Teras Cihampelas

Masjid Buah Batu

Paket Beragam 8-besar Piala Presiden 2017

Tuntas sudah 30 laga putaran grup Piala Presiden 2017. Turnamen pra-kompetisi resmi ini menyuguhkan bentrokan 20 klub di lima stadion berbeda. Turnamen ini dibuka dengan gersangnya jala gawang lantaran sebagian besar dari 10 laga perdana berkesudahan 0-0 dan 1-0. Praktis hanya betrokan Sriwijaya FC versus Bali United yang menorehkan 4 gol dibagi rata. Namun 10 laga kedua dan 10 laga ketiga justru semua tim akhirnya berhasil melesakan gol dengan jumlah beragam.

Persib dan Semen Padang tampil sebagai kontestan paling dahsyat dengan menyapu bersih seluruh laga dengan poin 9. Status jaura grup C dan E pun digapai. Malahan mereka tercatat sebagai tim paling produktif dengan setengah serta satu lusin gol. Torehan yang mengerikan, apakah pertanda mereka bakal tampil agresif juga di babak 8 besar, mungkin saja. Di balik agresivitas Persib dan Semen Padang, mereka juga mencatatkan pertahanan yang spesial. Persib hanya kebobolan 1 gol, sedangkan Semen Padang sukses membangun 'tembok kokoh rapat' di depan gawang mereka dengan hasil nir-kebobolan. Yang menarik, rekor sempurnanya pertahanan Semen Padang ternayta mampu disamai oleh Pusamania yang bercokol di pucuk grup D hanya dengna bermodal 1 gol. Statistik Pusamania jelas membuat ngilu tim lain seperti PSM yang 4 golnya kurang cukup mengantarkan mereka lolos ke 8-besar.

Kelolosan Pusamania merupakan anomila terlalu 'gila'. Bermodalkan skuad junior, mereka terbukti tumpul di lini depan. Indikasinya jelas dengan sebiji gol yang sebetulnya berbau blunder bek Sriwijaya FC. Laga melawan Bali United dan Barito Putra pun bermuara skor kacamata. Tapi sekali lagi, kalkulasi dua hasil imbang plus satu kemenangan yang bermodal 1 gol sudah cukup melambungkan mereka menjadi juara Grup D. Gol ini juga mengandaskan asa Barito Putra yang sempat berpeluang lolos. Itulah menariknya sepak bola yang sarat kejutan dan fenomena satu gol yang bisa berujung panjang.

Bagaimana dengan Sriwijaya FC...
Terus terang Sriwijaya tidak tampil mengesankan. Prospek cerah lewat gol Hilton Moreira ternyata harus dibayar mahal dengan kontribusi si pemain atas dua gol balasan untuk Bali United. Sriwijaya sempat tampil membaik di laga kedua kontra Barito Putra, tapi blunder Yanto Basna dan Bio Paulin membuat Barito mencuri satu gol yang cukup lumayan. Basna malah meneruskan blundernya saat menjamu Pusamania di penghujung laga. Alhasil Sriwijaya pun musti merangkak ke babak 8-besar lewat status peringkat dua terbaik. Satu kebobolan saat bersua Bali merupakan buah dari pelanggaran, sedangkan dua kebobolan saat bersua Barito dan Pusamania adalah blunder. Jelas ada yang tidak beres dengan konsistensi dan mental untuk mengamankan wilayah pertahanan. PR bagi Widodo C. Putra alias kembarannya Eross Candra.

Sepadannya Standar

Dosen bukan profesi yang menjanjikan gaji, honor, atau apapun istilahnya yang tinggi. Silakan saja survey ke dosen di perguruan tinggi negeri, swasta, ataupun kedinasan. Angka yang disebutkan relatif di kisaran 1 s.d. 2 kali UMR. Jarang ada kasus yang mencapai 3 atau lebih kali lipat UMR. Kalaupun ada perguruan tinggi menggelontorkan uang dalam jumlah banyak, itu karena tunjangan, sertifikasi, jabatan struktural, dan semacamnya.

Tidak ada yang bisa diharapkan terkait finansial bila seseorang menempuh hidup di jalur ini. Jika dibandingkan dengan bekerja di sektor telekomunikasi, e-commerce, atau bahkan energi, percayalah gaji dosen itu (meminjam istilahnya Iko Uwais) "assalamualaikum (tangan masuk), walaikumsalam (tangan keluar)". Apakah kondisi yang menyebabkan banyak dosen punya usaha sampingan untuk memanfaatkan 7x24jam selama seminggu? Munafik rasanya untuk menyanggah opini tersebut. Tinggal bagaimana dosen mengupayakan usahanya tersebut dalam konteks halal atau tidak.

Sebagaimana dokter dan juga tentara, dosen juga profesi yang punya jenjang sangat panjang. Dosen yang usia karirnya masih belia ya begitulah finansialnya. Caranya agar sering nongkrong di S*buck ya harus punya sumber pemasukan lain. Caranya agar bisa beli perkakas ini itu ya nabung menyisihkan alokasi uang makan harian.

Tapi... serumit apapun kekurangan finansialnya, Allah punya perhitungan tersendiri buat umat-Nya.

Sudah ingin Berlari ^_^

gadis ini selalu hiperaktif dan nyaris tidak kenal putus asa untuk berusaha berjalan, dan malah berlari...

Nggelandang di Galeri Nasional

Taman Sejarah, Murah Meriah Menatap yang Cerah

Review of SPIS 4th Session

Ini adalah pertemuan yang sangat 'nggak IF banget', yaitu Capture the Enterprise's Business Ecosystem. Barangkali kawan-kawan di Fak. Rekayasa Industri serta Fak. Ekonomi dan Bisnis sekian level di atas saya dalam memahami materi hari ini. Tapi, kembali ke substansi awal bahwa tujuan dari PSSI adalah menyediakan strategi SI/TI yang selaras dengan kebutuhan bisnis. Maka, sudah haqqul yaqin pemahaman bisnis menjadi kompetensi untuk diperlukan untuk menghasilkan rencana strategis SI/TI yang berkualitas. Mohon maaf bila diantara kawan-kawan yang informatika garis keras agak susah mencerna bahasan kali ini, hehee.. Lingkup bisnis yang dipelajari di sini tidak terlalu luas, hanya fokus pada pemahaman kemampuan positif dan negatif di internal dan eksternal, faktor-faktor eksternal, serta analisis daya saing.

Jika dicermati, ada bayangan bus di bagian latar. Iya, ini ada representasi dari 'bus-iness' hehee



Kemampuan positif dan negatif yang dimaksud di sii sebetulnya mengacu pada SWOT. Ini merupakan alat bantu yang sangat populer, bahkan banyak ormawa di IT Telkom/Universitas Telkom yang biasa menggunakannya. Untuk menjelaskannya pun relatif mudah, hanya saja disisip konsep bernama TOWS analysis di sesi ini. TOWS analysis sebetulnya merupakan pengolahan lanjut yang 'membicarakan' bagaimana menanggapi kumpulan informasi dari analisis SWOT sebelumnya. Ulasan SWOT ini saya sajikan di akhir karena untuk menyimulasikannya dapat dikombinasikan dengna PEST serta Porter's Five Forces sebagai masukan.



Faktor eksternal mengacu pada analisis PEST. Empat dimensi, yaitu politik, ekonomi, sosial, dan teknologi, menjadi faktor-faktor yang memengaruhi keberlangungan organisasi yang hidup bersosial di lingkungan yang dinamis. Faktor-faktor tersebut perlu dijelaskan dalam beberapa contoh sebagai pemantik 'harusnya seperti apa sih'. Selanjutnya, perkuliahan bergeser ke analisis persaingan yang mengacu pada alat bantu Porter's Five Forces atau P5F. Ini adalahalat bantu yang sudah dianut oleh banyak organisasi selama nyaris empat dekade. Ada liga dimensi yang diakomodasi di sini, mulai dari persaingan pendatang baru, persaingan produk pengganti, persaingan sesama produk, daya tawar pembeli, serta daya tawar pemasok. Kelimanya merefleksikan ancaman-ancaman, namun bisa juga peluang-peluang, yang perlu disikapi oleh organisasi terkait daya saingnya. Baik PEST maupun P5F ini digunakan sebagai bahan simulasi dan diskusi tiap kelompok. Harapannya, mereka bisa memahami secara nyata, bukan sekedar teoretis.


Review of SPIS 3rd Session

Ulasan semakin asyik lantaran stabilitas kuliah mulai terbangun. Kawan-kawan mahasiswa mulai memahami apa yang selama ini diperbincangkan dalam kuliah PSSI ini. Dan kali ini perbincangan beranjak ke topik Ruang Lingkup PSSI. Penyakit lama sebetulnya masih timbul di sini, yaitu kawan-kawan mahasiswa belum membaca secara detail wujud dokumen PSSI itu seperti apa. Agaknya mereka terlalu sibuk sehingga tidak sempat. Tidak masalah, hal tersebut menjadi PR pasca-UTS. Yang menjadi fokus saat ini adalah mengenalkan ekosistem di organisasi yang akan mengisi 'daftar menu' saat melahap dokumen PSSI-nya. Jargon yang langka disebut sebelumnya seperti tata kelola TI, infrastruktur TI, serta arsitektur TI menjadi target di pertemuan ini.

Bicara tata kelola relatif sulit. Alasannya sederhana, ini adalah terminologi manajemen, bahkan dengan ditempelkan 'teknologi informasi' menjadi 'Tata Kelola TI' pun tidak otomatis membuat para manusia TI/informatika memahaminya. Perlu sejumlah ilustrasi dan analogi untuk membumikan istilah ini. Memang ada definisi teoretis dari sejumlah pakar, namun sifatnya agak 'njelimet' bagi mahasiswa yang pengalaman kerjanya sebatas kerja praktik. Alhamdulillah sebelum pertemuan sempat mengumpulkan beberapa gagasan ilustrasi sebagai studi kasus. Untuk bahasan tata kelola ini, sesi ini fokus untuk menjelaskan bagaimana dokumen PSSI memuat struktur unit SI/TI yang diharapkan ke depannya. Ada pula sedikit menyinggung kebijakan TI yang diperlukan di organisasi tersebut, tapi hanya disinggung secuil karena ulasan kebijakan TI bakal dibahas pertemuan kelima.




Ulasan kedua, yaitu infrastruktur menjadi hal yang tidak kalah menarik. Alasannya simpel, infrastruktur TI merupakan barang yang sering dipakai oleh mahasiswa IF tapi mereka sendiri kurang memahami definisi dan hakikatnya. Saya perlu menjelaskan konsep infrastruktur itu seperti apa. Alhamdulillah bekal analogi manusia-rumah-tanah dari perkuliahan Pak Bob Hardian banyak membantu di sini. Sedikit demi sedikit, pembahasan bergeser pada konsep infrastruktur dalam konteks TI, termasuk pula fenomena-fenomena, cenderung permasalahan klasik, pemanfaatan infrastruktur yang rumit di dalam organisasi.



Ulasan terakhir dari pertemuan ini adalah arsitektur TI. Diskusi untuk ulasan ini diawali tentang maksud dari arsitektur sebagai model/ilustrasi dari sebuah ekosistem. Kemudian, dilanjutkan membahas jenis-jenis arsitektur dalam konsep enterprise, yaitu arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi, dan arsitektur teknologi informasi. Alhamdulillah bekal proyek RITI di KESDM kemarin membantu saya dalam menjelaskan manfaat penggambaran arsitektur ini walau dengan tayangan contoh yang berbeda.



Di pekan berikutnya kami beranjak ke pertemuan keempat tentang Menangkap Ekosistem Bisnis pada Organisasi.

Petaka Bernama PSG

Kejutan terbesar babak 16-besar UEFA Champion League atau UCL atalah dilumatnya FC Barcelona 0-4 oleh PSG. Skor yang keterlaluan untuk klub yang hanya menang sekali dalam 8 pertemuan sejak 2010. Terlalu parah juga untuk Barcelona yang kurang dari sepekan sebelumnya baru saja menghajar lawannya 6-0. Sebelum pertandingan ini, nyaris di berbagai aspek Barcelona diunggulkan. Namun, apa yang terjadi di lapangan merupakan kejutan yang di luar bayangan siapa pun, bahkan mungkin para pemain PSG sendiri.  Saya tidak pernah menghitung berapa kali menonton Barcelona berlaga dengan hasil nirpoin, termasuk saat melawan tim medioker macam Celta Vigo atau malah tim kelas kakap seperti Real Madrid. Yang mengejutkan penampilan kemarin adalah permainan terburuk, versi saya lho ya, yang pernah saya lihat. FC Barcelona bermain tanpa penetrasi, kalah gesit dan mudah diserobot bolanya oleh pemain PSG. Hal yang sangat langka terjadi, bahkan Real Madrid pun tidak pernah menggebuk Barcelona dengan cara demikian. Lini belakang Barcelona memang bermain buruk, tapi masih relatif 'wajar' dibandingkan lini tengah yang kolaps.

PSG kini berdiri sejajar dengan FC Bayern Muenchen serta Athletic Club Bilbao yang berhasil menghajar Barcelona dengan skor sama sejak 2007, 4-0. Muenchen di semifinal UCL 2012-2013, sedangkan Bilbao final Supercoppa Espana 2015. Sebetulnya masih ada Real Madrid dan Celta yang mampu menceploskan 4 gol ke gawang Barcelona, tapi mereka masing-masing mampu dibalas Barcelona dengan 1 dan 3 gol. Yang bikin ngeri, Muenchen maupun Bilbao di 90 menit laga kedua masih sukses mempertahankan kemenangan agregat. Bilbao memang kalah di laga kedua 1-2, tapi agregat 2-5 membuat Barcelona gigit jari. Muenchen malah lebih gila lagi dengan gelontoran tiga gol yang berarti agregat menggila 0-7. Di dua pasang laga tersebut, memang ada fenomena tersendiri. Bilbao memecundangi Barcelona saat mesin klub Barcelona belum panas lantaran Supercoppa Espana adalah kompetisi yang 'tahu-tahu final' sehingga tidak ada pemanasan. Plus, Barcelona terlalu meremehkan Bilbao lantaran gelontoran treble di musim 2014-2015. Saat digebuk Muenchen, Barcelona dalam kondisi kritis, yaitu kerap ditinggal pelatihnya yang sakit. Di kompetisi domestik, La Liga, pun sedang adu sprint dengan Real Madrid. Sementara itu di Copa del Rey sudah disingkirkan oleh Real Madrid. Bagaimana dengan kekalahan PSG ini?

bencana...
sumber gambar dailymail.co.uk

Bisa dibilang, situasi Barcelona memang tidak ideal. Mereka memang lolos ke final Copa del Rey. Tapi, nasib di kompetisi domestik sangat memprihatinkan. Tertinggal 1 s.d. 7 poin dari Real Madrid adalah bencana. Ya, jarak bisa menjadi 7 poin karena Madrid menabung 2 laga tunda. Sementara itu Barcelona gagal mendulang poin dari laga yang sepintas mudah seperti kalah dari Deportivo Alaves hingga dibungkam Celta Vigo. Memang betul, FC Barcelona belakangan ini patut dipertanyakan komitmennya mencaplok trofi La Liga. Alasannya sederhana, beberapa hasil minor menghampiri justru di saat mereka dituntut konsentrasi mengumpulkan poin mengingat jarak antara mereka dengan pemuncak klasmen, Real Madrid, kian menjauh. Ada apa dengan Barcelona. Peluang mempertahankan gelar tengah terancam, ya bola berpihak ke Madrid sekarang.

Namun di tengah suasana kurang meyakinkan di kancah La Liga, Barcelona justru sempat diunggulkan melaju kencang di UCL. Faktor kegagalan dramatis atas Atletico Madrid plus penampilan gemilang di putaran grup sedikit banyak meguatkan aroma kebangkitan. Tapi, jagoan ini justru terkapar di 90 menit pertama laga 16-besar. Babak yag terlalu dini bagi Barcelona meningat mereka selalu lolos 8-besar sejak 2007-2008, hanya di musim 2013-2014 dan 2015-2016 gagal menembus semifinal. Artinya musim ini tradisi gemilang Barcelona terancam punah.

Masih ada 90 menit, tapi beban mengejar skor defisit empat gol adalah hal yang sangat sulit, itu pun hanya untuk hasil imbang menuju perpanjangan waktu. Jika ingin lolos otomatis ya tentunya lima gol. Lawan mereka adalah juara bertahan Ligue 1 Prancis yang sudah mulai lancar berkiprah di UCL. Belum lagi jika PSG melesakkan 1 gol tambahan, Barcelona wajib menggelontorkan enam gol. Bukan perkara mudah. Barcelona memang pernah digebuk AC Milan 0-2 lalu membalas 4-0 di laga kedua. Tapi selisih 4 gol berbeda levelnya. Pertanyaan sederhananya kini dua. Apa sebenarnya yang terjadi di lini tengah Barcelona di laga kemarin? Kedua, bagaimana strategi nanti untuk menceploskan 5 gol ke gawang PSG?

a view from 8th


Lirik lagu Anak Negeri

Belakangan lagi demen lagu ini, padahal lagu hampir 20 tahun yang lalu lho...barangkali kesederhanaan aransemen serta keanggunan lirik yang dihidangkan... itulah khas lagu-lagunya Kato Bagaskara

Menghirup bau rumputan
Di tengah pegunungan hijau
Batinku tersenyum mesra kepadamu

Di pantai temui ombak
Surya merah tenggelam
Duhai pesona mewarna jiwa kepadamu

Tanahku alam persada
Dimana tangisan pertama
Membelah keheningan jadi bahagia
Kuterlahir tuk bermakna

Menatap ragam budaya
Santun hati insan nan ramah
Selalu dijunjung tinggi
Citra hati bela bangsa

Tanahku bumi persada
Dentuman di jantung berkata
Kubangga tegak dan membusungkan dada
Anak Negri'pertiwi

Mantan Gaduh atau Petahana Angkuh?

Ciutan presiden ke-6 RI ternyata berbuntut panjang. Apa yang diciutkan oleh beliau sebetulnya hal yang wajar, yaitu keprihatinan akan kondisi bangsa yang dirundung banyak fitnah. Rasa-rasanya tidak perlu jadi mantan presiden untuk mengutarakan hal seperti itu. Rakyat jelata seperti saya pun sudah penat. Tapi, berhubung yang bersangkutan memiliki ikatan politik selaku pimpinan partai oposisi plus status "mantan", maka apa yang diciutkan mengundang kehebohan tersendiri. Sulit membandingkan 10 tahun era beliau dengan 2,5 tahun presiden ke-7 karena banyak variabel yang tidak lengkap catatannya, dan ujung-ujungnya untuk apa membandingkan jika tidak membuahkan solusi. Dari sudut pandang saya pribadi, apa yang diciutkan beliau sangat wajar dan menjadi bukti bahwa, walau tidak menjabat, seorang negarawan harus bersuara, apalagi pemerintahan beliau pun relatif tidak seriuh sekarang.

Hanya saja, lagi-lagi kita perlu menyimak detail bahwa jabatan sebagai pimpinan partai oposisi membuat beliau kurang disukai oleh jajaran petahana. Apalagi, di ajang Pilkada DKI 2017 ini, putra beliau merupajan calon gubernur yang disokong partai oposisi ini (serta secuil partai pemerintah) dan berhadapan dengan calon gubernur dan wakil gubernur yang seluruh penyokongnya adalah partai pemerintah alias petahana. Sulit ini menganggap pilkada ini tidakada sangkut pautnya dengan kepentingan pusat. Buntut dari ciutan beliau cukup panjang ternyata. Sosok beliau menjadi incaran untuk dicitrakan negatif pada agenda bertajuk Jambore Mahasiswa, ajang yang masih tidak jelas penyelenggaranya tapi terindikasi kuat aktor di belakangnya merakan barisan petahana. Lebih lanjut lagi, terjadi demo di rumah beliau di kawasan Kuningan yang merupakan ekpr dari genda provokatif tersebut. Kisah makin gaduh setelah beliau mencurahkan kegelisahannya atas peristiwa tersebut di media sosial. Kali ini beliau langsung memberikan nama jabatan atas pertanyaan yang dituju, yaitu presiden dan kapolri. Namun kenapa nggak langsung di -mention sih?

Tapi sikap yang ditunjukkan pemerintah sangat dingin. Tutur bahasa dari pejabat seperti Menkopolhukam dan Sekretariat Kabinet terkesan jelas meremehkan dan menganggap cengeng aduan mantan presiden mereka. Bagaimana dengan kapolri? Ah tampaknya beliau sudah disekap agenda pilkada DKI, sidang kasus penistaan agama, dan rencana sertifikasi ulama. Praktis atensi simpatik hanya ditunjukkan oleh  wakil presiden. Tentu sebuah pertanyaan besar mengenai etika pemerintah petahana dalam melayani mantan orang nomor 1 di NKRI ini. Apakah petahan tidak menyadari bahwa masyarakat kian meragukan sikap kesatria pemerintah saat ini?

Hoax Everywhere

Dunia semakin berwarna kromatik, bukan untuk alasan seni, namun releksi murah lantaran sikap subjektif dalam penyebaran informasi. Susah untuk mengidentifikasi kebenaran informasi. Bisa dibilang, kebenaran informasi hanya berjarak tipis dengan kebohongan alias hoax. Tipisnya itu mirip uang kertas, sangat tipis tapi berkebalikan. Berkebalian sehingga yang hoax bisa melipat yang benar.

Sulit membantah bahwa masyarakat Indonesia, bisa dibilang, dalam titik nadir dalam konteks literasi informasi. Panasnya Pilpres 2014, Pilgub DKI 2017, insiden penistaan agama, konflik sekuler vs religi, hingga disorientasi pemerintah dalam mengambil kebijakan, banyak faktor yang menggiring kita ke lingkungan gersang ini. Ada media yang secara jelas-jelas keberpihakannya dan penggiringannya. Ada pula media yang bertipe "lem tikus", namanya sih berbau Islam tapi isinya mengumbar fitnah. Masyarakat ini terlalu gampang disulut. Berita dengan judul provokatif plus gambar/foto yang didramatisasi ternyata tidak diimbangi dengan memeriksa kebenaran beritanya. Kebiasaan "hemat paket data" ternyata malah menyeret orang bersumbu pendek. Umat Islam, dan sebetulnya umat agama lain juga, adalah korban dari berbagai informasi hoax. Tapi kami punya andil atas blunder kami sendiri.

Benar adanya tanda-tanda akhir zaman semakin dekat, yaitu fitnah dimana-mana.

Karya Lokal untuk Seberang Asia

Produk tekstil Indonesia di bidang olah raga sebetulnya tidak punya catatan yang mengesankan bila ditengok dari statistik ekspor. Praktis kenyataannya hanya sebagian produk Nike dihasilkan dari tangan-tangan WNI di beberapa titik di Indonesia. Selebihnya kita kurang mampu menembus pasar internasional secara umum. Barangkali prestasi Specs yang sempat menjadi supplier dan brand resmi dari Trengganu, klub sepak bola asal Malaysia, menjadi catatan spesial yang sulit diulangi. Setelahnya sulit bagi perusahaan lokal menjamah klub luar negeri. Jangankan menjamah klub luar negeri, yang terjadi malahan Nike, Joma, dan Diadora terus menggempur. Beruntung klub seperti Persipura, Arema, dan Persib masih percaya pada merk lokal, sehingga gempuran asing masih tertahan. Namun di balik sikap 'bertahan' ini, diam-diam salah satu merk lokal Indonesia resmi dipercaya sebagai apparel bagi klub asal Suriah, yaitu SC Aleppo. Merk yang dimaksud adalah MBB.

Nama Aleppo terus terang sempat ramai dibicarakan di Indonesia. Bukan karena prestasi klubnya, melainkan kehancuran kotanya lantaran perang saudara di Suriah. Bahkan orang baru tahu nilai histori kota ini saat kota ini porak-poranda. Ternyata di balik kacau balaunya perang, sepak bola Suriah masih berdenyut. Bahkan, mereka mau berbisnis dengan perusahaan asal Indonesia, yaitu MBB tersebut.

sumber www.mbbbogor.co.id

Melihat desain yang ditayangkan di web MBB, terus terang saya meliaht kualitas desain yang mumpuni. Mereka mampu menyerap identitas khas Kota Aleppo untuk dipajang di bagian depan jersey SC Aleppo, yaitu benteng. Tentu bukan hal yang mudah untuk menghadirkan identitas seperti ini karena proses desain motif bayangan seperti ini memiliki risiko tersendiri, terutama seberapa bagus kain yang dipakai untuk proses pencetakan. Namun dengan adanya kerja sama yang sudah deal ini, saya yakin bahwa MBB menyediakan kualitas yang layak ekspor.

Review of SPIS 2nd Session

Ulasan tentang PSSI dua pekan lalu mulai 'keras' karena saya harus banyak menyuguhkan contoh-contoh konkret situasi SI/TI di beberapa perusahaan. Bekal pengetahuan ataupun pengalaman terkait ekosistem SI/TI, baik di pemerintahan maupun organisasi swasta relatif membantu. Saya sebut relatif karena mahasiswa yang saya ajar tidak semuanya punya pengalaman KP yang luas, atau bahkan pengalaman kerja secara langsung. Di awal sesi saya memaparkan kondisi dinamis organisasi yang dipengaruhi berbagai hal seperti situasi politik, hingga kultur manusia di dalamnya. Selanjutnya saya mengajak para mahasiswa 'berkenalan' dengan berbagai fenomena 'ajaib' pegawai unit SI/TI yang tidak terbayang saat kuliah, mulai dari palugada hingga dianggap alien.

Analisis struktur Direktorat Sistem Informasi di Telkom University

Tantangan semakin menanjak ketika harus memaparkan beragamnya 'nasib' unit SI/TI di berbagai studi kasus organisasi. Ada yang mendapatkan kasih sayang dari jajaran direksi, namun ada yang mirip seperti lagu 'Kekasih yang tak Dianggap. Di bagian ini sesekali saya menyimulasikan dialog-dialog untuk mengilustrasikan bagaimana proses koordinasi atara direksi, unit SI/TI, serta unit lainnya. Proses simulasi/ilustrasi ini juga menjadi jurus saya untuk mendeskripsikan bagaimana cara kerjanya organisasi/forum bernama IT Steering Commitee, kosakata yang tampaknya terlalu asing bagi mahasiswa S1.

Etdaah makhluk apa ITSC itu...

Terakhir saya megimpor konseptual pembentukan sasaran strategis dalam organisasi. Ini adalah materi kuliah yang sangat tidak IF, ya iyalah, ini kan arahnya ke manajemen. Hehee

67UI


A, lalu ...

Universitas Telkom masih dihinggapi suasana riang lantaran predikat A selaku perguruan tinggi yang berhasil diraih. Predikat ini dapat dikatakan angin segar saat usia universitas ini memasuki tahun keempat. Untuk ukuran perguruan tinggi swasta yang belum genap setengah windu, prestasi ini bisa dibilang kelewatan istimewa. Namun dengan status sebagai suksesor empat perguruan tinggi, salah satunya Institut Teknologi Telkom, maka predikat ini menjadi bukti non-formal bahwa proses transformasi telah mampu membuahkan perguruan tinggi yang mampu melejit di kancah pendidikan tinggi Indonesia.



Akan tetapi prestasi ini sebetulnya menjadi ajang evaluasi yang kebetulan bumbunya manis. Saya terus terang agak samar untuk membandingkan kualitas operasional dan kualitas akademik IT Telkom dengan Universitas Telkom. Alasannya sederhana, saya berada di posisi berbeda, dulu mahasiswa sedangkan saat ini dosen. Banyak proses bisnis, walah bahasa anak SI/TI, yang 'terlihat' jauh lebih rapi dan sepengamatan saya, ada andil SI/TI. Ya, predikat A ini tidak lepas dari peran SI/TI di Universitas Telkom yang menjadi media untuk mengoperasikan berbagai proses bisnis yang ada di sini. Memang sulit untuk menyebutkan berapa persen kontribusi, maka silakan saja lakukan 'blusukan' ke ekosistem Universitas Telkom kini.

Saya berharap predikat ini mampu disikapi dengan bijak. Kita perlu mengubah paradigma inferior yang selama ini mendekap lantaran status sebagai kampus swasta. Pada kenyataannya, minimal pengalaman angkatan saya, status swasta tidak berpengaruh saat mencari pekerjaan. Kita pantang minder karena kampus ini diakui kualitas layanannya. Namun, di sisi lain kita pula pantang sombong karena predikat ini punya tanggal kadaluarsa. Mau sampai kapan 'mencantumkan' huruf ini di website ataupun brosur jika tidak ada peningkatan kualitas. Ya, predikat A bukanlah akhir dari perjuangan civitas akademika, justru itu hanya 'sanjungan sesaat' yang harusnya memacu kualitas untuk lebih ditingkatkan lagi.