11 Pulau 17 Provinsi

Salah satu keinginan sebagai WNI yang baik, versi saya tentunya, adalah mengunjungi 34 provinsi yang ada. Target yang bagi sebagian orang aneh, dan tentunya bakal ditimpali komentar 'buat apa'. Alasan saya sederhana, saya ingin melihat dan merasakan bagaimana kekuasaan Allah atas Indonesia, negara 13.000-17.000 pulau, 34 provinsi, beratus suku bangsa, beratus pula bahasa/dialek, serta tak terhingga keragaman hayatinya. Sejauh ini, iseng-iseng saya mencacah hasil 'blusukan' 25,5 tahun saya smebari berdebar menunggu sampainya kereta ini di Stasiun Jatinegara. Alhamdulillah sudah 17 provinsi yang pernah saya singgahi, bahkan diami selama sekian waktu. Artinya 50 persen provinsi di Indonesia pernah saya lalui. Kalau mau menyimak dari sisi geografis, ternyata sudah 10 pulau, tentu jauh dibandingkan banyaknya pulau yang belasan ribu hehee.

Pulau Jawa
Pulau dimana saya dilahirkan 25,5 tahun lalu. Praktis dari TK hingga S2 saya habiskan di pulau 'beras' ini. Bahkan belum pernah saya mengalami mudik antar-pulau, barangkali tahun depan ke Pulau Sumatera. Alhamdulillah dari 6 provinsi yang ada di Pulau Jawa, semuanya pernah saya tinggali. Jawa Tengah tentu sebagai tempat saya tumbuh lebih dari 17 tahun sejak jabang bayi. Selanjutnya saya merantau di Jawa Barat untuk kuliah dan tempat saya bermukim bersama istri. Di rentang pasca-lulus S1 hingga sekarang, saya masih punya urusan pencarian nafkah di DKI Jakarta, provinsi paling 'wah' dari berbagai sisi hingar bingar. DI Yogyakarta, ah provinsi ini selalu mengademkan suasana hati. Provinsi yang secara unik dan rutin selalu saya kunjungi dari 2009, entah itu dalam rangka kuliah, ekstra-kuliah, piknik, hingga urusan pekerjaan. Jawa Timur, sebetulnya ini provinsi yang tidak terlalu akrab dengan saya lantaran keberadaan saya di sini hanya sebagai 'numpang lewat' menuju Bali ataupun NTT. Banten, situasinya pun serupa, saya berada di provinsi ini karena keperluan menuju Bandara Soekarno-Hatta serta 'nebeng' lewat menuju Lampung, walau sebetulnya ada juga beberapa kali menginap di sanak yag berlokasi di provinsi ini.

Pulau Sumatera
Pulau yang saya kagumi dari sisi budaya dan geografis. Belum pernah saya melihat pulau yang paling beragam suku bangsanya di Indonesia, kecuali ya pulau ini. Pertama kali saya ada di Pulau ini sekitar 3 tahun lalu, tepatnya 'ekspedisi Siger-Tanjak' saat saya 'menghilangkan diri' ke Bandar Lampung serta Palembang. Tak disangka di awal 2015 saya menjalani ekspedisi lain yang lain dari yang lain, yaitu lamaran ke calon istri di Aceh. Ya, Allah menakdirkan saya berjodoh dengan seorang perempuan Aceh, lebih tepatnya paduan Aceh-Minang. Maka, di tahun yang sama pulalah saya kembali ke Aceh untuk 'menjemput impian'. Tak lupa, saya pula menjejakkan kaki di Sumatera Utara walau statusnya hanya transit hehee. Di tahun yang sama, saya beserta istri diundang pula menghadiri pernikahan sepupu istri di Kota Padang. Kalau dihitung-hitung, itu menjadi debut saya di Provinsi Sumatera Barat. Sayangnya, saya tidak banyak berkesempatan jalan-jalan karena ada agenda ICACSIS esok harinya.

Pulau Kemaro
Tak lengkap memang ke Palembang tanpa kita menyusuri Sungai Musi dan berlabuh ke Pulau Kemaro. Alur ngebolang di tahun 2013 menyeret saya ke pulau yang sebetulnya saya juga bingung, apakah ini benar-benar pulau atau hanya delta. Berhubung orang menyebutnya pulau, saya manut saja.

Pulau Bali
Sebetulnya ini adalah pulau pertama yang pernah saya datangi di luar Pulau Jawa tentunya. Saat itu dalam rangka study tour SMA, dan tak lengkap jika menyebut 'Sangeh Gank' alias para siswa-siswa ble'e di Bus No.4 yang ya begitulah. Takdir bergulir, saya berkesempatan ke Bali di awal 2013, kali ini dalam rangka ikut menyeberang dari Pulau Lombok.

Pulau Penyu
Daratan yang terpisah dari Pulau Bali ini sudah ditetapkan sebagai wisata alam berisi fauna-fauna jinak yang terpisah dari Pulau Bali. Pulau ini merupakan 'fitur plus' saat berkunjung ke Pulau Bali.

Pulau Sulawesi
Gemericik Pramuka IT Telkom di tahun 2011 mendorong saya beserta Triyoga untuk mengadu ide ke Pulau Sulawesi, tepatnya Provinsi Sulawesi Selatan. Hajatan PNPPT yang digagas Pramuka Universitas Hasanuddin menjadi tujuan kami menggali gagasan-gagasan untuk mengembangkan Pramuka di IT Telkom. Bagi saya serta kang Yoga, ini merupakan pengalaman pertama kami, selaku orang desa, naik pesawat hohoo sekaligus berangkat ke sebuah pulau yang kami sendiri 'buta' ada apa di sini. Alhamdulillah sambutan di sana sangat ramah, bahkan kami diajak berkunjung hingga ke Bulukumba serta Bantaeng, termasuk Pantai Bira yang eksotik panorama alamnya dan juga 'pabrik' kapal Phinisi yang legendaris.

Pulau Ternate, Pulau Tidore, dan Pulau Maitara
Ketiga pulau ini saya singgahi dalam sebuah ekspedisi yang 'di luar dugaan' sebagai hasil kontes menulis e-business dengan studi kasus e-commerce Garuda Indonesia. Sayang sekali di ekspedisi tersebut rencana untuk berdua dengan istri kandas karena urusan teknis. Di luar hal itu, harus diakui ekspedisi ke tiga tersebut sangat luar biasa. Saya belajar banyak bagaimana budaya dan sosial yang sangat sederhana menjadi pegangan hidup masyarakat Ternate Utara. Belum lagi menyinggung digdaya pesona alamnya yang masih asli. Saking aslinya, saya merasa bersyukur bisa menunaikan target nge-bolang sebelum matahari terbenam hehee.

Pulau Kalimantan
Ini merupakan pulau yang baru pertama kali saya kunjungi persis di tahun ini. Kebetulan agenda ICSITech yang dihelat di Balikpapan memberi saya kesempatan untuk menjelajahi kota tersebut sekaligus menyempatkan berlibur bertiga dengan istri serta anak. Petualangan di Kalimantan Timur ternyata memiliki kelanjutan berupa berpetualangan kilat di Kota Pontianak dalam rangka program SiVION.

R.U.N.


Untold Pressure

Like a damaged gadget
Unconcious attendance dissapear
While miles and miles never grow up
Would it be woke up earlier

Green mountain with some thin fog
Lying on another place
Brightful shadow leave the light
Light with worried hope and passion

I've lost my insight before
Through continuous mistake
Wherever seasons built up
Later we will talk using future wire

I've been affected after
Without ears and heartbeats
Whenever useless milestone
Someday it will be never discloreable

Nafas Indonesia Diperpanjang

Lesakan gol Stefano Lilipaly ke gawang Singapura menjadi obat yang memperpanjang nasib Indonesia di kompetisi AFF 2016. Gol menggenapi sumbangan Andik Vermansyah untuk mengangkangi gol tunggal Singapura melalui Khairul Amri. Gol yang tentunya membuat Bangsa Indonesia kembali menaruh harapan pada 23 pemain timas setelah hampir 6 tahun bermuram durja. Nada pesimisme membayangi kiprah timnas di gelaran kali ini. Komposisi skuad yang 'dipagari' kuota maksimal dua pemain tiap klub membuat pelatih Alfred Riedl tidak punya banyak pilihan. Apalagi, hampir dua tahun pula Indonesia masuk 'black list' FIFA sehingga dicoret dari berbagai ajang, termasuk kualifikasi Piala Asia serta kualifikasi Piala Asia.

Euforia akan nostalgia AFF 2010 mulai dikumandangkan dimana Indonesia tampil dominan dan luar biasa sepanjang turnamen kecuali 90 menit di Bukit Jalil. Sejujurnya saya masih berharap Indonesia menapaktilasi gelaran AFF 2010, bukan karena kegagalan merengkuh trofi, tapi karena ada sebuah negara 'kuda hitam' yang juara dengan start yang 'berantakan'. Negara itu adalah Malaysia, rival abadi Indonesia di berbagai konteks.

Malaysia, merupakan lawan Indonesia di laga pembuka kala itu. Kedua tim sebetulnya punya catatan pertandingan yang relatif seimbang. Indonesia menang atas Malaysia ataupun sebaliknya bukan hal yang asing. Tapi skor 5-1 bagi Indonesia terlalu jarang terjadi. Praktis Malaysia harus menunggu hingga detik-detik akhir laga ketiga untuk bisa lolos ke semifinal. Itu pun harus menanti 'bantuan' Indonesia yang secara dramatis memukul Thailand. Selanjutnya, Indonesia meladeni Filipina yang secara mengejutkan tampil selaku runner up grup sebelah dan sebagaimana diduga Indonesia lolos ke final. Bagaimana dengan Malaysia. Mereka menggila di babak semifinal dengan memecundangi Vietnam, raksasa sepak bola ASEAN yang menjadi juara di grup sebelah. Alhasil, Indonesia pun bentrok 'kembali' dengan Malaysia. 'Reuni' menyedihkan berlangsung selama 90 menit di Bukit Jalil, lebih tepatnya insiden '10 menit 3 gol'.

Bagaimana dengan ekosistem sekarang. Entah mengapa ada kemiripan yang sekali lagi hanya kebetulan, tidak ada klenik di sini, yang ada hanya takdir Allah yang mempertemukan usaha manusia-manusia-Nya. Thailand melumat Indonesia 4-2 di laga perdana dan bahkan memaksa Indonesia bermain 'horor' lantaran hampir semua gol tersebut berbau 'kontribusi' pemain belakang Indonesia yang saat ini teledor. Laga kedua Indonesia pun masih beraroma horor lantaran hasil imbang melawan Filipina. Indonesia memang lolos berkat kemenangan atas Singapura 2-1. Namun, jika skor saat itu imbang ditambah Filipina vs Thailand berkesudahan 0-0 maka Filipinalah yang lolos lantaran selisih golnya yang impas, sedangkan Indonesia minus 1. Dalam ekosistem saat ini, Indonesia 2016 seolah memerankan Malaysia 2010, sementara itu Thailand 2016 bertingkah sebagaimana Indonesia 2010.

Selanjutnya Indonesia akan menantang Vietnam, negara yang pada 2010 lalu dihadapi oleh Malaysia. Thailand pun kini bersiap melawan Myanmar, yang tampil mengejutkan dengan lolos ke semifinal. Apakah Vietnam 2016 mengambil posisi sama seperti Vietnam 2010 dimana Myanmar 2016 menjalankan lakon seperti Filipina 2010. Apakah ada klenik di sini/ Tidak sama sekali tidak. Indonesia tidak patut berharapkan unsur aneh-aneh terjadi di sini. Indonesia hanya perlu belajar dari Malaysia yang mendadak tampil trengginas dengan melupakan kebobrokan penampilan mereka di babak grup. Malaysia tampil spartan membendung Vietnam untuk bersua di final.

Banyak orang kerap menyebut Spanyol di Piala Dunia 2010 sebagai contoh tim yang bangkit setelah kalah 0-1 di laga perdana lalu juara di akhir kompetisi. Ya, itu memang benar, namun apakah ada yang lebih gila dari diberondong 5 gol di laga pembuka tapi mengangkat trofi di laga final, barangkali baru Malaysia yang mengalaminya. Sekali lagi, tidak ada klenik dan tidak perlu berharap tuah sejarah. Yang patut dijalankan adalah yakin pada Allah, beroptimisi, serta berjuang di 180 menit semifinal. Apakah akan ada 180 menit di final. Biar Allah menjawab ikhtiar kita nanti.

Membidik Akhir Musim

Akhir musim alias akhir semester sudah di pelupuk mata. Perkuliahan TBA tadi siang persis menjadi tanda bahwa semua kelas yang saya ampu menyisakan hanya satu pertemuan. Pertemuan yang barangkali naif jika menyebut hanya mereka yang belajar. Barangkali saya yang lebih 'keras' dalam belajar mengingat posisi saya yang lebih banyak di depan panggung dibandingkan mereka. Tak lupa status sebagai dosen debutan turut menggenapi perjuangan di dimensi baru dalam konteks akademisi. Sangat menarik memang perjalanan yang belum tuntas ini.

Di dua kelas TBA yang saya asuh, saya mengawali dengan sebuah pesan dari Pak Ivan Fanany, seorang dosen ketje di Fasilkom UI. Pesan itu adalah 'satu ciptaan Tuhan yang tidak bisa dikalahkan manusia adalah waktu'. Kesannya ujar-ujar itu klise. Namun dalam siklus perkuliahan pesan tersebut sangat menghentak, tidak hanya bagi peserta didik, tapi juga pendidik. Segala kondisi positif maupun negatif yang mewarnai sepak terjang sampai dengan tengah masa perkuliahan harus diimbangi dengan sikap peka serta evaluasi rutin. Jangan sampai di akhir perkuliahan barulah timbul penyesalan lantaran ini dan itu. Sekali lagi, waktu yang bergulir itu sangat kejam, tidak bisa kembali, serta tidak pernah bisa dikalahkan manusia.

Pendidik pun harus bisa peka terhadap situasi tidak nyaman yang menimpa kelasnya. Tujuannya sederhana, agar esensi perkuliahan bisa tercapai, yaitu menerima ilmu untuk mengubah kondisi peserta didik menjadi lebih baik. Pendidik tidak bisa bersikap otoriter 'membunuh waktu' dengan membiarkan situasi yang tidak nyaman berlarut-larut. Rencana perkuliahan yang ditentukan di awal perlu dievaluasi secara mendadak untuk menentukan sikap yang tepat agar kenyamanan mahasiswa dapat tercapai.

Di kelas TBA serta LiTIK, masing-masing ada tantangan unik yang belum pernah saya hadapi, bahkan menilik pengalaman setengah tahun menjadi asisten dosen. Tantangan terbesar TBA adalah durasi mengajar 3 SKS alias standar 150 menit. Tentu hal yang sangat 'menelerkan' untuk mencerna materi TBA yang 'relatif' abstrak, apalagi dua kelas tersebut dilangsungkan pada jam 12.30. Wah nikmat kantuk dan kenyang mana yang mau didustakan. Perlu improvisasi sangat sangat sangat cermat dengan ekosistem tersebut. Ah kapan-kapan saya ingin mengulas bagaimana fenomena 3 SKS 150 menit ini.

Kelas LiTIK sepintas 'ringan' karena tidak sampai 150 menit. Namun yang namanya mata kuliah baru dengan praktik hampir 60 persen jelas membuat saya banyak memutar kepala. Berbagai tugas perlu saya susun dengan keterbatasan informasi serta infrastruktur. Faktor psikologis juga turut andil di dalam perkuliahan LiTIK ini. Menilik angkatan 40 yang menjalani tahun pertama, jelas ada beban moril untuk men-stir cara berpikir mereka. Perilaku haha-hihi ala SMA perlu ditekan dengan cara yang 'lincah'. Psilogis anak baru kuliah yang mencari jati diri membuat saya perlu aktif menelusuri jalan pikir mereka agar perlahan-lahan bisa memahami hakikat perkuliahan itu apa, khususnya bagaimana kiprah di dunia Sistem Informasi.

Akhir kata, saya sedang menikmati sepekan yang krusial menuju akhir perkuliahan ini. Pertemuan terakhir dalam konteks sesi kuliah di semester ini menjelang. LiTIK dengan presentasi tugas besarnya, sedangkan TBA dengan penyerapan materi Mesin Turing. Saya teringat kata-kata Budhy Haryono saat diajak bergabung dengan GIGI. 'Tawaran tidak terduga', ya begitulah awal dari petualangan satu semester ini. Semester selanjutnya masih mengacu ke lagu Ari Lasso 'Misteri Illahi'

KA Argo Parahyangan menuju Stasiun Jatinegara

Minimal Memotret Replikanya


Ada-ada saja objek yang disediakan pihak Bandara Kuala Namu untuk mengusir kejenuhan yang melanda penumpangnya. Objek yang sangat memancing perilaku berfoto ria bagi para pengunjung, bahkan saat kita sama sekali tidak tahu Istana Maimun selain namanya saja. 


Ternyata memang rezekinya memotret foto replikanya. Memang sih bisa memotret Istana Maimun versi aslinya, tapi dari jarak jauh yang kurang representatitf. Ya... semoga ada rezeki berkunjung di lain waktu.

Cerah di Kota Medan





Entalpi Silam

Ada warna di sela cahaya
Penuhi butiran tanya
Telaah buritan makna
Tentang lara hati tiada pulih

Ada batin yang dulu meradang
Penuhi koleksi memori
Menampik diorama persimpangan
Memagut rengut asa yang kalut

Gembira bukan hak bagi yang dia
Namun ganjaran saat gapai pelangi
Namun kerap pula nirwujud
Ada saja lelikuan menggoda

Review LiTIK Sesi 5

Materi kelima perkuliahan Literasi TIK adalah Membangun Pengetahuan. Hmmm, jujur untuk materi ini saya perlu bekerja keras karena ada beberapa konsep yang merupakan 'barang baru' bagi saya. Mau tidak mau saya menilik materi manajemen pengetahuan yang kebetulan tidak sempat saya ambil saat di MTI-UI. Oh ya, di awal materi saya dan mahasiswa ber-CLBK lagi dengan terminologi data-information-knowledge-wisdom karena kami perlu menetapkan pemahaman yang sama tentang maksud dari pengetahuan.



Agar lebih mudah, saya memanfaatkan sepasang video yang diterbitkan oleh Good News From Indonesia tentang keberagaman Bangsa Indonesia. Kebetulan di dalam video tersebut, ada sejumlah statistik yang merupakan penjelmaan dari data dan informasi. Alhasil mahasiswa dapat disuguhkan apa sih bentuk dari pengetahuan tersebut, tentunya selain suguhan desain visual yang kece hehee.


Tahap kedua dari materi ini terus terang agak berat, yaitu pemodelan pengetahuan. Saya perlu beberapa hari sebelumnya melahap maksud dari tiap jenis pemodelan yag disinggung di materi ini. Tentunya berbagai contoh/analogi juga perlu saya suguhkan agar mereka tdak bengong dengan apa yang saya ocehkan. Tak lupa saya berpesan bahwa ulasan kali ini bakal disambung dalam sebuah mata kuliah khusus, yaitu manajemen pengetahuan.

Review LiTIK Sesi 6

Materi teoritis pamungkas dari Literasi TIK ini adalah Aspek Sosial, Budaya, Ekonomi, Etika dan Legal dalam Penggunaan Informasi. Ini adalah materi terakhir sehingga saya maksimal penjelasan dengan menyinggung berbagai contoh nyata yang ada dalam keeharian, tentnya tanpa bermaksud untuk tidak maksimal dalam materi-materi sebelumnya. Aspek etika menjadi suguhan perdana di materi ini. Di sini beberapa etika penggunaan informasi dalam dunia digital dipaparkan dengan rujukan utama dalam buku Netiquette karya Virginia Shea serta RFC 1855. Terus terang saya menahan diri agar tidak 'curhat' tentang kelakukan beberapa oknum yang kurang sopan dalam mengajukan pertanyaan dalam menjapri saya via wa ataupun email. Nanti dikira titipan sponsor yang baper heheee. Oh ya, diulas pula tentang situasi di Universitas Telkom yang sempat mengalami kasus beda pemahaman mengenai mengemukakan kritik terhadap kampus melalui media sosial. Untuk urusan ini tampaknya, kampus perlu menetapkan standar yang konkret dan sesuai dengan perkembangan zaman.



Selanjutnya di aspek legal, saya menghadirkan beberapa regulasi yang menyinggung penggunaan ifnormasi, khususnya yang berkaitan dengan informasi di dunia digital. Pertama UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai manifestasi Indonesia sebagai negara yang demokrasi dan transaparan dalam siklus informasinya, tentunya di luar jenis jenis informasi rahasia, yaitu rahasia negara, rahasia individu, serta rahasia bisnis. Kedua UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai titik acuan awal bagaimana informasi elektronik alias informasi yang ber-sliweran di dunia digital perlu diolah secara aman. Ketiga regulasi yang khusus berlaku di Kementerian Keuangan tentang bagaimana penyimpanan dan pengelolaan data di kementerian tersebut. Tak lupa disinggung pula tentang fenomena cyber crime alias kriminal yang berkaitan dengan dunia digital serta fenomena plagiat di dunia digital.


Ulasan mengenai aspek etika dan legal memang sangat banyak sehingga apa yang dibahas terkait aspek ekonomi serta sosial-budaya tidak terlalu banyak. Aspek ekonomi menyinggung berharganya informasi ditinjau dari nominal uang, bisa karena faktor jual-beli secara langsung maupun faktor tidak langsung seperti hilangnya data karena bencana alam atau dicuri. Aspek sosial-budaya lebih saya tekankan bahwa dalam ekosistem masyarakat tertentu, boleh atau tidaknya informasi yang beredar akan berbeda-beda. Sebagai contoh mahasiswa STIN yang paling banter hanya tampak punggung di website-nya, sedangkan mahasiswa STAN masih tampak muka.

Review LiTIK Sesi 4

Materi keempat perkuliahan Literasi TIK adalah Pengelolaan Informasi. Jika di pertemuan sebelum titik strategisnya adalah bagaimana manusia menangkap informasi, maka di materi kali ini titik tersebut berada pada kajian mengenai bagaimana manusia megelola informasi yang telah ditangkap tersebut. Pengelolaan yang bagian pertama menyinggung proses pengumpulan dan penyimpanan informasi. Pada bagian awal, diulas sedikit tentang metode-metode pengumpulan data, mulai dari kuesioner, wawancara, hingga kajian literatur. Pada akhirnya, konteks Literasi TIK menjadi arah pembicaraan sehingga data dan informasi yang dibahas pun patut ditujukan pada konteks digital.


Materi ini mulai 'keras' saat membahas proses evolusi website dari masa 1.0, 2.0, hingga kini 3.0. Sebagai contoh, saya menyodorkan beberapa website tentang pariwisata. Oh ya, karena yang saya ajar adalah mahasiswa Fakultas Rekayasa Industri, maka juga menyelipkan pancingan bagi mereka untuk berpikir bagaimana makna perkembangan/evolusi website tersebut dari sisi bisnis.



Materi ini juga meyinggung tentang kerahasiaan informasi. Topik kali ini tentu menarik karena dalam beberapa kesempatan proyek, saya kerap berurusan dengan keamanan informasi yang tentu terkait erat dengna jargon 'kerahasiaan informasi'. Saya sempatkan diri untuk menyelipkan bahasan tentang metode autentikasi pada keamanan informasi, yaitu something you know, something you have, something you are, serta kombinasinya. Agar makin jelas, saya ajak mereka menyebutkan penerapannya dalam keseharian, misalnya akun di bank, akun di dunia digital.  Materi ini saya tutup dengan bahasan mengenai alat kolaborasi di dunia digital alias collaboration tools. Di sini saya terus terang mengalami kesulitan karena bagi sebagian mahasiswa, benda macam dropbox, google drive, ternyata agak asing. Maka eksistensi praktikum di luar jam kuliah saya jadikan sebagai wahana untuk mengenalkannya secara teknis.



Review LiTIK Sesi 3

Materi ketiga perkuliahan Literasi TIK ini adalah Critical Information Evaluation and Search Process alias Evaluasi Informasi Kritis dan Proses Pencarian. Materi ini mengulas bagaimana kita menangkap informasi yang kita perlukan lalu kita konfirmasi sesuai kebutuhan kita. Konteks informasi di sini sebetulnya berangkat dari makna umum informasi, hanya secara dalam ulasannya nanti secara perlahan difokuskan pada informasi di dunia virtual, tempat dimana kemampuan manusia mengelola perangkat digital sangat diperlukan.


Di awal materi, konsep hierarki data-information-knowledge-wisdom mulai diperkenalkan. Berhubung mahasiswa yang saya ajar ini adalah program studi Sistem Informasi, maka 'haram' bagi mereka jika sampai tidak bisa membedakan antara data vs informasi. Kalau dosennya wajib paham juga nggak ya hehee.. Selanjutnya ulasan tentang karakteristik informasi yang patut dipertimbangkan dalam mengevaluasi sumber informasi. Ulasan ini agak mirip dengan dimensi kualitas informasi yang ada di pertemuan sebelumnya. Lima hal yang jadi karakteristik tersebut meliputi authority, timeliness, relevancy, quality, serta perspective/bias. Ulasan lima karakteristik ini dapat disebut sebagai inti pertama dari meteri kali ini.


Bagian inti kedua adalah tentang pencarian informasi. Siklus pencarian informasi dipaparkan secara ilmiah dan bahkan cenderung detail. Sekali lagi, konteks yang disampaikan di awal adalah informasi dalam lingkup umum, termasuk di dunia nyata. Barulah kemudian disampaikan bagaimana ekosistem tersebut diterapka dalam konteks virtual alias digital. Ada empat metode ilmiah tentang pencarian informasi yang dikaji pada pertemuan ini, yaitu Kulthau, FLIP it, Alberta Inquiry, serta Big6. Agar mahasiswa bisa lebih memahami diferensiasi atas metode-metode tersebut, maka saya mengadopsi model diskusi kelompok terpumpun. Model diskusi ini diterapkan dengan membagi kelas ke dalam 4 kelompok yang masing-masing menerapkan sebuah metode pada sebuah kasus pencarian informasi tertentu. Hasil penerapan itulah yang kemudian dipresentasikan di depan kelas.

Al Qur'an Al Akbar

Meyadur Akselerasi Kota Palembang [1]

Palembang, sebuah kota yang sekitar dua windu lalu bukanlah kota yang dikenal, bahkan untuk ukuran sebuah ibu kota provinsi di Pulau Sumatera. Alasannya sederhana, masyarakat awam Indonesia lebih mengenal keberadaan Kota Medan, Kota Pekanbaru, Kota Padang, serta Kota Banda Aceh yang memiliki kekhasan masing-masing. Sulit bagi saya utuk menelusuri apa yang menarik dari kota serta provinsi tersebut.

Namun ada titik kebangkitan yang membuat Palembang kini tidak hanya berdetak, tapi berisik sebagai kota yang tengah membangun dapat menjadi pusat pergerakan Indonesia di bagian Barat. Titik tersebut adalah kesempatan menjadi tuan rumah PON XVI tahun 2004 silam. Saat itu Palembang terpilih sebagai tuan rumah hajatan nasional yang mengharuskan mereka melakukan pembangunan besar-besaran. Mereka patut mengakselerasi infrastrukturnya dalam tempo waktu yang singkat. Bahkan yang menarik adalah mereka tidak punya simbol kebanggaan di kancah sepak bola, cabang olah raga paling populer di negeri ini. Palembang memang punya PS Palembang, namun keberadaannya redup, jauh mengilap dibandingkan PSMS Medan, PSPS Pekanbaru, Semen Padang, maupun Persiraja Banda Aceh. Alhasil stadion megah yang dibangun, yaitu Jakabaring, yang notabene stadion sepak bola pun nir-klub. Maka, di tahun 2004 pula Pemda Sumsel menggaet Persijatim Solo FC menjadi Sriwijaya FC, klub kebanggaan tidak hanya untuk kota pempek tapi juga provinsi Sumatera Selatan. Urusan simbol klub ini akan didetailkan nanti.

Selanjutnya pasca-PON yang sukses tersebut, Palembang berhasil memanfaatkannya sebagai momen membangun infrastruktur menjadi mereka bisa bersaing dengan Medan, Pekanbaru, dan Padang. Di sinilah, Kota Palembang, dan juga Provinsi Sumatera Selatan, ternyata tidak berhenti maupun tidak berpuas atas 'warisan' tersebut. Mereka ternyata memiliki ambisi untuk tumbuh lebih jauh lagi. Kebetulan pula di tahun 2007-2008, klub Sriwijaya FC mencaplok double-winner Copa Indonesia dengan Liga Indonesia. Alhasil, masyarakat Indonesia pun mulai melirik eksistensi kota ini. Patut dicatat pula bahwa dengan adanya Srijaya FC di kancah sepakbola Indonesia, maka bakal memancing klub-klub lain bertandang ke Kota Palembang, yang ujung-ujungnya mendongkrak kebutuhan mereka sendiri untuk membangun infrastruktur, termasuk bandara, stadion, dan juga jalanan.

.... bersambung pesawat dari Bandara SMB II ke Bandara Kuala Namu....

Setelah hanya 1 Poin

1 poin setelah 2 laga merupakan rekor terburuk Indonesia di pentas Piala AFF. Bahkan dibandingkan edisi 2012 yang statusnya paling tidak siap pun, edisi tahun ini lebih memprihatinkan. Kini Indonesia di ujung tanduk. Tidak ada pilihan lain untuk lolos selain menang atas Singapura DAN Filipina dikalahkan oleh Thailand. Sekali lagi tidak ada pilihan lain.

Permainan Indonesia di dua laga kemarin memang masih jauh dari harapan. Apalagi 5 gol yang sudah bersarang di gawang Indonesia sebagian besar lahir dari situasi yang tidak perlu alias ada unsur blunder internal. Rasa-rasanya raihan 4 gol yang sudah ditorehkan ke gawang lawan menjadi terkesan biasa. PR yang harus segera dicari solusinya karena di laga ketiga nanti Singapura pun kondisinya tidak lebih baik dari Indonesia

Thailand sudah pasti lolos sebagai juara grup dengan mencaplok 6 s.d. 9 poin. Mereka tidak ada kepentingan lain di laga ketiga melawan Filipina nanti selain gengsi sebagai raksasa sepak bola ASEAN. Indonesia baru mampu mengais 1 poin dengan minus dua gol. Singapura pun hanya mampu mereguk 1 poin dengan minus 2 gol. Sementara itu, Filipina sedikit lebih beruntung dengan 2 poin serta selisih gol yang impas. Mari kita utak-atik kemungkinan yang ada.

Indonesia harus lolos dengan cara menang berapapun skornya atas Singapura, sedangkan Filipina kalah atas Thailand berapapun skornya. Tidak ada opsi lain karena jika salah satu tidak terpenuhi, maka Indonesia sudah pasti hanya jadi penonton di babak semifinal nanti. Singapura pun memiliki syarat yang hampir mirip, yaitu menang berapapun skornya atas Indonesia dan sisi lain Thailand menang berapapun skornya atas Filipina. Jika yang terjadi adalah Indonesia hanya bisa meraih hasil imbang alias total poin 2, maka Filipina menjadi tim yang lolos, bahkan jika mereka kalah atas Thailand selama skornya hanya 0-1. Kemungkinan ini terjadi karena dengan poin yang sama-sama 2, Filipina punya tabungan gol lebih baik daripada Indonesia serta Singapura. Tapi jika Filipina kalah telak atas Thailand, minimal selisih dua gol, maka Singapura cukup meraup hasil imbang atas Indonesia.

Filipina, Indonesia, dan Singapura, tiga tim yang hasil 'perbuatan' di laga ketiga nanti akan saling memengaruhi. Tidak ada yang bisa bernafas lega setelah 90 menit yang dilaluinya karena harus menengok skor di laga sebelahnya. Misal Indonesia atau Singapura menang, maka total poin 4 bakal nirmakna jika Thailand justru mampu ditekuk oleh Filipina yang mengoleksi 5 poin.

Kondangan lagi

Dan kembali kami "mempertajam" CV aira sebagai bayi yang kerap beperpgian di usia yang baru 7 bulan

S1 Teknologi Informasi, wewww

Kabar yang sebelumnya sekedar isu akhirnya dipublikasikan resminya sepekan lalu, yaitu eksistensi program studi S1 Teknologi Informasi. Dengan afiliasi di Fakultas Informatika, maka akan ada tiga program studi S1 yang memang bertetangga. Sebelumnya, sudah ada Teknik Informatika serta Ilmu Komputasi sebagai komponen FIF di ranah S1. Yang lebih menarik, jika kita menyinggung fakultas tetangga yang memang sebetulnya satu rumpun dengan tiga program studi. Universitas Telkom memang sudah punya S1 Sistem Informasi di Fakultas Rekayasa Industri serta S1 Sistem Komputer di Fakultas Teknik Elektro.

Dengan kata lain, Universitas Telkom punya 5 program studi berbasis komputasi ataupun rumpun ilmu komputer. Sebuah fenomena yang unik karena di perguruan tinggi lainnya hal ini sangat jarang. Universitas Indonesia hanya punya tiga, yaitu Ilmu Komputer, Sistem Informasi, serta Teknologi Informasi. Malah SI dengan TI ''dibuat'' berpasangan antara S1-SI dengan S2-TI. Institut Teknologi Bandung pun hanya punya dua program yang serumpun di ranah S1, Teknik Informatika serta Sistem dan Teknologi Informasi. Kampus lain kebanyakan malah hanya membangun Teknik Informatika saja.

Yang menarik, salah seorang dosen beberapa bulan sebelumnya sempat berujar bahwa kalaupun nantinya ada program studi Teknologi Informasi, maka ini merupakan pengembangan lanjut dari Kelompok Keahlian/KK Telematika yang ada di program studi Informatika. Hmmm, jauh sebelum bertransformasi universitas, S1 Teknik Informatika memang sudah mempunyai tiga KK, yaitu Telematika, SIDE, serta ICM. Menariknya, ketiga KK ini mirip dengan program studi lainnya lho. Mahasiswa yang fokus SIDE akan menyerupai mahasiswa S1 Sistem Informasi, begitu pula Telematika dengan S1 Sistem Komputer dan ICM dengan S1 Ilmu Komputasi. Dinamisnya ekosistem saat ini ternyata memberi perkembangan yang lain.

Sebagai alumni Informatika IT Telkom serta alumni S2 Teknologi Informasi, saya penasaran dengan program studi Teknologi Informasi. Akan memiliki kekhasan dimana kira-kira ya... Karena di Fasilkom sendiri, Teknologi Informasi hanya ada di S2, itu pun bergandengan dengan Sistem Informasi. Sedangkan jika memang ujar-ujar dosen tadi, maka Teknologi Informasi ini merupakan penjelmaan dari KK Telematika, bukan SIDE yang serupa dengan Sistem Informasi. Menarik untuk dinanti ramuan apa yang jadi kekhasanya.

Sepotong Sore di Pinggir UnivTel


Actually, it was a suddenly meetup.

7 orang alumni/mahasiswa IT Telkom/Telkom University plus seorang bocah umat yang hiperaktif.

Yang tak Pernah Tuntas

Deru dan semarak
Tergeletak membujur kaku
Di kelopak yang urung mekar
Dirundung badai sebelum musim berkunjung

Isak dan gelisah
Terkapar berulang ulahnya
Wajah samar terbaur jelaga
Dibungkam sunyi telaga khas temaram

Jalan liku tak lekang dalam ingatan
Goresan pena dan akar hilir yang mengering
Merinding bila semilir mengusiknya

Tentang laga di gelanggang
Yang luput dalam menakar cahaya
Yang tersaput segala tautan

Serempak nadi berdegup tak tentu
Seolah tak kompak dalam tanggapi makna
Ya makna yang buram untuk dipandang
Keterlaluan yang tersingkir cara pikir
Beralih arah menapak tanpa jeda melangkah
Dimana tamat tak bermakna usai
Sebagaimana rencana dan renjana

Segelas Susu Tape dan Teh Poci

Kejutan pagi hari yang mengagetkan Mas Bowo, yaitu kemunculan saya di tanah Jogja. Tadinya sih mau sok-sokan misterius macem Rangga, tapi tahu dirilah waktu di Jogja ini sangat singkat, terlalu berisiko juga dipakai dengan ebrjalan kaki ke lokasi beliau. Eh ternyata beliau mengajak juga Mba Dian dimana kami bertiga merupakan jebolan dari DNA alias kelas XII.IPA3.


Agak aneh juga kami dulu kerap berbincang bersama banyak warga DNA. Iya dulu sekitar 8-9 tahun lalu, saat flashdisk 1 GB masih jadi barang langka. Saat pertemuan kemarin, mereka sempat berujar masih merasa aneh dengan sosok saya yang masih nge-banyol tapi udah punya seorang anak. Hehee... that's life explains how everybody changes.

5 Hari lagi dan ... [Entah sampai Tanggal Berapa]

 Lima hari lagi Indonesia bakal memulai kiprahnya di turnamen AFF 2016 melawan Thailand. Edisi AFF ini benar-benar penuh keterbatasan, praktis hanya AFF 2012 yang kondisinya lebih memprihatinkan. Dibandingkan dengan edisi AFF lainnya, jelas bukan situasi yang ideal. Faktor yang ditengarai sebagai pangkalnya tentu ekosistem kompetisi yang antara jalan santai dengan jalan di tempat. ISL vakum setahun lebih dan hanya disubtitusi lewat sejumlah turnamen sampai dengan eksistensi ISC. Eksistensi turnamen berdampak pada stamina pemain sekaligus konsistensi yang labil. Nasib timnas seharusnya membaik saat ada ISC, kompetisi penuh berjangka nyaris setahun. Tapi kebijakan aneh justru menyeret klub-klub pada 'kuota' yang tidak jelas maksudnya. Kini, semua klub peserta ISC dibatasi maksimal menyetor 2 orang pemain ke timnas. Kebijakan paling aneh yang belum pernah ada dibelahan bumi manapun, setahu saya. Alasannya sederhana, ISC enggan menjeda kompetisi. Sikap egois yang sangat janggal, bahkan sebetulnya tidak memberi solusi terkait puasa prestasi timnas.

Ramuan tim inti sudah mulai teraba dari berbagai uji coba. Beberapa nama sudah mulai menggenggam tiket virtual di starting-eleven, misalnya Kurnia Meiga, Rudolf Yanto Basna, Fachrudin, Benny Wahyudi, Evan Dimas, Andik, Zulham Zamrun, Irfan Bachdim, hingga Boas Solossa. Nama-nama lainnya siap menyeruak sebagai pemecah kebuntuan seperti Rizky Rizaldi Pora, Lerby Eliandry Pong Babu, Bayu Gatra, Bayu Pradana, Hansamu Yama. Kita lihat apakah eksistensi peraih medail AFF U-19 2013 bisa mulai 'dipanen' pada gelaran AFF tingkat senior ini atau tidak.

Berbagai, ah rasanya tidak lebih dari 5, sulit menyebut timnas sudah layak bertanding. Tapi tidak mungkin menunda turnamen hanya karena timnas Indonesia belum siap. Lima hari lagi, kawan, raupan poin 3 angka jelas tugas berat lantaran Thailand memiliki stabilitas permainan yang di atas rata-rata timnas lain di ASEAN. Tapi naif rasanya jika belum berlaga sudah menyerah, itu bukan krakter bangsa ini.

Mengitari Code

Ini juga hasil 'nge-bolang' lantaran jenuh dan suasana hotel yang ''nggak gue banget'' hehee. Jalan-jalanlah saya kawasan yang kebetulan belum pernah saya jelajahi walau bertahun-tahun rutin mengunjungi Jogja. OK, saya hanya punya waktu terbatas, maka saya benar-benar harus jeli menentukan kapan stop untuk jalan kaki dan putar balik ke hotel.



Objek kali ini adalah Kampung Wisata Code, sebuah area pinggir sungai yang disulap menjadi kawasan yang menarik untuk dikunjungi. Tidak sekedar dibersihkan secara fisik, namun Code ini juga menyimpanan keteduhan khas masyarakat Jogja yang membuat adem.

Tidak Ada Jogja yang Kemarin

Rona dan telaga
Menyurutkan imaji yang naif
Seolah melacak kalender yang usang
Usah ada hirau yang tumbuh

Sementara rindu samar dilagu
Siratkan welas mengasah akal
Bergulat batinku menampar pipi sendiri
Suburnya hutan cita dimana rumah tersesat
Tandus dimana bertelapak kaki gapai senja

Itu kemarin
Tatkala ramai dan asri 'tuk dihayati
Tatkala bersahaja 'tuk dipahami
Seberkas tirai menyodorkan pesan
"Sudikah menyadari esok bukan hari ini?"

Satu per dua berlalu sisaan deraan dan nanar
Gemericik luapkan pinta terdahulu
Lantas satu cerita dengan ramuan dan angan
Torehkan arsip yanhffg ungguh jangan mengacau

Teduh Memesona [2]

Aku selalu terkagum pada arsitektur masjid, walau memang yang lebih enting adalah kemakmuran. Kemakmuran masjid terpatri pada sebarapa banyak dahi yang ditautkan pada lantai-lantai masjid. Terlepas dari apakah keindahan masjid berbanding lurus dengan kemakmurannya, tidak ada yang salah dengan memperindah masjid selama niat terlindung dari riya.




Masjid ini akhirnya berhasil digapai lewat jalan kaki dari kawasan Gajah Mada menuju Ahmad Yani via area pesisir Sungai Kapuas. Iya, lebih tepatnya terjadi momen 'ah nanggung' memanfaatkan sempitnya waktu di Pontianak ini.

Oh ya, masjid bernama Mujahidin ini memiliki dua warna cerah, yaitu putih dan kuning. Tapi lingkungan di masjid ini sungguh meneduhkan. Ada perasaan syahdu yang menundukkan segala penat selama beberapa waktu terakhir. Ada perasaan rindu akan suasana masjid yang menggugah nurani.

#ArfiveKalimantanBarat

Kapuas Berkabut Pagi ini


Hasil nge-bolang bada Shubuh ke Taman Alun-Alun Kapuas yang letaknya persis di pinggir Sungai Kapuas. Kaget kok kabutnya tebel banget. Syahdu suasananya dan berasa misterius begitulah. Pagi yang sebetulnya melelahkan karena setelah ini, saya menyusuri jalanan tanpa tentu arah mencari lokasi Masjid Mujahidin Pontianak. Alhamdulillah pagi ini nutrisi semangat tercukupi untuk 'ngasab' di Pulau Borneo

#ArfiveKalimantanBarat

Teduh Memesona

Here's the 17th

Tabe Pantai Losari

Sepucuk Malam di Makassar

Promosi Tanda Tangan Digital @Makassar

Nanti Menanti

Deru laju waktu membiru
Hingga rona senja silih meredup
Kalut aku hanyut dalam kabut
Langit cita rasa legit

Sauh membasuh hiruk sepinya
Kelopak rancang detik mendelik
Takkan mekar asa di balik akar
Selain menyerap kaldu nurani bertaut

Kembali aku ke tanah ikan merah
Dimana kokok ayam ebih dini
Kedua pasca bertahun silam

Bismillah Roadshow

Petualangan yang bakal menguras otak lantaran bakal jauh dari istri serta anak
Ya... begitulah tuntutan kerja kerap menyeret kita perlu berlapang dada dan pada akhirnya berpikir positif atas apa yang telah, sedang, dan akan terjadi

Banyak PR yang menjejali kepala ini
Mulai dari urusan kuliah istri, rencana induk TI di ESDM, perkuliahan di Univ Telkom, hingga perasdosan di MTI UI

Aku selalu mengingat nasihat bijak bahwa bukan cucuran keringat yang membuat kita tersenyum di akhirat nanti
Tetesan peluh semasa dunia sebanyak apapun tiada pernah lebih berharga dari nait ibadah yang bersemayam di benak kita