran lokasi masjid berada di seberang Sungai Kapuas. Permasalahannya, lokasi penginapan, lokasi masjid dan eberadaan jembatan membentuk huruf U. Ya nikmati saja wisata 'dadakan' ini sebagai kesempatan mengamati ekosistem sosial yang 'lebih asli'. Sepanjang jalan hanya ada dua lokasi yang masih ramai, yaitu pasar [tentu saja jam 10 malam sudah terhitung cukup 'pagi' bagi pasar] serta jembatan tersebut. Saya beruntung karena jembatan menyediakan jalur khusus pejalan kaki. Seumur-umum baru kali ini menyeberang sungai dengan fitur jalur khusus pejalan kaki, apakah banyak orang tipe pegembara seperti saya di sini hehee. Beberapa kali saya mejeda langkah saya untuk menikmati panorama kota dari tengah jembatan. Terlihat jelas ada kesenjangan lampu antara sebelah Selatan sungai dengan sebelah Utara.

Sebuah panorama dari tengah jembatan Sungai Kapuas

Panorama lain dari pojok bawah jembatan Sungai Kapuas



Sukses meyeberang, berikutnya saya harus berkelana mencari masjid yang saya pun 'buta' dimana jalan yang patut dilalui. Dengan analisis singkat [bisa dibilang 'ngawang'], saya membidik pesisir sungai sebagai jalur untuk mengakses masjid tersebut. Alasannya hanya pesisir sungai yang menunjukkan kejelasan arah tanpa tersesat ke kanan ataupun ke kiri. Saya berpikir bahwa ekspedisi ini sangat nanggung jika harus mandek. Terlalu sayang jika saya balik kanan begitu saya, ayolah ke sini sangat susah, masa pulang tangan kosong hehee.
Senyap di salah satu rumah 'terapung' warga

Bahkan mushola pun tetap eksis di sini dengan kondisi 'sedikit' lebih baik dari rumah-rumah warganya, tapi tetap saja sederhana

Heningnya malam dipadu angin syahdu terbawa pekat kala itu. Berbagai rumah panggung dibangun di atas pesisir sungai, beberapa diantaranya sebetulnya sudah 'offside' lataran pasaknya tertanam di bawah permukaan air. Saya bukan lulusan teknik sipil dan saya hanyalah pengagum keindahan arsitektur, maka saya tidak bisa memikirkan teknik membangun rumah yang bentuknya demikian. Pun dengan ancaman abrasi ataupun pasangnya air sungai, otak saya tidak mampu menjangkau topik-topik itu. Saya juga tidak mau berpikir pusing proses perizinannya yang boleh jadi 'abu-abu' di mata hukum. Yang pasti, saya takjub dengan eksistensi rumah-rumah ini lantaran tiap rumah memancarkan pendar kesederhanaan.
Inilah masjid yang menjadi destinasi malam itu

Kesederhaan menjadi sesuatu yang berlimpah ruah dan menjejali kepala saya. Dengan berbagai keterbatasan finansial, penduduk di pesisir sungai masih bisa hidup dan melangsungkan roda pencaharian mereka. Mereka mampu menghidupi dan merawat keluarga mereka dalam keterbatasan infrastruktur rumah. Kesederhana menjadi barang lazim yang menghangatkan sanubari saya sebagai pengembara. Benar juga, bahagia tidak identik dengan gelimang mewah. Mereka yang tinggal di pesisir sungai ini bukanlah pihak yang kalah dalam beradu.

#ArfiveKalimantanBarat

Filosofi Kelapa [1]

Kelapa identik dengan Pramuka bukan tanpa alasan. Kelapa merupakan flora yang mampu 'dieksploitasi' manfaatnya dalam knteks positif secara maksimal. Hampir seluruh organnya bisa bernilai manfaat, khususnya secara ekonomi. Batangnya bisa menjadi kayu yang dipakai industri mebel. Daunnya banyak diburu menjelang lebaran sebagai bungkus ketupat yang sebetulnya sudah jadi hal yang biasa bagi penjaja sate padang ataupun ketoprak, plus menjadi aksesori penanda lokasi resepsi pernikahan. Buahnya saat muda sangat segara sebagai es kelapa muda. Agak tua sedikit, buahnya menjadi bahan baku santan sekaligus minyak kelapa. Dua jenis kulit buahnya pun bisa dimanfaatkan. Kulit berupa sabut bisa menjadi sapu sedangkan kulit versi cangkak bisa jadi perangkat dapur. Barangkali akar kelapa yang masih belum saya ketahui manfaatnya. Saya sendiri belum menjumpai tanaman yang segokil kelapa dalam menghasilkan manfaat.

Begitulah filosofi hidup ala kelapa. Bermanfaat semaksimal mungkin, apapun konteks aktivitas yang kita lakukan haruslah menjadi umber manfaat bagi sekitar. Selaku akademisi, kita punya visi untuk mencerdaskan lewat proses pendidikan yang mengedepankan kualitas. Pendidikan dalam wujud emngajar di sesi perkuliahan tidak sekedar mengisi 'check list', kita perlu mempergunakan sesi tersebut sebagai kesempatan untuk menyebarkan manfaat. Bagaimana menyebarkan manfaat seharusnya/ Sulut menjawabnya secara eksak, namun sebagai gambaran proses pengajaran perlu berorientasi pada tiga hal, [1] gaya ajar yang nyaman oleh pengajar, [2] karakteristik peserta ajar, dan [3] kebutuhan prodi dan tren industri. Jika salah satunya tidak diperhatikan maka manfaat yang dihasilkan bisa berkurang. Misalnya saja dengan mengabaikan karakteristik peserta ajar yang ngantuk setelah sholat Jumat bisa menyebabkan sesi 150 menit dilalui tanpa ada ilmu yang bisa dicerna peserta didik. Sebagai praktisi industri TI, kita juga perlu menyadari bahwa kita punya potensi untuk menyebar manfaat lewat pengetahuan kita yang diperoleh dari berbagai pengalaman di akademik maupun praktisi lainnya. Eksplorasi kesempatan itu.

Menyebar manfaat memang tidak selalu berbanding lurus dengan apresiasi materi yang kita peroleh. Tidak masalah, ada kalanya kita perlu meng-infak-an pengetahuan kita tanpa memedulikan umpan balik materi.

Rmadhan yang Ramai Pilihan [2]

Ramadhan menyodorkan tantangan untuk kita. Jika bisa menahan diri dari hal-hal yang (biasanya) boleh (seperti makan dan minum), tentunya kita bisa menahan diri dari hal-hal yg berlebih-lebihan ataupun hal-hal yg diharamkan/dilarang. Saya tidk bisa menahan diri untuj terhenyak atas ungkapan tersebut yang disampaikan saat kulyum shalat Tarawih di mushola Sukamulya tersebut.

Kenyataannya memang begitu. Sebetulnya yang disampaikan di atas hal yang sangat lumrah. Saat adzan Shubuh berkumandang hingga adzan Maghrib dihelat, saat itu pula segala macam hidangan, baik minuman maupun makanan, menjadi haram untuk dimakan. Padahal hidangan tersebut halal dn bersih. Tapi komitmennya dalah menahan diri untuk tidak mengonsumsinya. Dan pada kenyataannya kita sanggup menahan diri tidak makan dan minum (kalau di Indonesia) sekitar 13-14 jam. Padahal makan dan minum adalah kebutuhan primer manusia. Yang KTP Islam tapi tidak puasa tanpa alasan syar'i, tidak saya komentari.

Tapi yang jadi menarik adalah kita kerap kurang mampu mengendalikan diri setlh adzan Maghrib bergulir untuk sesuatu yag awalnya berstatus kebutuhan primer. Sebagai contoh, fenomena "ifthar explosion"alias buka puasa dengan hidangan berlebihan. Saking berlebihannya apa yang ada di meja lebih mirip etalase rumah makan pdang dan warteg, baik dari sisi porsi maupun beragaman kontennya. Apakah salah? Coba evaluasi niat. Evaluasi juga dampak yag terjdi. Apakah niatnya untuk memperbanyal senyum saudara kita yang menjajakan kudapan ifthar? Apakah niatnya menyenangkan kerabat atau saudara? Apakah untik menunjukka keunggulan status ekonomi? Apakah perilaku demikian menimbulkan efek negatif misalnya (meminjam istilahnya si VP) polarisasi finansial di sisi minus lantaran gravitasi pengeluaran membengkak? Apakah di saat kita berhampur ifthar eh di tempat lain masih gersang nasi dan lauk berbukanya? Begitu juga dengan lonjakan pembeli busana menjelang idul fitri yang heboh dengan diskonnya mendorong kita berbelanja busana melebihi rencana dan kebutuhan semula.

Fenomena yang mirip juga terjadi menyangkut perilaku berlebihan pada kebutuhan non-primer. Kita ternyata masih gampang untuk berboros ria terhadap segala kebutuhan yang sifatnya sekunder bahkan tersier. Definisi kebutuhan sekunder dan tersier meliputi di luar sandanag, pangan, dan papan. Dengan gempuran media sosial serta efek filter gawai menyebabkan banyak produk yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan tapi malah dibeli. Sebagai contoh aksesori gawai yang tidak terkait konteks akdemik atau profesi, nongkrong-nonfkrong tidak produktif, hingga perabot yang sebetulnya sudah ada barang serupa.

Kalau menilik rukun puasa serta syarat sahnya puasa,memag perilaku berlebihan tidak membatalkan puasa. Tapi niat kitapuasa 'kan tidak cima "yang penting nggak batal". Harus ada hikmah yang dipetik, salah satu pola hidup sederhana yang efisien, tapi buka pelit garis keras lho ya. Apalagi kita perlu mengingat bahaya perilaku bemegah-megahan yang diulas pada At Takatsur.

Mari kita (terutama saya) introspeksi diri. Jika bisa menahan diri untik yang primer, mengapa tidak bisa menahan diri untuk yang lainnya?

Masjid Baiturrahman Kian Memesona [1]

Segarnya Ikan di Lamkaro

Agak aneh memang disebut sebagai piknik karena destinasi yang dituju adalah pasar ikan. Tapi, kami diajak jalan-jalan layaknya ke objek wisata. Terlalu hiperbola juga dengan hasil belnja yang hanya sekeranjang kecil. Tapi wisata bukan sekedar itu saja kok. Ada keunikan teesendiri mengamati suasana di sini. Ini bukan pertama kalinya saja mampir ke pasar ikan, sempat dulu di Cirebon, Ternate, dan tentunya Tegal. Namun ikan beeukuran sepanjang tubuh saya ya baru kali ini melihatnya sih.

Assalamualaikum Aceh

Nebeng Hadir di Batam

Sekitar jam tiga yang singkat untuk singgah di Batam, sebuah kota yang berlokasi di Provinsi Kepulauan Riau. Ini menjadi destinasi provinsi ke-18 yang pernah saya eksplorasi. Sangat dan terlalu singkat untuk memuaskan kepenasaranan tentang potensi wisata sekaligus ekosistem sosialnya. Kapan-kapan kalau ada rezeki mungkin hehee



#ArfiveKepulauanRiau

Amanah

Dari sisi bahasa, 'amanah' memiliki makna yang sama dengan 'aman' serta berlawan dengan 'khianat'. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan menjaga adalah pangkal dari keamanan diri dalam perjalanan hidup. Amanah ini pun sifatnya luas, termasuk jabatan, utang, hingga hak/kewajiban selaku anggota rumah tangga/keluarga.

Di dalam QS An Nisa 58 dimuat perintah untuk bersikap amanat/amanah, 

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Di dalam surat lainnya, yaitu Al Ahzab ayat 72 dan 73, malah dipaparkan lebih 'menohok' lagi tentang keberanian manusia menerima amanat yang tidak disanggupi oleh beberapa ciptaan Allah

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dua ayat tersebut mendeskripsikan bahaya yang sebenarnya mengintai manusia dalam menjalankan amanat. Karena itu kita patut waspada saat menerima amanat, bukan malah mengumbar kedigdayaan. Jangan menjadi orang zalim ataupun orang bodoh karena keduanya tidak sanggup menjalankan amanah. Seseorang tidak amanah kerap terjadi karena ilmu yang tidak mumpuni serta memang pada dasarnya orang itu berwatak zalim. Kita juga jangan sampai menjadi orang munafik maupun orang musyrik. Orang munafik seakan-akan memikul amanah tapi tidak ikhlas, malah merasa berat lantaran ada iat untuk pamer/riya. Orang musyrik malah tidak menjalankan amanah sama sekali. 

Disarikan dari kultum Tarawih di Masjid Nurullah, Kalibata City pekan lalu

Sunyi untuk yang Lebih Baik

Manusia itu kodrat dan berhakikat zalim dan bodoh, tapi memiliki hasrat untuk hidup lebih baik. Lebih baik dengan menyelami hakikat insan yang ditetapkan-Nya. Lebih baik dengan menghayati kesunyian tempat bernaungnya nurani. Lebih baik falam rongga jiwa yang kosong tpi berisi pengharapan akan esok yang bermakna.

Unpredictable Sprint

Dua tahun lalu momen yang tidak disangka terjadi. Bahkan sepekan sebelum hari H pun sulit mempercayai bahwa jalan masih terbuka. Momen ersebut adalah Sidang KA, yaitu presentasi sekaligus pengujian kelayakan karya ilmiah sebagai syarat menuntaskan pendidikan magister di program MTI Fasilkom UI.

Sulit dipercaya mahasiswa yang biasa saja seperti saya bisa lulus dalam tempo tiga semester. Tapi lebih sulit mempercayai kegilaan dalam melepas pekerjaan untuk memperlancar pengerjaan KA, sekaligus memudahkan urusan ini itu terkait pernikahan. Kegilaan yang menjadi pertaruhan terlalu besar. Alhamdulillah ada secerca harapan sedikit demi sedikit yang saya kais sebagai bongkahan bayu bata menata masterpiece keterbatas waktu. Alhamdulillah momen pernikahan menjadi pelecut yang "dahsyat" untuk menyegerakan kelulusan studi saya.

Dua tahun berlalu, alhamdulillah studi magister menjadi media yang bermakna dalam melanjutkan karier saya,baik di dunia akademik maupun praktisi. Dua tahun berlalu kini saya tengah membidik rencana kembali kuliah yang jenjang yang lebih "tidak ramah". Bismillah

Irama Edisi Dakwah Layar Kaca

Talas Bogor Everywhere

Sebetulnya, saya pun belum melihat dimana sawah yang berisi tanaman talas selaku bahan baku kudapan ini. Tapi eksistensi hasil olahannya sudah sangat populer. Saking populernya, ada anekdot "senyasar apapun di Bogor, pasti ketemunya talas bogor", benarkah? Rasanya tidak juga, tapi anekdot itu cukup merepresentasi kebanggaan masyarakat Bogor akan kidapan khasnya.

Kecuali di atas jam 8 malam, tidak sulit memang mencari penjaja talas bogor. Bahkan dalam jarak kirang 100 meter sebelah Utara terminal pun ada banyak tempat untuk membelinya, mulai dari kios semi-permanen, toko, hingga toko yang lebih besar lagi.

Tampaknya sahur nanti dan mungkin besok sore bakal makin asyik jika sepotong talas bogor jadi kudapan keluarga saya.

Tugu Kujang@Bogor

Terakhir kali melihat wujud kujang sebagai senjata khas tanah Pasundan itu saat upacara di Racana IT Telkom, tapi lupa upcara dalam rangka apa hehee. Itu kujang sebagai senjata. Nah, saya kurang tahu apakah kujang yang ada di pucuk tugu tersebut merupakan aksesori semata ataukah memang kujang senjata yang benar-benar senjata.

Terlepas dari keasliannya, eksistensi tugu ini "sebetulnya" vital, yakni oengingat identitas budaya asli Bogor Raya. Sayang kemacetan kerap menghalangi orang-orang menikmati tugu ini.

a View from Bandung Creative HUB

Beberapa kali, malah sering,lewat depan gedung ini, bahkan sejak awal dibangun. Arsitekturnya unik dan memancing komentar yang cenderung kagum. Sayang, gedung ini masih belum menelurkan produktivitas yang berharga.

Kembali ke Tujuan

Memasuki hari ke-19 Ramadhan, artinya kita memasuki akhir dari 10 hari kedua dan sebentar lagi menyambangi 10 hari ketiga. Secara umum ada tiga jenis status atas target-target kita. Boleh jadi ada target-target yang melebihi rencana, misalnya target khatam 1 kali tapi sudah 2 kali. Ada juga yang masih konsisten dengan target, misalnya 1 hari 1 juz, ya berarti hari ini harus dan cukup juz 19 saja. Namun ada pula yang target tidak tercapai, mungkin target tarawih 100 persen tapi sudah terlewat kali.

Barangkali ada diantara yang sedang berada di status ketiga. Apakah berarti Ramadhan kita gagal?

Jika menilik kriteria yang kuantitatif, misalnya jumlah khatam Al Qur'an, jumlah tarawih, jumlah shodaqoh, dll, harus diakui kita gagal. Mungkin biar kesannya nggak gagal, bisa juga bahasanya dimodifikasi. Misalnya tarawih keberhasilannya hanya 90 persen. Ya itu strategi bahasa dan komunikasi sih.Namun yang ingin digarisbawahi di sini adalah bagaimana kita menyikapi keberhasilan yang tidak 100 persen.

Terlepas dari alasan apapun, sebetulnya hal ini merupakan ujian bagi kita dalam menyikapi "kegagalan". Jangan sampai kita menyerah karena pada hakikatnya Ramadhan tidak sekedar ibadah tertentu saja. Ada esensi yang menjadi "muara". Itulah keberhasilan yang jadi sasaran akhir. Segala ibadah yang kita canangkan sebagaibtarget harian atau bulanan sebetulnya merupakan fasilitas atau media.

Apakah menyerah begitu saja? Apakah masih tetap menjalankan ibadah yang jadi target, walau tidak berhasil 100 persen, paling tidak kita masih bisa meraih 99, 98, atau angka lain yang masih cukup menghibur. Jangan menyerah, tetaplah melanjutkan ibadah kita.

Siapa tahu keberhasilan yang tidak 100 persen menjadi kesempatan kita tetap rendah hati
Siapa tahu ini jadi motivasi untuk lebih baik tahun depan

Sambungan [lagi] Silaturahim

[latepost]

Jumpa kawan lama sesama perantau asal Pantura, yaitu mas Triyoga Adi Perdana.
Sebetulnya awal pertemanan kami unik, yaitu kenalan saat kelompok kami masing-masing menunggu giliran presentasi tugas praktikum Fisika [dalam kondisi fobia fisika pun bisa menghasilkan silaturahim, gimana kalau dmen fisika banget hehee]. Saat ini aku menanyakan singkat, 'mas yang pernah pake kaos PW ya' [FYI PW itu Perkemahan Wirakarya, salah satu agenda Pramuka tingkat Kwarda Jateng, kebetulan beberapa kawan SMA saya ada yang ikut sehingga saya mengidentifikasi si mas Yoga ini sebagai jebolan Pramuka dari daerah Jateng]. Dari situlah saya kemudian 'menyeretnya' ke proyek inisiasi Pramuka di IT Telkom yang kita tahu gimana gulira kelanjutannya. Karena itulah, kebanyakan silaturahim kami banyak bersinggungan dengan Pramuka.

Sempat kami menyusuri hutan tanpa penerangan tapi dilolongi anjing penjaga. Ini terjadi lantaran kami sama-sama dalam kondisi 'menyusul' rombongan Pramuka yang sudah naik gunung terlebih dahulu. Sempat juga "agak nekad" menyusuri Bulukumba, ini juga dalam rangka hajatan nasional Pramuka di perguruan tinggi tahun 2011 lalu.

Kalau tidak salah, terakhir kami bertemu Maret 2014. Sangat lama juga ya, saat itu Fabregas masih Barca, saat itu Liverpool belum juara English Premier League (eh sekarang juga belum sih). Sukses y sahabat yang sekarang menyandang status seorang Bapak berputra 1 anak.


#yangDifotoPosterDiKontrakannya
#karenaSwafotoTerlaluLazim

Just Take it a Little Little Bit

Sulit menyangkal rasa kecewa atas yang bergulir pagi ini. Bitter morning yang sangat tidak menyenangkan. Diawali pesan klien yang sangat tidak bersahabat, mungkin bahasa kekiniannya adalah persekusi. Coba menjelas dengan perlahan namun semakin tampak keruh dalam memperjelas akar masalah. Bahkan dengan mengingatkan bahwa posisi saya yang selaku subordinator yang hanya bisa "jalan" tas instruksi koordinator saya (dalam bahasa lain "ya njenengan hubungi koor saya lah) pun tidak bisa ditangkap dengan jelas. Suasana gerah yang bagi saya subjektif merasa diinterogasi dengan cara intimidatif. Tapi, sudahlah yang seperti ini"bau-baunya" agak bebel kalau saya yang menjelaskan. Akhirnya koor saya yang menangani perkara iri sesuai hierarkinya.

Getir belum selesai karena jaket saya yang tadinya ditenteng di tangan (karena tas penuh) ternyata hilang raib saat turun dari KRL. Ya gimana lagi, saya memang lepas fokus pada tentengan karena meladeni interogasi pagi yang sebetulnya dari arah bicara pun sudah terbaca misinya apa. Apakah keputusan tim untuk undur diri sudah tepat, wallahualam. Tapi saya mendapati tiga ujian dadakan pagi ini: klien yang #ahSudahlah (pake gaya babe cabita), risiko tim yang undur diri,serta jaket hilang.

Kalau lagunya Santana "it's just take a little little bit... a little little pain... " yang perlu dipadu kutipan lagu Sheila on 7 "kau harus bisa bisa berlapang dada... kau harus bisa bisa ambil hikmahnya... "
Kalau kaitannya rezeki, insyaAllah ada Allah Yang Maha Memelihara
Kalau kaitannya kecewa, ini urusan waktu untuk memulihkan emosi
Kalau kaitannya hikmah, yakin bahwa Allah punya skenario yang terbaik
Kalau kaitannya "sliding tackle", wallahualam saya tidak piawai memahami unsur politik eksistensi yang bukan kompetensi saya

Bagi yang Mengimplementasikan SAP

Rumah tangga yang ideal banyak orang sebut sebagai dongeng. Bahkan rumah tangga yang dibangun oleh Khalifah Ali dan Fatimah tidak semua sependapat bahwa inilah kisah sukses rumah tangga yang ideal. Barangkali definisi ideal tiap orang berbeda. Tidak perlu memperdebatkan definisi ideal karena bagi tiap individu punya perspektif yang berbeda. Jika ingin didebatkan, rasaya keburu Lazio meraih scudetto [eh ternyata musim depan beneran aamiiin]. Saya tidak bermaksud memperkarakan definisi ideal. Yang ingin saya ulas adalah fenomena yang kerap dianggap sebagai pengganjal rumah tangga seindah dongeng, yaitu SAP.



SAP ini bukan aplikasi Enterprise Resource Planning yang punya singkatan lain 'Setan Aja Puyeng' [buat yang ash mau komplain nilai tugas lab e-Buss, langsung ke Bu Made ya]. SAP di sini adalah Suami Akhir Pekan.

Hah emang ada ya/ Ini suami atau Tugas Pendahuluan? Kok adanya cuma akhir pekan? Jangan konotasikan negatif SAP dulu ya gaes. Akhir Pekan di sini maksudnya penampakan fisik. Ada beberapa pasangan suami-istri karena satu dan lain hal menyebabkan mereka tidak bisa berjumpa fisik tiap hari. Biasanya hal ini terjadi karena suami dan istri memiliki rutinitas tengah pekan yang 'agak mengharuskan' terpisah lokasi geografis.  Saya belum menemukan jurnal terindeks Scopus yang mengidentifikasi sebab-sebab SAP. Tapi dari hasil observasi dan pengalaman empiris, SAP terjadi karena

  • Suami kerja/kuliah, istri juga kerja/kuliah, masing-masing terikat kewajiban hadir di kantor yang lokasi terpisah. Misalnya si suami dapat proyek di Nairobi sedangkan istri sedang S2 di Madagaskar, tentu bukan hal yang mudah keduanya bisa menjalani rumah tangga yang tidak terpisah fisik. Eh tapi kalau Kenya dan Madagaskar sih kayaknya ketemunya 1-3 bulan sekali hohoo
  • Suami kerja/kuliah, istri ada agenda mengasuh anak, kebetulan si suami terikat wajib hadir di kantor beda kota dengan istri, sementara itu istri tidak dibawa suami ke kota tempat kerja. Misalnya si suami sedang kuliah S3 di Pyongyang Sarajevo dimana membawa anak yang masih bayi serta istri bukan hal yang mudah.
  • Silakan kalau ada kasus if-then lainnya 


Fenomena ini saya observasi terjadi sejak saya memasuki dunia kerja medio 2013 di Jakarta Selatan. Saat itu di kantor memang ada 'fraksi' Bandung yang semuanya ini laki-laki, mulai dari tipe yang baru dilantik jadi suami, suami dengan putra/putri, suami dengan tampang masih lugu, suami dengan tampang bapak-bapak banget. Senin pagi mereka hadir ke kantor dengan wajah 'kosong' lantaran baru saja berpisah dari istri dan/atau anak-anak mereka. Mereka menjalani masa-masa yang berat, apalagi yang tiap hari utak-atik statistik harga bawang. Hingga hari Jumat tiba, hari yang penuh berkah dimana bada Jumatan tas mereka sudah 'parkir' di warkop sebelah dan permain 'tiki-taka' menunggu jam pulang dimana akhirnya disambut suka cita. Mungkin sembari menyetel lagu Dance Company 'Papa Rock n Roll'. Entah ada kaitannya ada tidak, saya juga sempat dan ternyata masih mengalami SAP walau tidak seekstrim harus 5 hari kerja. Tidak harus artinya mungkin kurang mungkin lebih.

Menjalani SAP itu bukan hal yang mudah dan tentu jika bisa memilih ya mending nggak. Seperti SAP yang ERP, SAP yang artinya 'Suami Akhir Pekan' juga susah diimplementasikan. Mengapa tidak mudah

  • Berkurangnya kedekatan 'telinga'. Yang lebih baik adalah suami menjadi orang paling dekat telinganya dengan istri sehingga konektivitas obrolannya lebih lancar, suami pun menjadi orang yang paling didengar istri karena bisa memberi arahan secara langsung, btw kedua contoh ini berlaku juga istri ke suami lho ya. 
  • Berkurangnya kesempatan ayah dengan anak. Tidak semua anak [terutama saat beranjak remaja] bisa memahami mengapa si ayah porsinya sedikit dalam mendidik dirinya. Apalagi jika si anak itu laki-laki, model laki-laki dewasa yang mengajarinya menjadi suami dan ayah jadi setengah-setengah. Dan bagi istri pun, mereka manusia yang punya ambang lelah dalam mengasuh anak yang mana suami diperlukan untuk ikut mengasuh si anak. Jangan sampai sosok ayah hanya jadi tukang tanda tangan di rapor.
  • Memberi celah curiga. Setan punya peluang untuk mengompori si suami atau istri karena komunikasi berkurang. Misalnya si suami jadi berpikir 'pokoknya keuangan beres, nggak boleh ada piutang' atau mungkin si istri 'jangan-jangan suamiku mencari istri PLH[Pelaksana Harian] dengan cara nikah siri'.
  • Ribet di finansial. Kalau kesulitan-kesulitan sebelumnya di atas sangat subjektif dan 'ngawang', yang berikut ini bisa dijelaskan dengan hitung-hitungan. Ada dua atap rumah/kontrakan/kosan yang memerlukan biaya. Ada pula ongkos naik bus/kereta/malah pesawat yang dalam sebulan harus dihitung empat-lima kali. Artinya ada pengeluarkan lebih besar.
  • Istri dituntut mandiri. Dengan suami yang fisiknya akhir pekan, tentu istri dituntut bisa mengatasi masalah tanpa masalah di tengah pekan. Motor mogok, TV keluar asap, gas elpiji habis, semua harus diurus tanpa menunggu akhir pekan walau bisa juga menggunakan strategi minta tolong orang hohoo. 


Lantas apakah SAP bagus diimplementasikan
Sangat tergantung kasusnya dan yang lebih utama apa sih sebetulnya yang menyebabkan SAP itu terjadi.

Kalau yang terjadi adalah si suami/istri sedang kuliah di luar negeri dimaa pasangan dan anak agak susah dibawa, maka SAP bisa jadi pilihan masuk akal. Toh kuliah di luar negeri harusnya tidak berlama-lama macam Rangga meninggalkan Cinta ratusan purnama.

Kalau yang terjadi adalah si suami dan istri masing-masing kerja di kota berbeda, hmmm. Sebaiknya ditentukan rencana SAP-nya mau sampai kapan. Kadang ada satu momen yang sudah disepakati keduanya untuk mengakhiri SAP diantara mereka. Misalnya saat istri hamil. Bisa juga tetap SAP dijalani tapi sembari salah satu merencanakan undur diri dari tempat kerjanya, mungkin lanjut cari kerja di kota pasangannya.

Kalau motif SAP adalah 'finansial yang lebih menjanjikan' [biasanya si suami yang merantau], sebaiknya ditetapkan mau sampai kapan SAP-nya. Misalnya ditargetkan SAP dimana harus ada tabungan untuk beli rumah, sehingga saat rumah dibeli maka selesai sudah masa-masa SAP. Jika motif SAP terkait penghasilan yang lebih menggiurkan tapi tidak ada target maka pasangan ini akan terjebak SAP bahkan ketika armada bus satu berganti satu generasi. Harus ada titik pemberhentian.

Pernikahan itu sebetulnya punya siklus. Awal nikah, agak lama pernikahannya, istri hamil, anak lahir s.d. 1 tahun, anak 1 s.d. 5 tahun, dst. Tidak semua fase cocok dijalani dengan SAP. Saat awal nikah, SAP akan memperlambat si suami dan istri saling mengenal lebih dalam. Saat sudah lama menikah/udah saling kenal tapi istri belum hamil, kondisi ini masih aman untuk SAP. Tapi saat istri hamil usia 30-an minggu maka sebaiknya suami stop dulu SAP-nya atau paling tidak dirinya tetap ber-SAP tapi posisi badan siap langsung pulag ke istri kalau terjadi apa-apa, ya itulah suami siaga. Saat anak sudah bisa mengenal baik sosok ayah, sebaiknya ayah tersebut mempertimbangkan dii untuk menghentikan program SAP-nya.


Saya menulis bukan karena saya sempurna, tidak begitu. Saya menjalani SAP pun dengan banyak hambatan. Tulisan ini sebagai pelecut untuk memperjelas arah hidup karena kita ini SAP untuk mempertahankan hidup, bukan hidup untuk mempertahankan SAP.

Liga Paling Sadis

Tidak ada pekerjaan yang benar-benar 'aman' dari pemecatan atau pemutusan hubungan kerja, termasuk pelatih tim sepak bola. Pelatih, sebut saja singkatnya, memiliki masa bakti yang tidak menentu dalam menukangi sebuah klub/tim. Tidak banyak kasus seperti Alex Ferguson dan Arsene Wenger yang membangun rezim dalam dua digit tahun. Pemecatan pelatih adalah hal yang bisa dianggap lmrah dalam bisnis sepak bola. Bahkan nama besar seperti Carlo Ancelotti, Marceloa Lippi, Jose Mourinho, Louis van Gaal, hingga paling gres Claudio Ranieri pernah merasakan tersungkur karirnya lantaran diberhentikan oleh manajemen Real Madrid, Inter Milan, Chelsea, Manchester United, dan Leicester City. Belakangan pula tahta Wenger di Arsenal nyaris dimakzulkan setelah gagal melanjutkan tradisi 4 besar di Liga Inggris. Tapi, yang patut dicermati adalah pemecatan mereka terjadi tidak berdasarkan hasil pertandingan di kompetisi saat musi belum genap 10 pekan.

Liga Indonesia, dengan tajuk tergresnya 'Liga 1' patut disebut sebagai kompetisi paling sadis bagi pihak pelatih. Bagaimana tidak, sudah beberapa nama tumbang dari kursi kepelatihannya. Timo Scheuman harus lengser setelah rentetan kekalahan yang dialami Persiba ketika kompetisi baru berusia tidak lebih dari jumlah jari satu tangan. Disusul kemudian pelatih Bali United dengan alasan yang hampir mirip. Bahkan yang baru kemarin sore, sosok Djajang Nurjaman pun mengundurkan diri dari Persib walau belum ada hitam di atas putih. Jika Timo memang nir-kemenangan dan Hans hanya membawa Bali United ke papan tengah turnamen ISC musim lalu, maka Djajang adalah kasus aneh mengingat tahun 2014 lalu dia mempersembahkan gelar juara Liga Indonesia kepada Persib setelah puasa nyaris 2 dekade. Sebetulnya sebelum genderang musim ini ditabuh, sudah ada korbang bergelimangan, yaitu Widodo C. Putro yang dianggap kurang meyakinkan oleh Sriwijaya FC pada setahun sebelumnya dan Alfredo Vera yang lisensinya dianggap kurang greget oleh Persipura.

Siapa korban berikutnya, ternyata cukup banyak calon 'mantan pelatih' yang tengah dirundung kegelisahan. Stefano Teco Cugurra di Persija nyaris saja dieliminasi kalau saja tidak terjadi kemenangan di luar dugaan atas Arema. Klub yang disebut terakhir pun si pelatihnya, Aji Santoso, mulai dipertanyakan kelayakannya walau sudah meyumbang trofi turnamen Piala Presiden. Dua raksasa lainnya yang selalu jadi rival, Sriwijaya FC dan Persipura ternyata 'kompak' di ambang pergantian pelatih. Masing-masing mulai menyelasi keputusan mendepak pelatih lama di hulu musim ini. Osvaldo Lessa ternyata menjadi spesialis imbang dan juga kekalahan menyebabkan Sriwijaya FC terperosok di papan bawah. Widodo yang didepak justru kini bersinar dengan aura kebangkitan Bali United. Nasib Persipura mungkin tidak serawan Sriwijaya FC, tapi kursi Listiadi terlanjur 'panas'. Penyebabnya sederhana, dia menggantikan Vera yang sukses menggondol trofi ISC musim lalu. Listiadi dianggap kurang spartan dalam meracik semangat anak asuhnya. Masih ada pula Hanafing selaku juru latih Gresik United yang juga gersang kemenangan.

Apakah dari nama-nama tadi bakal ada yang mengantungi status 'mantan pelatih', ataukah justru pelatih yang saat ini ada di 'zona aman' justru mendadak tersangkut prahara hehee. Sekedar info, sampai dengan pekan 9/10 ini, jarak antara peringkat 1 s.d. 15 masih sangat 'mepet', satu kemenangan oleh sebuah klub bakal mengacaukan konstalasi klub-klub lainnya.


Simplify your Paradigm

Hidup itu sebetulnya sederhana, "menjadi orang baik berbuat baik dengan cara baik untuk tujuan baik, pangkalnya ibadah".  Simpel demikian. Jika ada hal-hal yang kurang berkenan, kembalikan saja makna "ibadah" dimana yang diharapkan adalah ridho Allah, abaikan saja yang jadi penilaian orang lain. Tentu kita teyap perlu meni fkatkan kemampuan kita, tentu masukan tetap kita dengarkan, tapi muaranya bukan mencari muka ataupun pujian orang lain.

Arsitektur Unik di Taman Topi

Khasanah Alam di Museum Etnobotani

Satu "agak siang" di Pinggir Kebun Raya Bogor

Puasa dan Penguatan Kesalehan Sosial

Disarikan dari kultum tarawih oleh  Ibnu hamad

Kesalehan sosial merupakan perwujudan dari tiga bentuk akhlak, yaitu akhlak kepada Allah SWT, kepada manusia, dan kepada alam. Artinya kesalehan sosial merupakan bentuk ibadah vertikal serta horisontal.

Visi kesalehan sosial dalam Islam dijelaskan salah satunya  contohnya (salah satunya saja) dalam Al Maidah 32

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi."

Kaitannya dengan berpuasa, ditegaskan bahwa makna puasa dipengaruhi baik buruknya perilaku seseorang. Hal ini diurikan dalam hadis

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).

Bagi orang yang saleh sosialnya, ada faedah di hari akhir nanti, yaitu dijauhkan daei neraka. Terdapat empat jenis orang dengan ciri berikut yang akan dijauhkan dari api neraka

Hayyin: tenang lahir batin
Layyin: lembut baik tutur kata dan perbuatan
Qorib: ramah n menyenangkan
Siba: mempermudah urusan org lain

Bagi orang yang saleh sosialnya pula, akan ada ganjran sebagaimana dipaparkan pada Al-Baqarah:261
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."

tentang Empat Hal

Ada empat hal yang memengaruhi kualitas ibadah kita. Hal ini dipaparkan oleh Pak Erwin dalam sebuah diskusi ngeriung bareng di Bandung pekan lalu. Empat hal tersebut sebagai beriktu dengan sedikit penambahan oleh saya

  • Waktu, ada waktu yang 'mustajab' dalam berdoa, antara lain sepertiga terakhir malam, menjelang buka puasa. Harus diakui bahwa dua waktu tersebut sangat melenakan. Sepertiga terakhir malam rasanya lebih ramai di depan layar televisi, misalnya saya yang sengaja tidak sengaja nonton Barca tanding hehee. Menjelang buka puasa pun di hari biasa bukan hal yang mudah diwujudkan sebagai momen berdoa yang pas, malah puasanya pun belum tentu. Kini di bulan Ramadhan, kedua waktu tersedia 'menganga' jelas. Sepertiga terakhir malam lazim digunakan untuk sahur, sedangkan menjelang buka puasa secara 'default' kita dalam kondisi puasa, tinggal perkara apa yang diingat saat menjelang buka puasa. 
  • Tempat, ada tempat-tempat yang 'mustajab' untuk berdoa, antara tiga masjid yang spesial, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsa, dan Masjidil Nabawi. Kalau dari sisi tempat, memang geografis Indonesia jauh sehingga relatif sulit kita meraih aspek ini, kecuali yang berkesempatan haji/umroh serta ziarah ke Palestina. 
  • Berapa banyak yang melakukan ibadah. Ada ganjaran yang istimewa saat kita berupaya untuk menjalankan ibadah tatkala orang-orang lain sedang lalai.
  • Niat, faktor internal yang tidak terbantahkan. 100 persen menjadi kesempatan kita yang sangat menentukan kualitas ibadah kita. Sayangnya niat yang mulia kerap terseret ancaman riya. Semoga amalan kita bisa optimal nilai ibadahnya dengan niat yang lurus.


IDkreatif Goes on again



Senang rasanya melihat page FB ini kembali aktif. Setelah hampir 2 tahun vakum, banyak yang perlu dikejar. Perkembangan ekonomi kreatif terlalu melesat dan menjadikan platform Indonesia Kreatif, baik website, media sosial, maupun kegiatan offline-nya perlu bergegas.

Pancasila, Sejalan dengan Islam

Pancasila ...
Terminologi ini dalam dari setahun ini kerap dibicarakan di berbagai media. Dalam konteks positif, yaitu idealisme Bangsa Indonesia yang sudah diwariskan hampir 72 tahun. Untuk ukuran negara semajemuk Indonesia dengan keterbukaan informasi yang relatif 'lebar', harus diakui Pancasila memang menjaga pondasi yang terbukti mampu mengikat 250 juta penduduk Indonesia tetap dalam bingkai NKRI. Dalam konteks negatis, sangat disayangkan bahwa Pancasila kerap 'dimanfaatkan' untuk mengotak-kotakkan bangsa ini antara suatu identitas keagamaan dengan yang identitas non-keagamaan lainnya. Ketika ada orang yang aktif di kegiatan agama tertetu, justru dilabeli tidak cinta Pancasila, atau bahkan anti-Pancasila. Kita tahu agama apa yang dimaksud, yaitu Islam. Siapa yang di balik bidikan ini, entah.

Suasana makin keruh ketika disinggung bahwa ada konspirasi di balik hilangnya kata-kata 'kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' yang sebetulnya sudah disepakati jauh sebelum proklamasi. Mau tidak mau kita harus belajar sejarah agar tidak tergelincir. Sebagai pucuk pimpinan PPKI selaku tim perumus dasar negara Indonesia, sosok Soekarno dan Mohammad Hatta kerap dituding 'lupa' pada agamanya sendiri. Soekarno yang jebolan pondok di bawah asuhan Cokroaminoto lantas dikaitkan dengan ideologi Nasakom, sedangkan Hatta dicurigai lupa bahwa sebagai 'urang awak' malah mengecewakan kaum agama. Bagi saya, provokasi semacam ini sudah kelewatan. Karena ada pemotongan fakta pada dugaan konspirasi tersebut.

Pertama, Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 2016 menempatkan aspek ketuhanan pada sila yang pertama. Diskusi panjang antara para politikus dengan alim ulama saat itu berujung pada peletakan hal yang bersifat religi sebagai yang palig pertama dalam dasar negara. Kedua, memang frase 'menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya' tidak ada lagi, tapi bukan dihapus total. Kalimat asalnya 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Secara eksplisit, kata 'Islam' memang tidak digunakan, tapi secara implisit penegasan kalimat tauhid ada di dalam sila pertama ini. Ketiga, identitas Islam masih dimuat jelas pada awal paragaf ketiga Pembukaan UUD 1945, yaitu 'Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa'. Keempat, sosok Soekarno dan Hatta 'ditemani para alim ulama yag sangat memahami dinamika yang terjadi tapi kokoh pengetahuan agamanya, diantaranya Teuku Moh Hasan, Kasman Singodimejo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Mereka awalnya tidak setuju, tapi dengan eksistensi 'Ketuhanan Yang Maha Esa' rasa-rasanya tidak perlu dianggap sebagai kekalahan. Keempat, jika memang Soekarno dan Hatta menghendaki sekuler sebagai dasar negara alias meminggirkan Islam tentu mereka akan mengusir alim ulama dari tim PPKI karena mereka berdua punya jabatan dan kekuatan untuk itu. Sekian dekade kemudian, sebuah pertemuan besar alim ulama di Situbondo pun menetapkan kesepakatan bahwa 'Ketuhanan Yang Maha Esa' berarti 'Tauhid'.

Sejatinya Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Silakan cari sendiri di Al Qur'an, ayat-ayat mana saja yang 'diwakili' oleh masing-masing sila pada Pancasila. Yang menarik, pemilihan frase yang digunakan sebagai redaksi kalimat Pancasila kental citarasa tegas dan bermartabatnya. Ini yang menjadi pembeda dengan usulan-usulan redaksi Pancasila lainnya sebagai sempat disampaikan oleh Dr. Soepomo, Moh. Yamin, maupun Soekarno yang hanya menampilkan kata benda disertai sedikit kata sifat, misalnya 'Mufakat', 'Perikemanusiaan', 'Sosio-nasionalisme'. Frase 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab' dan 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan' merupakan kalimat brilian yang menegaskan sesuatu yang harus dimiliki beserta kondisi yang harus ada pada sesuatu tersebut. Kata-kata yag dipilih menunjukka bahwa pebuatnya bukan orang biasa.

The Underrated one

Explore again with them

Bunga apa ya?


Sampai sekarang saya belum tahu ini namanya bunga apa. Kebetulan ini jepretan foto sewaktu menunggu kick-off Final AFF tahun lalu. Di Indonesia ada nggak ya? Hehee

Iseng-iseng menggunakan fitur pencarian gambar di images.google.com dengan mengunggah foto. Eh ternyata ketemu juga nama bunganya, yaitu Sara.

Entah Kemana Timnas Senior Tahun ini

Sejak berakhirnya masa bakti Timnas Senior si AFF 2016 lalu, nyaris tidak terdengar lagi kabar kelanjutnya mereka. Hanya ada kepastian Luis Milla selaku pelatih, selebihnya? Entah