ATM Lapang begitu saja

Pemandangan aneh saat saya mampir ke Thailand pada Desember tahun lalu, yaitu penampakan ATM alias Anjungan Tunai Mandiri. Terlihat jelas pada tiga potongan foto berikut bahwa mesin ATM dibiarkan begitu saja tanpa sekat yang menutupi seluruh ATM. Lokasinya pun persis di pinggir jalanan seolah-olah tidak ada ketakutan mesin tersebut bakal dicuri.

Penasaran juga mengapa hal tersebut bisa. Kalau di Indonesia 'kan ATM pasti ditutupi sekat yang menutup mesin hingga membentuk ruangan kecil. Itu juga masih dilengkapi AC.

Masih Gelap... Yuk Cari Lenteranya

Masa depan dalam konteks pendidikan lanjut masih bureng, bahkan cenderung gelap. Belum ada tiket digenggam di tangan. Secara virtual, modal sejauh masih berupa nyali dan cita-cita. Apakah cukup/ Tentu saja tidak. Sungguh jauh dari ideal. Ibarat mau kemah tapi cuma modal 'pengin' tapi belum punya tenda hehee...

Yuk cari lenteranya sebagai penerang menuju gua yang masih gelap ini. Jangan mau 'kelaparan' di dalam goa nanti. Ada bekal rohani yang perlu dipupuk sejak dini. Ada kompas sebagai petunjuk kemana harus berjalan, ya biar nggak kayak lagu Butiran Debu 'aku terjatu dan tak bisa bangkit lagi'. Harus ada juga destinasi yang definitif agar tidak 'tersesat tanpa tahu arah jalan pulang'.

Baik, pelan-pelan saya kumpulkan minyaknya, gagangnya, sumbunya, pemantiknya, dll. InsyaAllah 6 bulan waktu yang berharga untuk memasang lenteranya.

Tarik Ulur Tenggat Pengumpulan

Sulit menjelas bagaimana prosesnya terjadi. Yang pasti, firasat (dan pengalaman tahun lalu) sudah menjejali pikiran sejak kemarin pagi. Sudah optimis kalau tenggat pengumpulan untuk konferensi ini bakal diperpanjang. Tapi, atas nama profesionalisme, ya tetap upayakan selesai sesuai tenggat pengumpulannya, yaitu 31 Mei 207 alias hari ini. Pagi-pagi, eh sudah agak siang ding hohoo, saya mencoba masuk ke media pengumpulannya. Lho kok tenggatnya 30 Mei 2017 alias kemarin.

Eduuun, gimana nih juragan? Baiklah, cek website-nya. Hpiya beneran 30 Mei. Coba berpikir positif bahwa siapa tahu tenggat global-nya menggunakan batas EDT dimana Indonesia surplus sekitar setengah hari lebih. Tapi, begitu baca navigasi di media pengumpulan kok ada keterangan "extension".

Okay pemirsah, ternyata tenggatnya menjadi 1,5 bulan mendatang

#menolakGarukGarukTanah #YakinAdaHikmahnya #SyukuriApaYangAda #HidupAdalahAnugerah

5 Battles Blast from Past

Ramadhan itu bukan cuma berpuasa di siang hari. Ramadhan itu tentang satu bulan penuh kesungguhan dalam menegakkan agama. Sejarah pun mencatat (setidaknya) ada lima perang yang gemilang dalam rekam jejak perkembangan Islamdi saat bulan Ramadhan.

1. Perang Badar, salah satu perang legendaris dimana umat Islam yang sedikit justru mampu memenangkan laga walau berhadapan dengan pasukan kafir yang berlipat jumlahnya.
2. Futuh Makkah, momen pengambilalihan kota Mekkah ke pangkuan umat Islam setelah lama hijrah. Tauhid ditegakkan dalam momen ini dimana umat Islam melakukan pembersihan Mekkah, terutama area Ka'bah dari segala berhala.
3. Penaklukan Andalusia (93H) dan kawasan India (94H) sebagai momen ekspansi Islam dari sisi dakwah dan politik ke luar jazirah Arab, yaitu regional Eropa dan Asia Selatan. Penaklukan Andalusia menjadi simbol perluasan Islam ke seberang lautan dipimpin Thoriq pada akhir bulan Ramadhan tahun itu.
4. Perang Hittin, menjadi titik balik kemenangan Islam atas koalisi kerajaan-kerajaan Eropa dalam Perang Salib. Sebelumnya memang umat Islam dibantai oleh koalisi tersebut, namun kebangkitan Islam mengiringi 'comeback' atas upaya merebut kembali kawasan Jerusalem.
5. Ain Jalut, peristiwa yang fenomenal karena di sini umat Islam mengalahkan Bangsa Mongol yang sangat ditakuti oleh banyak suku dan bangsa kala itu. Ini juga menjadi titik balik setelah beberapa tahun sebelumnya Mongol mengagresi umat Islam di Baghdad. Di kemudian hari, banyak Bangsa Mongol yang akhirnya memeluk Islam.

Apa perlu Pengumuman seperti ini Universitas Telkom?

Mengaktifkan Puasa

Puasa itu ibadah yang unik. Ketika ibadah lainnya penuh dengan 'prosedur' dan 'mekanisme' sebagai jabaran dari rukun, maka puasa sangat sederhana. Rukun sholat diawali dengan niat, dilanjutkan takbir s.d. salam. Sementara itu, zakat mal punya hitung-hitungan dan kuota yang rumit. Tapi, rukun puasa hanya ada dua, yaitu niat serta tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Singkat cerita, seseorang yang berniat puasa sebelum adzan Shubuh lantas hanya tidur seharian di kamar diselingi sholat sesuai jadwal, maka ybs tidak batal puasanya. Ilustrasi ini menjelaskan mengapa puasa bisa disebut sebagai ibadah yang sifatnya pastif.

Karena itulah, kita harus inisiatif mencari aktivitas yang melonjakkan nuansa Ramadhan, bulan yang spesial. Karena itulah, kita harus sadar bahwa puasa itu buka sekedar mencentang kewajiban, tapi mengoptimalkan kesempatan ibadah sebaik-baiknya. Karena itulah, kita harus 'lapar' mencari sumber ilmu sebagai nutrisi iman yang hakikatnya naik turun. Karena itulah, kita jangan mau kalah dari rasa malah dan pewe.

Catatan Kecil tentang Ikhlas

Ikhlas artinya murni. Karena itulah, dalam surat Al Ikhlas, kontennya memaparkan kemurnian ajaran tauhid. Tidak ada campuran yang mengusik orisinalitas dalam konteks murni. Ikhlas merupakan sifat yang sangat sulit diwujudkan karena manusia sangat rapuh dan mudah direcoki berbagai penyakit hati, misalnya takabur, kufur, dll. Ikhlas merupakan musuh sejati koalisi dari riya, sombong, dkk.

Ciri ciri seseorang tidak ikhlas dalam beribadah:
- Orang tersebut mengharapkan pujian dalm beribadah
- Orang tersebut sering merasa kecewa dalam hidupnya bila tidak dihormati atau dipuji
- Orang tersebut suka mengumbar amal kebajikan
- Orang tersebut mudah ujub atau sombong, suka merendahkan orang lain

Upaya agar kita dapat beribadah dengan ikhlas
- Yakinlah sekecil apapun kebaikan akan dilihat, diketahui, dan dinilai Allah
- Sembunyikan amalan kita
- Jangan pedulikan pandangan orang
- Jangan mengharapkan popularitas

Disarikan dari kultum tarawih di Mesjid UI Depok

Ke sini lagi ternyata tahun ini

Modifikasi Niat dalam Jual Beli Menjelang Iftar

Kolak singkong, kolak pisang, candil, bubur sumsum, bubur delima, es goyobod, dan tertinggal gorengan. Berbagai kudapan yang jarang kita konsumsi di luar bulan Ramadhan. Entah bagaimana ceritanya tren ini, tapi sejauh ini saya belum menemukan orang yang rugi lantaran fenomena ini. Tiap sore pun, senyasar-nyasarnya kita pasti menemukan penjaja kudapan tadi. Harganya relatif ferjangkau, maklum saja dengan stok yang berlimpah dan penjual yang saling bersaing, agak mustahil mematok harga selangit.

Yang menarik adalah niat kita sendiri. Pada dasarnya, kita "mungkin" menganggap proses transaksi yang kita lakukan sekedar jual beli. Kita memberikan uang, mereka menyerahkan produknya, udah begitu kan. Secara teknis riil memang seperti itu. Tapi jual beli yang kita lakukan sebetulnya berpotensi menjadi ladang pahala.

Saat bertransaksi niatkanlah untuk mencari makanan/minuman yang halal dan bersih bagi diri sendiri dan keluarga kita. Ini adalah upaya memenuhi perintah Allah dan melindungi keluarga kita dari makanan/minuman yang haram ataupun kotor. Pun bagi penjual, jika punya niat kuat untuk menghidangkan makanan/minuman, pertegas bahwa hal ini adalah bentuk dari komitmen kita kepada perintah Allah.

Saat bertransaksi pun kita perlu melapangkan dada. Mungkin saja suami/istri kita, anak-anak kita, atau kerabat lainnya merengek kudapan tertentu. Pilihan bagi kita, menurutinya dengan senang hati ataukah dengan nggerundel (apa ya Bahasa Indonesianya?). Ohya asumsinya kudapan tersebut halal dan bersih. Jika dituruti dengan sepenuh hati, ini  bisa menjadi ibadah yang menyenangkan pasangan kita, keluarga kita, dan kerabat kita. Ada banyak pundi amalan di sini. Opsi yang kedua, yaitu nggerundel, kira-kira dapat apa ya?

Saat bertransaksi juga, ada kesempatan bagi kita untuk beramal. Caranya? Niatkan uang dalam transaksi itu sebagai upaya kita membantu ekonomi si penjual. Boleh juga dengan menambahkan nominalnya. Sudah hafal tentunya sebentar lagi tiap orang tua bakal menghadapi banyak kebutuhan (mulai dari baju untuk anak, dll). Jika kita pandai memanfaatkan momen transaksi ini dengan niat membantu ekonomi si penjual, insyaAllah ada ganjaran tersendiri.

Semua kebenaran hanya milik Allah. Bila ada salah kata dan salah sudut pandang, itu murni dari saya.

____KRLmenujuStasiunKramat___

a View from Labtek V

10 years ago... Somewhere i "lost" with them

Sekian purnama alfa dari IG karena tablet harus direhabilitasi. Login ke IG eh mendadak muncul notifikasi bahwa saya ditandai di sebuah foto. Ternyata sebuah coretan "gila" tentang pengalaman sekamar bareng orang-orang jenius di Salatiga sana. Coretan ini dibiat oleh Rifky Zidni, seorang jenius asal Purwokerto yang saat itu menyelami Biologi. Bersam dengan Prihadi Kurniawan ahli sastra se-SMA dengan saya serta seorang lainnya berjawah pendiam, yaitu Dani.

Kala itu kami sekamar dalam rangka persiapan olimpiade tingkat provinsi di Jawa Tengah. Saya sendiri hingga kini masih tidak mengerti mengapa "terseret" ke sana lantaran desas-desusnya hanya yang ber-IQ 130-an atau 140-an ke atas, wallahualam jika saat itu basis datanya terloncat ke nomor registrasi saya ::hammer::.

Sepuluh hari yang "gile lw ndro" dimana kami rutin 07.30-09.30, 10.00-12.00, 13.00-15.00, 15.30-17.30, dan 19.30-21.30 "direbus" dengan materi olimpiade sesuai cabangnya, kebetulan saya kimia. Entah saya pun juga sulit menguraikan bagaimana 10 hari tersebut bisa saya lewati. Beruntung tiga orang tadi (serta sekian belas siswa di cabang kimia) menjadi pelipur tekanan tersebut.

Bukan Sekedar Pelipur Lara

Ramadhan yang Ramai Pilihan [1]

Bulan Ramadhan tidak lama lagi menghampiri hayat kita. Bulan suci yang disertai tiga pertanyaan, [1] apakah ini Ramadhan terakhir bagi saya; [2] apakah ibadah saya nanti diterima; [3] akan jadi apa kita pasca-Ramadhan nanti. Sungguh kesempatan yang notabene nikmat tatkala kita bisa mengisi dengan yang terbaik di bulan suci ini. Ramadhan bisa dilihat dari berbagai sudut untuk menggambarkan makna spesialnya.

Dari sisi ekonomi pasar, Ramadhan identik dengan kenaikan harga bahan pokok. Tidak bisa dipungkiri, bulan Ramadhan harga membumbung tinggi tanpa bisa terprediksi. Yang lebih unik, kenaikan harga tersebut tidak otomatis disebabkan kelangkaan komoditas tertentu. Hal yang janggal mengingat kenaikan harga, mengacu konsep ekonomi sederhana, biasanya terjadi karena semakin sedikitnya pasokan atau barang yang dijual sementara itu permintaan tinggi. Praktis Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bakal sibuk dalam menggelar operasi pasar. Sejauh ini, hanya harga beras yang relatif stabil, itu pun karena konsumsi beras agak menurun saat Ramadhan dan lebaran. Tapi yan sudah pasti melonjak adalah minyak goreng karena banyak yang berbuka puasa dengan gorengan, bawang merah karena peran sentralnya sebagai bumbu masakan, dan daging selaku simbol makan 'enak' saat berbuka puasa maupun berhari raya.

Masih dari sisi ekonomi, Ramadhan juga kerap diasosiasikan dengan meningkatkan pengeluaran seseorang atau rumah tangga. Bukan fenomena yang aneh mengingat intensitas agenda 'berbiaya' justru kerap dihelat dengan kemasan buka puasa bersama, entah itu di lingkup keluarga besar, kantor, reuni teman kampus, reuni teman SMA, reuni dengan mantan eh wkwkwk. Pos pengeluaan untuk konsumsi menjadi sangat membengkak walau intensitas makan 'besar' turun dari 3 kali menjadi 2 kali. Makan 'alias' nasi memang menurun, tapi kudapan semakin ramai, begitu pula berbagai hidangan es beraneka rupa.

Begitulah Ramadhan menyuguhkan banyak pilihan, salah satunya adalah tren konsumsi masyarakat yang meningkat. Mau ikut atau tidak, itu silakan saja bro. Lain waktu kita ulas pilihan lainnya.


Ya Sudahlah untuk Musim ini

Sungguh, ini bukan musim yang indah, baik secara hasil maupun proses, terutama di La Liga dan Liga Champions. Di dua kompetisi tersebut, Barcelona tidak tampil sebagai protagonis akhir musim. Praktis, satu-satunya trofi tersisa hanyalah Copa del Rey sebagai kado terakhir yang mungkin bisa dihadiahkan oleh Luis Enrique. Banyak faktor yang menggerogoti stabilitas permainan Barcelona. Ada empat faktor utama yang menyebabkan kemerosotan penampilan Barca.

  • Pertama adalah kesalahan dalam transfer dimana dua pemain yang 'ngotot' bermain, yaitu Daniel Alves dan Munir el Haddadi, justru dilepas. Pemain yang mengisi eksistensi mereka pun terbilang jauh dari ekspektasi. Paco Alcacer kurang nyetel dengan permainan Barcelona. Sergi Roberto memang tidak mengecewakan, tapi untuk ukuran satu musim penuh dia belum mampu mengimbangi kontribusi Alves. Malah, Alves punya andil besar menggiring Juventus, klub barunya, ke final Liga Champions. 
  • Faktor kedua adalah cedera. Sulit menyangkal bahwa tumbangnya sosok seperti Arda Turan, Aleix Vidal, Rafinha, Denis Suarez, Lucas Digne, Jordi Alba, hingga Andres Iniesta berdampak negatif bagi Barca. Padahal mereka saat bermain justru menjadi sosok yang mampu mencuat dan menjadi pembeda.
  • Faktor ketiga adalah kesenjangan antara tim utama dengan cadangan. Sulit dipungkiri bahwa Barca punya format lazim Ter Stegen-Roberto-Mascherano-Pique-Alba-Rakitic-Busquet-Iniesta-Messi-Suarez-Neymar. Permasalahannya pemain 'pelapis' belum mampu menunjukkan kemampuan untuk mengimbangi 11 nama tadi. MSN terlalu 'sayang' untuk dibongkar salah satunya, itulah mengapa Paco, Rafinha, dan Arda Turan sulit mengambil peran. Sekedar informasi, 11 nama tadi merupakan starting line-up Barca saat menjamu Juventus di final Liga Champions tahun 2015. Indikasi jelas bahwa Barca sulit move on dari formasi inti mereka. Bandingkan dengan Juventus, Bayern Muenchen, hingga Real Madrid, mereka berani bongkar pasang. 


Di kancah La Liga, sprint ala Barcelona ternyata belum cukup untuk meyerobot Real Madrid di penghujung musim ini. Unggul satu kemenangan sudah cukup mengganjar Madrid dengan trofi La Liga. Yang 'nyesek' bagi Barca adalah kenyataan bahwa musim ini Barca mereguk hasil nir-kekalahan atas seluruh penghuni 5-besar akhir musim. Praktis hanya Atletico Madrid, Real Madrid yang sempat mencuri masing-masing satu kali imbang, sisanya sukses dihajar 3 poin oleh Barca. Tapi kesalahan Barca adalah terkapar saat meladeni Deportivo Alaves, Celta Vigo, Deportivo La Coruna, dan Real Malaga. Nama terakhir malah bersatus setara dengan Juventus, yaitu klub yang dua kali bersua Barca dimana satu kali imbang, satu kali mereka menang, dan Barca gagal membobol gawang mereka. Padahal, klub-klub tadi adalah penghuni papan tengah. Ironis musim ini.

Di kancah Liga Champions, nafas Barcelona harus mengalami naas saat ditekuk Juventus 3-0 secara agregat. Jagoan Italia ini sukses meredam Barca di Camp Nou sehingga keunggulan tiga gol di kandang Juventus pun sangat bermanfaat. Juventus belajar banyak dari PSG yang sudah membuat 'dosa besar' yaitu 'mempersilakan' Barcelona menggasak balik setelah tertinggal 4-0. Ya, tabungan keunggulan 4 gol yang nirmakna ala PSG menjadi epos heroik yang agaknya lebih dikenang daripada kisah Juventus maupun Real Madrid yang bakal bentrok di Cardiff pada panggung final Liga Champions.

Harapan terakhir tinggal laga final Copa del Rey. Semoga Barca bisa 'mengamuk' di final kontra Alaves nanti. Sebagai pemantik, tentu kontribusi Alaves yang menyebabkan Barca menderita kekalahan di awal musim dan efeknya ada di akhir musim. Bumbu penyedapnya pun layak diperhatikan, tiket kalau juara kompetisi adalah melabrak Real Madrid di Supercoppa de Espana. Cukup meggiurkan bukan.

Stasiun Bandung, 23 Mei 2017

Dua tahun, sudah lebih dari cukup untuk mengubah pola kehidupan individu. Dan di sisi lain, pernikahan merupakan mome sangat lebih dari cukup untuk mengubah karakteristik individu. Dengan demikian, usia pernikahan dua tahun sudah bisa diterka sejauh mana dampaknya. Saya pernah membaca sebuah buku berjudul 'Menikah untuk Bahagia'. Alhamdulillah kami bahagia dengan pernikahan yang di hari ini usianya dua tahun. Kebahagiaan yang rasanya tidak ada alasan untuk mengakhirinya kecuali akhir hayat salah satu dari saya atau istri saya. Dan selagi hayat masih dikandung badan [berasa lagu perjuangan] kita tetap setia, tetap sedia mempertahankan rumah tangga ini.

Rumah tangga yang kian semarak lewat eksistensi sebuah buah hati berusia 13 bulan, tapi tingkahnya seperti sudah sekian tahun. Buah hati kesayangan semua pihak, yang bisa dibilang 'lahir di saat yang tepat' untuk beberapa alasan. Dia pula yang jadi alasan istri saya selalu menggebu untuk menuntaskan kewajiban tesisnya. Buah hati yang selalu mengingatkan saya pada potongan surat Ar Rakhman 'Maka nikmat mana yang kau dustakan'.

Pernikahan indah itu tidak berarti harus bergelimang harta, berserakan jabatan karier, ataupun bermewahan dalam cara hidup. Dalam kesederhanaan, kami saling mengisi serta bisa fokus pada makna dan panduan Illlahi. Perjuangan kami masih panjang dengan kewajiban yang kian menanjak. Apapun itu, kami yakin ada Allah yang akan membimbing kami di jalan-Nya.

Djepretan Djadoel UI






Kudapan Kembang Tahu di Margonda

Kota Depok dengan 'jantung' Jalan Margondanya merupakan salah satu area kuliner yang bergelimang pilihan. Salah satu yang jadi favorit saya adalah kembang tahu khas Pontianak yang dekat kawasan Barel yang ke seberang jalan. Sebelumnya saya sering mendengar kembang tahu tapi baru mencobanya tahun lalu di Margonda ini. Rasanya enak dengan berbagai pilihan rasa. Jika sedang mendung atau udara dingin di area UI, maka kudapan ini sangat direkomendasikan.


Lapak sederhana ini selalu ramai lho...

Jumat lalu saya mampir ke mari untuk 'makan malam' sekaligus oleh-oleh untuk keluarga di Bandung. Harganya sangat bergantung ukuran dan rasa. Ada yang 8 ribu, ada pula yang 15 ribu. Saya sempatkan 'makan malam' dengan rasa jahe yang hangat. Hangat, hmm, lebih tepatnya panas-panas 'nyemek' sih.

Ini penampakannya, sepintas mirip bubur sumsum

Ohya, kudapan ini bisa dibungkus sebagai oleh-oleh jarak jauh. Jika sudah sampai di lokasi, sebaiknya segera masukkan ke kulkas atau penanak nasi elektronik.

Si mungil yang doyan, padahal awalnya malu-malu

Destined Later?


Semua itu belum ada yang pasti hitam di atas putih. Sebagaimana yang sudah-sudah, domain kita berikhtiar, perihal hasil menjadi ranah kuasa-Nya. Sementara ini... ikuti alur yang ada dengna penuh pertimbangan. Dan sebagaimana banyak pelajaran dari sang waktu, 'jalani dengan tanggung jawab'.

dan tentang 8 tahun itu

8 tahun yang lalu, yaitu 17 Mei 2009, sebuah inisiasi UKM Pramuka dirintis bareng mas Dian Ridwan W, Triyoga Adi Perdana, dan mba Eka, lantas bergabung pula nantinya bang Firdauska Satria. Sebuah inisiasi yang agak asing lantaran eksistensi Pramuka di jenjang perguruan tinggi sangat akrab dengan kata 'gersang'. Apalagi di IT Telkom selaku kampus teknologi. Tapi orientasi kami memang bukan 'ingin jadi UKM yang laku'.

Perjalanan itu di kemudian hari berbuah legalisasi sebagai UKM sekaligus sebagai Gugus Depan. Berbagai dinamika sebagai organisasi turut mewarnai sepak terjang UKM/Gugus Depan ini.

  • Ada ikutan KMD dengan 'apa adanya' di UPI, 
  • Ada kolaborasi dengan Lab Antena untuk JOTA JOTI, 
  • Ada dikirim ke Kinahrejo untuk mengakrabkan diri dengan Pramuka dari kampus-kampus lain [pangapunten kakak2 Pramuka UGM, dulu saya dikabari harus berangkat ikut acara persis di hari H sehingga terlambat, sukses untuk 'macam buah semangka pepaya rambutan salak dan pisang']
  • Ada pula mengadakan lomba Pramuka Penegak se-Bandung Raya [halo SMA 20, ngapunten itu trofi harusnya digilir 2 tahun, tapi ampe 6 tahun masih nebeng di situ, hehee]
  • Ada pula ikut seminar kepramukaan oleh Kwarda Jabar tapi lokasinya di auditorium hotel [auditorium hotel pemirsah, bukan bumi perkemahan hohoo]
  • de el el


Sukses untuk Pramuka [sekarang kalau tidak salah] Universitas Telkom.

'Masih' Ada Kesempatan

Alhamduillah kali ini diberi kesempatan untuk berkreasi [lagi] hingga tanah seberang. Kesempatan yang juga bermakna ujian untuk tetap manjaga syukur dan rendah hati tetap terpancang. Lagipula, apa yang hendak disombongkan mengingat pencapaian ini tentu hanyalah 'butiran rinso' dibandingkan orang lain yang lebih yoiii. Semoga sujud syukur tetap terpatri sembari menata diri agar lebih baik.

Membaca umpan balik alias lembar evaluasinya, hmmm, masih banyak kekurangan. Baik, ini indikasi bahwa saya masih perlu mengasah kemampuan saya dalam meulsi karya ilmiah, khususnya dari sisi penyajian sistematika riset. Memang di satu sisi ini menjadi 'PR' besar mengingat saya harus dan wajib memperbaiki dengan 'keras'. Tapi, saya mencoba melihat ini dari sisi lain, yaitu kesempatan untuk mempersiapkan dunia riset ala doktoral yang tentu lebih 'keras' dalam budaya menulisnya.

14 hari alias 2 pekan, bukan waktu yang singkat, tapi semoga bisa menjadi berkah. Amiin

Feyenoord... Gefeliciteerd voor de kampioen

Saya masih ingat ketika dibelikan koran Bola tahun 1999 [iya dari usia memang saya sudah memasuki era vintage]. Saat itu ada poster klub berkaus merah-putih merayakan juara Liga Belanda kala itu. Skuad mereka memang tidak begitu menonjol saat itu, yang agak terkenal tampaknya hanya si kapten Kees van Wonderen. Sosok seperti Pierre van Hoidonk, kalau tidak salah, belum bergabung. Tentu faktor tidak ditayangkannya Liga Belanda dan belum adanya media sosial turut memengaruhi ketidakpopuleran Feyenoord. Satu yang membuat saya tertarik ingin mencari tahu tentang klub ini, yaitu model kaos merah versus putih yang dibagi secara vertikal. Bukan belang layaknya model Juventus, AC Milan, dan Inter Milan, tapi model dibagi kanan merah, kiri putih. Sedikit modifikasi berupa lengan yang warnanya ditukar dengan warna dada.


Posternya bukan foto ini, tapi suasananya mirip.
btw, suasananya romantis sekali ya, juara dapet bunga gitu
sumber foto twitter.com


Dan setelah sekian ratusan purnama [bahkan keburu Rangga pulang ke Indonesia ke Cinta], akhirnya Feyenoord kembali merengkuh gelar juara pasca-18 tahun. Kalau dari statistik di Wikipedia, mereka konsisten selama 34 pekan bercokol di pucuk klasmen mengangkangi Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven. Sosok yang paling dikenal orang tentu si pelatih, Giovanni van Bronckhorst, serta kapten Dirk Kuyt. Nama pertama masih 'beliau' selaku pelatih sedangkan nama kedua punya koleksi trofi walau tidak seglamor layaknya Messi. Tapi kedunya punya rekam jejak sebagai mantan pemain yang turut membangun klub ini, bahkan ini adalah edisi kedua Kuyt di Feyenoord. Aroma kebangkitan ketika mereka merengkuh trofi KNVB Beker musim lalu menjadi peringatan bahwa musim ini mereka mungkin 'meledak'. Dan ternyata memang begitu adanya. Tatkala Ajax menguntit ketat, mental Feyenoord relatif tahan menghadapi kejaran klub ibu kota tersebut.

Selamat untuk Feyenoord...

Maaf nama/logo dan produk alkoholnya disensor
sumber foto https://www.defeijenoorder.nl/


FYI, Liga Belanda sejak era 1964-1965 s.d. sekarang juara selalu berkostum merah-putih, yaitu Ajax PSV, Feyenoord, serta AZ Alkmaar [kecuali 2009-2010, juaranya cuma 'merah', bahkan AZ mengenakan merah-putih saat juara walau mereka biasanya berkostum merah saja]


Dalam Berkeluarga

Dalam berkeluarga, kita sama-sama membidik surga sebagai 'rumah paling akhir'. Dalam berkeluarga, kita saling menjaga dan bertanggung jawab atas bergulirnya waktu dan bagaimana mengisinya. Dalam berkeluarga, kita harus memiliki rencana hebat yang bersama-sama 'menyeret' seluruh elemen keluarga aktif dalam upaya menuju firdaus-Nya.

Sungguh merugi, bila sudah berkeluarga tapi intensitas ibadah malah merosit. Sungguh merugi, bila sudah berkeluarga tapi tidak mampu mengajak anggota keluarga berlomba dalam kebaikan. Sungguh beruntung bila Ramadhan nanti makin memesona dalam bingkai keluarga sakinah, mawadah, warokhmakh.

Beda Kasus dengan yang Dibicarakan

Alasan seseorang terjerat kasus adalah perilakunya. Bisa saja perilaku tersebut sesuatu yang sifatnya rutin atau dominan, tapi bisa saja perilaku tersebut hanya insiden spesial yang tidak ada sangkut pautnya dengan prestasi di sisi lain perfomanya. Maka, saya heran, tapi bukan kagum, atas berbagai pembelaa yang cenderung menentang hasil sidang 'uknowwho'. Sederhana saja, para pembela selalu menyinggung prestasi beliau selaku pejabat di sebuah daerah, saya pun tidak menyangkal sepenuhnya kinerja beliau, sangat-sangat patut diapresiasi. Tapi, kinerja beliau selaku gubernur tidak ada sangkut pautnya dengan perilaku atas insiden penodaan agama. Beliau pun dinyatakan bersalah oleh hakim atas perilaku tersebut, bukan atas kebijakan tertentu selaku gubernur.

Ibaratnya seorang Lionel Messi yang kualitas main bolanya yoi banget pun kalau dia menggelapkan pajak ya patut ditindak secara hukum. Prestasi di lapangan hijau nggak ada sangkut pautnya dengan meja hijau. Pun dengan pejabat yang [dianggap] bersih dan tegas, kalau ybs divonis bersalah karena kasus penistaan agama ya nggak ada hubungannya dengan prestasi beliau selaku pejabat yang bersih.

Ah sudahlah, iklan sirup Marjan jauh lebih enak untuk dibahas. Persaingan Barca vs Madrid pun lebih sejuk dipandang.

[Mungkin] Begitulah Bisnis

Belakangan ini sedang pusing terkait peralatan elektronika, khususnya tablet. Alhamdulillah, tablet sedang di-ICU-kan di tempat servis. Bukan kali pertama kerusakan yang terjadi, ya entah juga kerusakannya sebesar apa. Yang menarik, dari hasil berjelajah sumber-sumber, saya justru terperosok pada pemikiran yang 'agak' kurang baik juga sih. Hohoo, semoga tidak menjadi prasangka buruk yang berlebihan.

Kebanyakan ponsel/tablet saat ini mengalami kerusakan karena faktor daya listrik. Mungkin di sektor baterai, barangkali lantaran arus yang tidak cocok, hingga penggunaan alat pengisi daya listrik alias charger yang tidak orisinal. Jika diperhatikan harga charger yang orisinal memang mahal. Tak heran banyak pemilik ponsel/tablet memilih menggunakan charger, atau mungkin hanya kabelnya, yang tidak orisinal. Faktor ekonomi menjadi pertimbangan yang wajar. Risiko yang terjadi pun sebagaimana disebutkan di awal paragraf ini terjadi kerusakan karena faktor daya listrik. [nah ini pemikiran yang 'agak' kurang baiknya] Apakah jangan-jangan harga yang mahal tersebut merupakan strategi agar ponsel/tablet cepat mudah rusak sehingga banyak pengguna yang harus ke service center dan ujung-ujungnya ada pemasukan dari biaya perbaikan? Atau bisa jadi, merupakan strategi tidak langsung agar pengguna beralih ke produk yang terbaru? Bisa jadi nggak ya?

Beralih ke produk terbaru pun agaknya menjadi sebuah kondisi yang wajar kalau diinginkan oleh pabrikan dan distibutor ponsel/tablet. Kebetulan pula masyarakat, termasuk di Indonesia, sangat tinggi perilaku konsumtifnya untuk urusan elektronika. Sangat jarang ada seseorang yang memiliki ponsel/tablet dengan usia di atas 3 tahun. Kalau perilaku masyarakat [umumnya] seperti ini, wajar jika produk ponsel/tablet dirancang tidak untuk berusia lama dan daya tahannya tidak sekuat 5-10 tahun lalu. Kalau masyarakat [umumnya] cepat beralih ke produk terbaru, untuk apa membuat produk yang terlalu tinggi spesifikasi daya tahannya?

Ya begitulah bisnis [mungkin] hehee

Alhamdulillah


Seyojana Mata

Sejauh mata memandang
Semua masih mengawang
Asa rawan 'tuk berpatah arang
Dimana terjal terbentang

Sejauh mana memandang
Sukar menoleh ke arah belakang
Lantas nafas kian meradang
Telungkupku segera melintang

Tautan cita yang masih gulita
Samar berpaut realitas masih merintih
Diantara kejora aku menyendiri sepi
Cemerlang rasanya angan sejauh mata memandang

It's a Rambling Zone

Sudah 5 episode Kamen Rider Amazon season 2 saya ikuti. Sulit disanggah bahwa suasana makin kelam dan misterius. Kita tidak perlu mencari-cari dimana letak kebrutalan pertempuran di film ini. Episode pertamanya pun sudah mengumbar banyak cipratan [maaf] darah walau sebagian besar efek komputer. Intinya satu, film ini bukan untuk anak-anak yang tengah 'ababil' hehee. Yang perlu kita cari-cari adalah alur cerita untuk menebak siapa sebetulnya protagonis di season 2 ini. Terus terang, ini adalah hal yang sulit mengingat ego tiap karakter yang terlalu tinggi. Jika di season 1 kita disuguhkan sosok Haruka, si Kamen Rider Amazon Omega, selaku protagonis, maka hingga episode 5 ini kita perlu menebak apakah dia masih menjadi protagonis murni. Apakah Chihiro, si Kamen Rider Amazon Neo yang menjadi tokoh baru adalah si protagonis. Semua masih misterius.

Terbesit juga di pikiran saya, apakah secara kedewasaan berpikir, si Haruka akan 'sematang' si Jin Takayama alias Kamen Rider Amazon Aplha. Di season 1, si Haruka memang berkarakter lugu dan naif, kerap dirinya memperoleh 'tempaan' langsung dari Jin yang sudah cukup 'makan asam garam' dan memiliki prinsip/pendirian yang jelas. Bisa jadi, sekarang karakter si lugu berpindah ke Chihiro, sedangkan si matang dipegang oleh Haruka. Bisa jadi. Eh, ngomomong-ngomong, si Jin juga nggak muncul-muncul hingga episode 5 ini. Entah apa yang menyebabkan dirinya 'disembunyikan' sejauh ini.

Alur cerita menjadi modal utama film ini. Perpaduan antara kisah masa lalu para lakon season 1 dengan pendatang baru di season 2 menjadi keunikan tersendiri. Ada tim kelompok besar yang mewarnai kisah season 2 ini. Kelompok pertama adalah para alumnus Tim Pembasmi yang secara formal sudah bubar tapi berupaya bangkit untuk menuntaskan 'misi yang tak selesai'. Kelompok kedua adalah Tim Pemburu yang tidak jauh-jauh misinya dibandingkan tim pertama di season 1, yaitu memburu amazon sesuai arahan si perusahaan. Keduanya pun mengandalkan amazon 'yang terkendali' sebagai ujung tombak. Kali ini sosok amazon 'buatan' menjadi andalan Tim Pemburu. Mengapa disebut buatan// Sederhana, karena dia sebetulnya merupakan manusia yang sudah 'dianggap' mati lalu diinjeksikan sel amazon tipe Sigma, alhasil diperolehlah amazon 'buatan' yang bersifat robot.

Menarik memang menerka apa yang akan terjadi 8 episode mendatang. Banyak misteri yang belum terselesaikan. Mulai dari identitas dan motif eksistensi tiap karakter, hingga pertanyaan 'klasik' siapa saja Kamen Rider yang bakal 'dieliminasi'. Sebagai pencinta film bela diri non-darah, tentu saya berharap akan disuguhi berbagai sesi bentrok yang memesona tanpa menorehkan darah atau adegan sadis yang membuat hilang nafsu makan.

Dunia tidak Seindah Media Sosial

Media sosial kerap disebut sebagai sarang penyakit hati. Cpntoh nyata adalah bagaimana fitnah diumbar pada berbagai isu kenegaraan, khususnya Pilpres 2014 dan Pilkada 2019. Ti, sebetulnya ada pula bahaya lain dari media sosial yang membuat kita (aku, kamu, dia, mereka, kami, kalian) lemah, yaitu iri hati. Lho kok bisa? Sederhananya gini, media sosial sering menyuguhkan berbagai konten yang membuat kita condong kepada suatu hal yang belum/tidak kita punyai.

Yang jomblo, lihat ada kawan mengunggah foto nikahan, lalu dia iri. Yang sudah menikah, lihat kawannya gendong bayi, lalu dia iri. Yang  lagi sibuk ngepel lantai di rumah, lihat ada kawan piknik ke Suriname, lalu dia iri. Yang anaknya lagi bandel susah makan, lihat anak artis tampil cantik sambil makan di restoran, lalu dia iri. Lihat ada ada diskonan barang tersier, lalu usap iler pakai tangan kanan. Lihat teman unggah foto rumah yang habis dibayar lunas, lalu usap iler pakai tangan kiri. Padahal, dunia tidak seindah media sosial.

Saya teringat taktik senior saya yang "puasa media sosial". Dia berpuasa karena harus banyak berhemat dalam merintis bisnis. Baginya, segala tayangan di media sosial kurang bernutrisi karena mengajak kita berboros ria untuk sesuatu yang nggak penting-penting amat. Saya sendiri sepakat, walau belum sampai seekstrem "puasa" itu. Yang kerap saya lakukan adalah menghindari tontonan yang menggugah nafsu iri. Saya punya cita-cita berkunjung ke 34 provinsi di Indonesia, dulu sering mantengin blog orang dan unduh video wisata domestik. Tapi dengan beberapa pertimbangan, saya memilih tidak mencicipi "hidangan" yang memicu "kelaparan".

"Kelaparan"? Hmm... Ada jenis lapar untuk urusan yang tidak perlu. Untuk beberapa hal, saya malah punya mantra ampuh, "ini bukan kelasnya saya". Misalnya ketika ada foto orang belanja busana baru, orang nginap di hotel ternama, atau makan di restoran terkemuka. Yang semacam itu saya "kuat" menahan diri.

Terus saya khawatir, paradigma kita menjadi terlalu menggampangkan diri mengejar sesuatu di media sosial. Padahal, hidup itu jauh lebih keras dibandingkan apa yang muncul di linimasa media sosial. Pun tidak semua yang ditemui di media sosial harus diikuti.

Pathetic Comparison

Tidak semua hal layak untuk diperbandingkan. Bukan semata katenaada perbedaan ekosistem dalam perspektif umum, tapi karena aada beberapa isu yang sensitif. Boleh jadi hasil perbandingan tersebut adalah sesuatu yang sifatnya nirmakna.

A="Enak zaman bosnya si X ya?"
B="iya betul betul. Kalau si Y gitu-gitu aja"

C=""Eh jeung, si M kemarin abis ke Greenland lho"
D="Wah keren ya, kayaknya gara-gara suaminya dapat bonus banyak pasca-proyek di Gabon"

E="Wah bayinya si N udh bisa bantu nyapu-nyapu"
F="Oiya? Hebat banget tuh. Kita malah belum punya bayi"

G="Ckck, Indonesia kok ga teratur gini y? Waktu aku studi S3 di Angola suasananya enak. Orangnya pada tertib-tertib."
H="Gue sepakat ama lw, orang Indonesia itu katro-katro. Pas gue ke Sri Lanka bulan lalu ada orang Indonesia bingung cara make vending machine"

I="Tim Auxerre sekarang ga sedahsyat jaman 2000-an dulu ya?"
J="Hooh, padahal dulu tuh si Auxerre pernah ampe lolos Liga Champions Eropa"

Tidak semua hal itu etis diperbandingkan. "Etis", ya sesuatu yang subjektif. Jauh lebih subjektif daripada membahas perbandingan yang "apple vs apple" ataukah "apple vs samsung". Etis menandakan adanya kondisi yang tidak semuanya akan menjadi lebih baik saat dibandingkan. Faktor utamanya itu sederhana, yaitu tidak semua orang (atau malah bukan "tidak semua" tapi "hampir seluruh) suka dibandingkan, apapun alasannya, apapun alibi perbandingannya.

Mungkin saja seseorang membandingkan dengan tujuan, yang menurutnya, mulia, yakni mengidentifikasi penyebab kegagalan. Boleh jadi alibi lainnya adalah melecut semangat. Tapi bagi pihak yang dibandingkan, terutama yang dalam posisi inferior, semua alibi, alasan, maksud, dll itu cuma bahasa diplomatis dari (kurang lebih) "loe payah". Bahkan, bagi orang membandingkan pun sebetulnya mereka dalam kondisi tidak puas dan menyatakan kepayahan orang yang dibandingkan, entah sadar atau tidak. That's the point. Diakui atau tidak, ketika seseorang sudah dibanding-bandingkan, dan ternyata dia inferior, maka dia yang tertanam di kepalanya adalah gue kerdil, siapa yang membandingkan, apa pernah gue banding-bandingin di dengan orang lain. Naif sekali jika ada orang yang dibanding-bandingkan ternyata tidak pernah berpikir salah satu dari ketiganya.

Coba saja tengok siswa berprestasi, kebanyakan mereka itu tumbuh dari lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi budaya mengapresiasi. Kalau diwawancara, sepengetahuan saya (yang cethek ilmunya) belum pernah ada yang alasan prestasi belajarnya. Pun dengan para figur wirausaha, dengan konteks serupa. Kalaupun ada "pembandingan", wujudnya adalah rasa iri dalam makna positif untuk mengejar ketertinggalan. Tapi rasa iri tersebut adalah inisiatif diri sendiri, bukan dorongan orang lain.

Penyebab orang membandingkan di era digital saat ini salah satunya adalah media sosial. Banyak orang langsung ngiler pada saat ada kawan sedang piknik kemana, sedang beli apa, sedang meraih apa. Rasanya manusiawi kok iri dengan suguhan tersebut. Tapi bila membuahkan perbandingan, agaknya perlu diingatkan bahwa dunia tidak seindah media sosial.

Pada akhirnya, kita perlu menimbang, mana yang layak dibandingkan mana yang tidak, mana hasil perbandingan yang etis disampaikan mana yang tidak. Jika tidak bisa ikut memperbaiki performa, setidaknya jangan menyinggung hasil perbandingan kepada si inferior. Yang lebih sederhana, lebih baik ubah kebiasaan membanding-bandingkan dengan yang lebih produktif, bahkan mending tidur siang.