Kita Sedang Digempur

Pada khotbah Tarawih beberapa hari lalu (27/6), Prof. Eko Prasojo (guru besar FIA UI) menyampaikan tentang digempurnya umat muslim di Indonesia. Setidaknya ada empat idelogi yang sedang gencar-gencarnya menyerang ketahanan kita, yaitu:
-idelogi modern, direpresentasikan oleh liberalis
-idelogi kiri, direpresentasikan oleh komunis
-ideologi agama lain, contohnya kristenisasi
-perbedaan-perbedaan dalam Islam, dan ini kerap ditarikukur sebagai sumber perpecahan kaum muslimin

Selain empat jenis gempuran yang sudah jelas eksistensinya, ada pula 6 megatren (yang diperkirakan s.d. 2030) bakal menggentayangi kita umat muslim. Permasalahannya, belum ada organisasi formal yang berperan mengantisipasi hal-hal berikut, bahkan s.d. 15 tahun ke depan
Berikutnini 6 megatren yang dimaksud:
- Globalisasi 2.0, diindikasikan berpindahnya pusat pertumbuhan ekonomi dunia dari kawasan Barat k kawasan Timur (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan)
- Environment crisis, yaitu terjadinya kelangkaan sumber daya yang menyebabkan terjadi perebutan antarnegara hingga kasus-kasus korupsi seperti, penggelapan ekspor yang tidak masuk negara
- Individualisme, yang didorong semakin besarnya nilai-nilai liberalisme yang kerap bersembunyi di balik label HAM atau hak asasi manusia, contoh konkretnya dijumpai pada eksistensi LGBT
- Techonological convergensi, berbagai rupa teknologi berkembang pesat diantaranya teknologi nano, robotik, termasuk TIK; permasalahannya kurang responsif kebijakan negara untuk mengatur dampak negatif yang terjadi, terutama menyangkut konflik sosial
- Demographic change, yaitu perubahan profil demografi masyarakat yang mengalami kekurangan stok pemuda, sedangkan angka masyarakat tua semakin membengkak; fenomena ini dipicu perilaku enggan menikah, lebih jauh lagi perilaku demikian akan mengancam keberlangsungan generasi muda umat Islam
- Digital era, berwujud ketergantungan manusia pada teknologi

Mengapa umat islam terlambat menanggapi hal-hal tersebut? Menurut Prof. Eko, penyebabnya ada tiga, yaitu:
-ibadah yang dilakukan berkutat pada yang bersifat ritualitas (maghdogh), namun ibadah2 yang bersifat longgar (ghoiruh maghdogh) kurang diperhatikan, misalnya bagaimana ber-muamalah
- Masih adanya paradigma bahwa Islam masih bersifat spiritual, seolah2 Islam hanya urusan batiniah yang hanya ada di tempat ibadah, tidak hidup di politik, ekonomi
- Islam masih bersifat individual, seolah-olah jika diri sendiri uidah beribadah maka sudah cukup

Di sinilah urgensi bulan Ramadhan sebagai momen untuk memperbarui hidup kita. Maka kita patut meraih dua hal di Ramadhan ini, yaitu akhlakul karimah dan juga maghfiroh.

S3 Topiknya Apa ya

Sebetulnya entah kapan memasuki fase kick-off perkuliahan jenjang doktoral. Sederhana saja alasannya, yaitu ketidakpastian dari berbagai aspek. aspek yang paling utama ada tiga, yaitu belum punya 'kandang', belum bisa mempersiapkan ketahanan finansial secara matang untuk pembiayaan kuliahnya, dan tentunya sebuah alasan yang tidak bisa saya paparkan hehee. Namun saya mencoba untuk mengingat jejak awal mengikuti SIMAK UI di penghujung tahun 2013 lalu. Di situ faktor niat sudah ada sejak awal 2012. Ya, awal 2012 alias saat saya menggawangi semester 8 saya di jenjang sarjana. Menariknya, saat itu saya mencantumkan MTI sebagai salah satu target kampus untuk jenjang magister. Dengan demikian, saya patut belajar dari masa lalu #ciemasalalucie #ehsalahfokus. Saya perlu menyiapkan per-S3-an dari sekarang, minimal niat dan akan di bidang apa.

Topik yang Menjadi Incaran Awal ini adalah e-Leadership
Jelas ini adalah topik yang sangat tidak ngoding garis keras hehee. Bukan karena saya sudah lelah dengan segala aktivitas berbau ngoding, melainkan ada mengendus adanya sebuah fenomena yang menarik tentang kualitas pengembangan SI/TI di organisasi yang banyak dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan orang-orang yang berwenang. Nah, senagaja saya tidak menayangkan sumber dari paradigma tersebut, biar saja ditelusuri sendiri oleh pembaca. Yang pasti topik tentang e-leadership ini akan mengharuskan saya belajar banyak hal-hal di luar ilmu komputer murni, misalnya psikologi, ekonomi, hingga politik. Jelas membutuhkan waktu dan tenaga tambahan. Bagaimana dengan mekanisme penelitiannya itu sendiri jelas memerlukan banyak hal yang tidak bisa dipandang remeh. mulai dari akses ke orang-orang yang layak menjadi responden, biaya visitasi, dll. Yang tidak bisa dipandang remeh juga terkait bagaimana hasil penelitian itu bisa dimanfaat bagi peradaban, terutama bangsa indonesia. Singkat cerita, topik ini merupakan investasi yang 'terlalu' tinggi namun bidang ini belum banyak ditekuni oleh akademisi di indonesia

Topik lain yang Saya minati adalah Internet of Things alias IoT
Topik ini bisa dibilang cukup menggiurkan saat ini. faktor eksistensi internet yang semakin menjadi gaya hidup merupakan katalisnya. Hanya saja, saya penasaran dengan konsep IoT ini jika dibentrokkan dengan penetrasi internet di daerah pedesaan. Yups, kejadiannya akan seperti duel ayam dulu ataukah telur dulu. hehee. Nah, untuk riset iot ini, saya tertarik karena pemanfaatan sektoral ini jelas akan bersifat nyata dan kontekstual.

Topik lain Apa y
Barangkali topik lain yang menjadi ketertarikan saya tentunya tentang e-commerce dan ekonomi digital. Alasan kenapa tertarik kedua topik ini adalah passion dan memang menjadi tren yang sangat berpotensi untuk meggerakan arus ekonomi negara indonesia.

Well, sudah pagi, sudah saatnya menggeser frekuensi otak ke dunia nyata bekerja untuk menyambung hidup mencari nafkah hehee

Mengukur Kualitas Alumnus

Sebuah pendapat menarik dilontarkan dosen saya saat obrolan makan siang di acara ICoICT bulan Mei lalu. Pendapat ini terkait dengan biasnya cara pandang sebuah perguruan tinggi dalam berpuas diri menyikapi kualitas alumnusnya. Sudah jadi hal yang lumrah bagi perguruan tinggi untuk "mengukur" kepuasan dunia industri terhadap kualitas alumnusnya di perusahaan tersebut. Tujuannya sederhana, yaitu sebagai masukan untuk memperbaiki kekurangan perguruan tinggi tersebut dalam "memproduksi" sumber daya manusia lewat kurikulum dalam kelas maupun di luar kelas.

Proses pengukuran tersebut sebetulnya bagus secara konsep. Hanya saja di kemudian hari timbul kebiasan dalam menentukan responden dari perusahaan-perusahaan tersebut. Kerap kali perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan mayor yang cenderung sudah mapan secara legalitas dan infrastruktur bisnis. Singkat cerita, bias yang terjadi terletak pada logika sederhana, yaitu perusahaan besar tentu selektif memilih calon karyawannya sehingga otomatis alumnus si perguruan tinggi yang ada di perusahaan itu memang yang berkualitas dan sudah otomatis pula tingkat kepuasan terhadap kinerja alumnus tersebut relatif tinggi. Sifat bias ini berpengaruh pada penarikan kesimpulan yang terlalu dini sehingga si perguruan tinggi "merasa" sudah berhasil menghasilkan alumnus yang berkualitas dan malah kurang bisa berkembang.

Mengingat jalur karier rumpun TIK (teknik informatika, sistem informasi, teknologi informasi, dkk) sangat beragam secara vertikal dan horisontal, saya merasa teknik pengambilan sampel perlu diperbaiki. Mengapa saya sebut beragam secara vertikal dan horisontal? Horisontal maksudnya dapat berada di berbagai sektor, maka tidak heran akan ada alumnus prodi rumpun TIK kerja di pertambangan, kerja di jasa transportasi, kerja di lingkungan organisasi sosial, atau bahkan lembaga keagamaan. Saya tidak perlu detail mencontohkan satu-satu karena pasti bisa dibayangkan wujud nyata profesinya bagaimana. Bahkan jika kita mau lebih detail, akan ada pembagian ladang karier (bukan strata karier), yaitu menjadi karyawan di perusahaan yang sudah ada, menjadi entrepreneur, serta melanjutkan studi. Bagaiaman dengan vertikal? Tentu tiap ladang karier da sektor memiliki jenjang karier masing-masing. Mungkin ada sosok di karyawan biasa, mungkin ada sosok di manajer, hingga di level eksekutif.

Artinya, proses pengukuran kepuasan harus dilakukan dengan holistik atau menyeluruh dan juga detail. Perlu dibedakan borang penilaian untuk sektoral tertentu hingga jenjang karier tertentu. Tujuannya jelas, agar ada pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kualitas alumnus si perguruan tinggi. Dari sisi pekerjaan, memang akan lebih capek, tapi dari sisi perbaikan, akan ada masukan yang lebih "kaya" dan "jelas".

Tanda Tanya Jakarta Masa Depan

Jika ada yang berujar bahwa sepak bola di Indonesia itu penuh mafia, saya hanya mengomentari bahwa politik di ibu kota, yaitu Jakarta lebih mafia dengan kemasan yang lebih naif lagi. Konsep pragmatis kekuasaan tercermin di berbagai rangkuman media mengenai seorang sosok. Tidak perlu sebut merek lah ya,

Keinginan untuk melenggang ke singgasana lewat jalur independen ternyata mulai jadi pengandaian yang tidak diimbangi kenyataan. Perlahan jangkar kepribadiannya mulai merapat ke dermaga sejumlah partai yang jelas bertabrakan dengan pernyataannya yang meragukan kredibilitas partai. Tetu bukan politikus jika tidak bisa mencari alasan. Kita lihat saja sejauh mana "cerpen" berisi argumen-argumennya akan didengungkan olehnya serta barisannya. Saya lebih menyoroti karakter atau sikapnya mengabaikan sebuah gerakan masif yang dijalankan oleh barisan pendukungnya. Jelas ambisi untuk menjadi pemimpin daerah di periode berikutnya membuat dirinya mendepak statistik kesuksesan barisannya mengumpulkan KTP untuk menggusungnya. Menariknya barisan pendukungnya jug atak kalah asyik mencari alasan yang lebih pragmatis, yaitu "asal tokoh tersebut bisa jadi pemimpin daerah tersebut". Tentu sebuah pernyataan yang mencederai kerja keras para manusia di dalamnya. Lebih jauh lagi, saya melihat pernyataan itu sebagai bentuk kebutaan terhadap tokoh dan mengabaikan semangat membangun daerah Jakarta itu sendiri. Jabatan itu sarana, perbaikan Jakarta adalah tujuan. Jangan malah dibalik menjadi 'jabatan itu tujuan, perbaikan Jakarta itu sarana (kemasan untuk memancing dukungan)'. Ingat ini bukan fans klub sepak bola yang mengutamakan kemenangan tim yang didukung dan membernarkan sikap kasar para pemainnya.

Saya sulit untuk tidak membayangkan hal tersebut sebagai cerminan nasib masyarakat Jakarta ke depannya. Atau jangan-jangan hal itu sudah terjadi dalam kasus dukungan saat pilkada oleh masyarakat ekonomi bawah 'dibayar' dengan relokasi paksa, Rekan-Rekan pasti tahu kasus mana yang dimaksud. Jika ternyata memang opsi partai menjadi pilihan tokoh tersebut, kita bagaimana dirinya itu memperlakukan barisan pendukungnya. Cara memperlakukan tersebut akan menjadi cerminan bagaimaa tokoh tersebut memperlakukan warga/masyarakatnya. Saya rasa ujian bagi tokoh tersebut kali ini merupakan gambaran apakah tokoh tersebut laik dalam melayani warga/masyarakatnya dengan baik.

Jika "mereka" bisa Bicara

Jika lembaran-lembaran suci bernafaskan kalam Illahi itu bisa bersuara
Tentu mereka akan banyak berucap syukur karena sering kita baca
Terlepas dari kecepatan ataupun masih adanya kekeliruan lafal, dia tentu akan riang
Dan apakah dia akan bercurah lewat suara tentang sedihnya saat penghujung Ramadhan
Saat dia terancam hanya dilihat dengan angkuhnya kita menunda untuk membacanya

Jika lantai dan sajadah di masjid itu bisa bersuara
Tentu mereka akan bertutur gembira tentang hanya dahi kita
Yang sering kita hantarkan dalam sujud di berbagai wajib dan sunnahnya sholat
Dan apakah dia akan murung lantaran Ramadhan kian menjelang akhir
Saat perjumpaannya dengan kita menjadi sebuah kejarangan

Jika uang kartal dan virtual ini bisa bersuara
Tentu mereka akan berujar kegembiraannya
Yang dengan ringannya kita sisipkan ke dalam kotak amal di Ramadhan
Dan apakah dia akan sendu lantaran sisa Ramadhan kian menipis
Saat dia terlantar dalam keborosan yang kurang makna di bulan lainnya

Mungkin segala benda di dunia ini akan lantang memprotes tingkah kita
Laku kita yang menganakemaskan Ramadhan untuk urusan ibadah
Bukan Ramadhan yang salah, tapi kita saja yang hanya haus ganjaran di bulan Ramadhan
Kita yang meremehkan bulan-bulan lainnya
11 bulan yang bisa jadi menjadi singgasana akhir hayat kita

Lalu, apakah memang perlu "mereka" menghardik tingkah kita?
Mungkin kita yang patutnya lebih peka

Telkom 3 Generasi, Pernah 1 Korporasi


Wah ternyata momen ini belum diarsipkan di blog hehee..
Pertemuan agak mendadak ini awalnya bertujuan mengumpulkan para alumni maupun yang masih di Departemen IT PAJ Group, antara lain Mas Eri, Peik, Hanafi, Mas Iqbal, Pudy, Dani, plus bintang tamu dari pakar GIS: Mas Samsul. Tapi apa daya, seleksi alam lalu lintas ibu kota Jakarta terlalu keras. Alhasil hanya bisa mempertemukan tiga orang yang kebetulan udah beristri semua hehee.

Makin unik karena latar belakang yang sama, yaitu alumni perguruan tinggi Telkom. Mas Eri adalah generasi STT Telkom angkatan 2003, saya generasi IT Telkom angkatan 2008, sedangkan Peik walau masuk di IT Telkom angkatan 2009, namun kelulusannya bertepatan dengan era Universitas Telkom.

Aku Mau Berdiri Pipoo

Hey Hey hey... ^^

IK.net Reconnect

Review: Surga Menanti

Film bernutrisi tinggi ini disajikan dengan arus cerita yang sederhana. Bagi yang keukeuh dengan idealisme tingkat prfeksionis tinggi, film ini mungkin kurang memuaskan selera. Tapi bagi yang berharap kisah sederhana penuh makna, maka film ini patut ditonton bersama-sama. Ya, film ini sangat garing jika hanya ditonton sendirian karena ada nilai-nilai kerja sama berkeluarga dan bersahabat yang bakal lebih nendang. Maka ajaklah keluarga ataupun sohib-sohib kalian.

Satu hal yang menarik sejak memperoleh informasi tentang film ini adalah judulnya, yaitu Surga Menanti. Kenapa yang melakukan penantian malah surga ya? Bukankah ini cerita seseorang yang ingin menggapai surga dan memperjuangkan surga bagi kedua orang tuanya, tapi kenapa malah surga yang menjadi subjek di judulnya? Tentu bukan tanpa alasan atas pilihan judul ini. Singkat cerita film ini menggambarkan tentang amalan yang justru membuat kita dirindukan surga, sesuatu pada awalya kita kejar.

Kisah seorang anak muda yang berupaya mengejar cita-cita di luar mainstream, yaitu menghafal Al Qur'an. Upaya tersebut ternyata bertepatan dengan akhir hayat kedua orang tuanya dalam tempo waktu yang tidak lama. Sepintas kesehatan si ibu yang kritis bakal menandai kisahnya menjadi seorang piatu, namun siapa yang menyangka justru sang ayah yang pergi mendadak lantaran sebuah kecelakaan. Di sini kita disodorkan pesan bahwa maut tidak identik dengan tingkat kesehatan. Pesan sederhana yang sangat menghentak. Sebelum pergi, si ayah ini sudah menghadapi kesehatan sang istri yang benar-benar memprihatinkan. Namun tanpa sedikit pun keluhan, dia merawat istrinya, cocwiiitt, dengan berbagai prasangka baik akan kehendak Illahi. Di bagian ini terus terang saya merinding karena tak terbayangkan musibah yang meyangkut nyawa antara hidup atau mati malah bisa disikapi dengan cara yang terlalu bijak bagi sebagian awam.

Di balik penyelenggaraan layar kaca yang mengesankan ada dua hal yang menurut sayang banget agak terlewat. Pertama teknis tokoh utama menjadi seorang hafiz yang tampak lurus-lurus saja seolah tapa hambata kecuali sakit yang mendera ibunya sehingga harus keluar dari madrasahnya ke sebuah taklim masjid. Hal ini mengundang pertanyaan bagaimana bisa menjadi seorang hafiz di lingkungan yang mungkin tidak seideal di film tersebut, misalnya seorang anak jalanan yang sambil bekerja. Mungkin ada pertimbangan lain. Kemudian jenjang kuliah yang dilaluinya di Provinsi Aceh yang kebetulan bertemu dengan beberapa teman masa kecilnya. Hal ini agak janggal karena bakal memancing pertanyaan mengapa tahu-tahu ada di Aceh? Apakah si tokoh utama mencari kampus dengan suasana Islam yang kental? Kemunculan di Aceh ini memerlukan penghubung yang sayangnya kurang klop dengan alur cerita sebelumnya. Jika boleh usul, saya lebih tertarik membayangkan bagaimana si tokoh utama ini mengamalkan Al Qur'an sebagaimana pesan si ayah tatkala si tokoh utama menyelesaikan hafalan 30 juz-nya.

Tak Perlu Dibandingkan

"Pemimpin kafir jujur lebih baik daripada pemimpin muslim korup", "Mending tidak berjilbab tapi kelakuan baik daripada berjilbab tapi kelakuan busuk", dan "Harusnya yang puasa menghormati yang tidak puasa".

Well, berbagai bentuk perbandingan belakangan ini terhidang di berbagai media cetak dan elektronik, termasuk juga sosial media dimana tidak perlu latar belakang jurnalistik untuk mengungkapkan pendapatnya. Masing-masing tentu punya argumen yang menurut masing-masing adalah yang paling betul. Logika dikedepankan untuk memoles pendapat yang digusungnya. Terkadang saling sindir menjadi cemilan terlalu berceceran saat kita membuka internet browser. Pada akhirnya penggemar bola tentu lebih memilih menikmati sajian Piala Eropa dan Piala Amerika daripada dicekoki keributan atas perbandingan sebagaimana diungkapkan pada awal artikel ini.

Saya sendiri punya pendapat tersendiri, tapi pendapat ini bukanlah pilihan, khususnya terkait dua pertanyaan yang (menggiring kita untuk) memilih. Alasannya sederhana. Kalimat-kalimat tersebut (dan yang memiliki cita rasa mirip-mirip) bukanlah tanpa tujuan. Tujuan sebenarnya sederhana, yaitu mengikis habis identitas umat muslim. Ya, tiga kalimat tersebut erat kaitannya dengan agama Islam dan urusa agama tidak bisa dianggap remeh ataupun dianggap setara dengan identitas lain macam suku, kebangsaan, hingga warna kulit. Ada tuntunan dan tuntutan jelas berkaitan dengan identitas agama Islam yang mana sumbernya langsung dari Allah SWT. Permasalahannya sederhana, namun perlahan rumit, yaitu keresahan atas eksistensi Islam di masyarakat kita. Lebih jauh lagi, upaya untuk "mengurung" Islam hanya urusan masjid sudah sangat kentara. Islam, dalam bentuk identitas sampai dengan amalan dianggap penghalang untuk berpikir bebas dan berliberal.

Perbandingan semacam itu akan membatasi pikiran ktia seolah-olah memang hanya itu yang tersedia. Sebagai contoh adalah perbandingan yang pertama, pemimpin kafir jujur vs pemimpin muslim korup. Apakah semua pemimpin kafir jujur? Apakah semua pemimpin muslim korup? Tentu jawabannya tidak. Namun apa yang dihembuskan secara perlahan menggiring kita berpikir demikian. Apalagi jika bicara kasus di daerah tertentu, hal ini menggiring kita berasumsi bahwa si calon yang kafir itu bersih dan jujur sedangkan rivalnya adalah koruptor. Propaganda yang merayu kita menanggalkan keyakinan umat muslim pada agama Islam. Naifnya media pun dicengkram dengan pilihan yang hanya dua ini.

Kisah perbandingan kedua juga tidak kalah menjebak. Kata siapa tidak berjilbab namun berkelakuan baik itu mending daripada berjilbab tapi kelakuan buruk? Walau pengetahuan agama saya pas-pasan, namun setahu saya tidak ada pemakluman yang bersumber dari Al Qur'an dan hadis atas perbandingan tersebut. Sepengetahuan saya pun perintahnya berjilbab (bagi muslimah). Bisa jadi hal ini merupakan upaya untuk membenarkan keinginan untuk tidak berjilbab.

Well, permainan bahasa memang bakal menggerayangi akal kita untuk berpikir sempit hanya melihat kasus-kasus tertentu yang semestinya kita tinjau dari sisi agama secara menyeluruh. Kenapa agama? Karena agama bukan sekedar ritual di tempat ibadah. Yuk jernihkan pemikiran :)

12 Golongan yang Didoakan Malaikat

Dalam khutbah menjelang Shalat Tarawih semalam (20/6) di MUI, Kota Depok, ada paparan menarik mengenai 12 golongan yang didoakan oleh malaikat. Sebuah pengetahuan yang menarik bagi orang awam macam saya hehee. Khotib menjelang keduabelasnya disertia sejumlah hadis yang menguatkan keberadaan masing-masing golongan. Karena keterbatasan daya ingat, maka tidak semua dalil sempat saya catat, namun alhamdulillah saya menemukan detail mengenai keduabelas golongan tersebut serta dalil yang menjelaskannya

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.” (HR. Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat
“Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’.” (HR. Imam Muslim dariAbu Hurairah, Shahih Muslim 469).

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan.” (Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dari Barra’ bin ‘Azib)

4. Orang yang menyambung shaf shalat berjamaah (tidak membiarkan kosong di dalam shaf)
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu berselawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan ‘aamiin‘ ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah
“Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat
“Para malaikat akan selalu berselawat (berdoa) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya,(para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia.'” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat Shubuh dan Ashar secara berjamaah
” Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian merekaberkumpul lagi pada waktu shalat ‘asar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.'” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al-Musnad no. 9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikatyang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan.'” (HR. Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak
“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit (bakhil).'” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah”. (HR. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit
“Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70,000 malaikat untuknya yang akan berselawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh.” (HR. Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Musnad no. 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahily)

Rujukan: https://www.arrahmah.com/kajian-islam/inilah-12-golongan-orang-yang-didoakan-malaikat.html

Menanti 16-Besar euro20-16

Semalam Albania telah menyeruput kemenangan perdana mereka di turnamen mayor bernama Euro atas Rumania. Dahaga nir-kemenangan di dua laga sebelumnya akhirnya tuntas. Kini mereka hanya bisa pasrah menanti 10 laga di 5 grup lainnya untuk menentukan 4 peringkat-3 terbaik yang berhak melenggang ke babak 16-besar. Ya, di edisi Euro 2016 kali ini akan ada babak 16-besar dengan sistem gugur dimana di beberapa edisi sebelumnya 16-besar merupakan fase pertama dengan sistem grup. Menarik memang sistem kali ini karena sebuah "permainan" penuh kalkulasi berwujud kelolosan 4 dari 6 peringkat terbaik (mari kita sebut sistem 4/6).

Sumber: twitter.com

Konsep 4/6 ini memiliki kesulitan tinggi karena persaingan untuk lolos bukan urusan 4 tim di sebuah grup, tapi juga melibatkan "kekurangberuntungan" tim di grup sebelah. Dalam makna lain, sistem ini (yang sebelumnya populer di Copa America) akan berdampak pada tidak ada negara yang dengan mudah tersingkir setelah dua laga perdananya. Sistem ini hanya mengizinkan tim yang bernafas lega lolos hanya yang meraup dua kemenangan di dua laga perdanaya. Praktis negara yang sudah kalah dua beruntun plus belum mencetak gol, yaitu Albania (sebelum kontra Rumania), di grup A, Turki di grup D, dan Ukraina di grup C masih berpeluang (walauuu tipisss) untuk lolos ke babak 16-besar.

Sejauh ini baru Prancis, Swiss, Italia, dan Spanyol yang sudah bisa berkipas-kipas santai. Mereka boleh jadi menurunkan tensi, tapi mereka harus sadar bahwa siapapun tim yang mereka "biarkan" lolos lubang jarum sistem 4/6 ini, boleh jadi akan menjadi ranjau yang meledak di kemudian hari. Tim yang lainnya masih harus saling senggol. Dan sejauh ini pula baru Rumania yang sudah bisa mulai "check-in" di bandara. Masih ada 7 tim yang bakal menyusul mereka. 5 diantaranya adalah juru kunci ditambah dua peringkat-3 yang jadi korban sistem 4/6. Bisa jadi Albania akan terseret sistem ini mengingat 5 tim peringkat-3 di grup-grup lainnya berpeluang melampaui koleksi 3 poin milik Albania. Situasi akan lebih jelas ketika grup C merampungkan laga ketiganya nanti. Saat ini akan ada perbandingan antar-peringkat-3 dimana sudah bisa dibandingkan siapa yang beruntung siapa yang buntu :(

Jagoan saya? Ah Turki kenapa mendadak melempem y? Hehee

Dimana Peran Suami/Ayah dalam Berdakwah?

Judul kultum pekan lalu di Masjid At Tauhid ARH, Jakpus, ini adalah The Power of Dakwah. Hanya saja lantaran isinya fokus pada sosok suami/ayah dan saat ini saya sedang diamanati peran tersebut, maka saya menamai artikel ini dengan Dimana Peran Suami/Ayah dalam Berdakwah?
Nah, kira-kira jawabannya dimana hayo?

Suami/ayah memang ditugaskan sebagai pihak yang mencari nafkah. Hal ini memang sudah menjadi kodrat, tapi bukan berarti suami/ayah hanya berperan sebagai pengumpul dana. Lebih parah lagi bukan berarti suami/ayah bisa bersikap masa bodoh dengan perkembangan perilaku akhlak istri dan anak-anaknya. Dan parahnya sidah bukan rahasia bahwa memang "ada" kasus tanggung jawab mendidik anak, termasuk yang terkait sisi religi, diserahkan pada istri dan juga lembaga pendidikan formal. Alhasil peran suami/ayah dalam mendidik nihil. Padahal kita tahu bahwa mendidik anak, khususnya terkait sisi religi, adalah bentuk nyata dakwah. Maka dalam kasus yang baru saja diulas, sosok suami/ayah sudah alfa dalam urusan dakwah.

Menjadi kepala rumah tangga tidak hanya identik dengan mengumpulkannuang untuk operasional hidup. Ada peran sebagai seorang muslim untuk berdakwah di lingkungan rumah tangga atau keluarga. Artihya seorang suami/ayah harus sadar bahwa dirinya memiliki tanggung jawab untuk menyeru pada kebaikan di jalan agama Islam. Dirinya patut aktif dalam mendidik, mengarahkan, dan mengisi keluarga dalam nafas nilai-nilai agama Islam, termasuk di dalamnya mengingatkan/mengoreksi saat ada yang mengalami lalai. Contoh peran suami/ayah dalam berdakwah diwujudkan dengan dimulainya aktivitas sebuah kelurga yang lebih dini dimana mereka sudah disibukkan dengan berbagai ibadah seperti sholat malam, tadarus, dll, padahal di saat yang sama keluarga lain masih asyik terlelap.

Secara politik dan psikologi, kealfaan seorang suami/ayah dalam berdakwah akan menyebabkan dirinya kurang didengar dalam memberi masukan kepada keluarganya, termasuk membentuk karakter si anak yang dalam masa pencarian jatidiri. Justru apa yang diinstruksikan oleh lembaga pendidikan akan lebih didengar oleh si anak. Bahkan jika kita meninjau dari sisi kenengaraan, dapat kita pahami bahwa peran suami/ayah akan berdampak besar bagi ketahanan bangsa tersebut. Mengapa? Jika rumah tangga atau keluarga bisa terbangun dengan akhlak yang baik, maka masyarakat akan turut berakhlak hingga ke tingkat negara.

Semoga kami bisa, insyaAllah

(Semacam) Perihal Waktu

Sahur ke-15 di Ramadhan tahun ini. Penanda bahwa sudah menjelang berakhirnya babak pertama bulan suci (asumsi sementara total 30 hari). Indikasi bahwa sudah waktunya mengevaluasi diri. Bukan sekedar tahu tidak tahu statistik mana target yang tercapai dan mana yang belum. Lebih dari itu, kita patut mengevaluasi komitmen kita sebagai akar dari segala ibadah, yaitu niat.

Ini tahun ketiga saya di Jakarta (raya) alias tahun ke sepuluh persis sebagai seorang perantau dari Tegal. Sebagaimana layaknya pengembara, tahun ini banyak saya habiskan di jalanan. Suasana ramai di pinggir rel kereta api sampai pada persinggahan ibadah Maghrib ataupun deru moda transportasi antarprovinsi. Ah, itu semua menambah romantisnya pergelutan di bulan ini. Aktivitas mencari nafkah alhamdulillah dikurangi durasi jamnya lantaran kecipratan kebijakan tempat klien, tapi tidak dengan checklist yang perlu dipenuhi.

Sebagai pengembara jauh dari ranah sekarpet dengan anak-istri, saya memilih banyak persinggahan sebagai tempat menimba ilmu. Ilmu dalam konteks menyerap petuah-petuah bijak, menghirup titian kalam Illahi, hingga dalam konteks mengunyah silaturahim di pinggir danau, dll. Harapan yang sederhana, mempertahankan komitmen dalam bingkai khusyuknya Ramadhan. Harapan yang kurang sederhana, lari dari keberlebih-lebihan, berkubang dalam sajak kesederhanaan.

Hingga nanti aku pulang...
Entah pulang ke Bandung...
Ataupun ke pangkuan akhir hikayat :))

Normatif yang tanpa Hikmah

Kultum tarawih semalam sebetulnya sederhana, namun sangat mengena dan menmadi evaluasi cukup "panas". Kultum ini menfulas bagaimana ibadah yang hanya menjadi kewajiban normatif sehingga dijalankan tanpa diperoleh hikmahnya. Lho maksudnya?

Kerap kita mendengar orang sholat tapi kerap bermaksiat, ada pula yang berpuasa tapi masih mengumbar amarah. Bagaomana hal itu bisa terjadi padahal kita tahu sholat mencegah perbuatan keji dan munkar serta puasa mengajarkan kita bersabar. Atau dalam contoh lain kemampuan mengebut sholat tarawih dalam kurun waktu yang sangat cepat. Hal-hal di atas berpangkal pada pelaksanaan ibadah yang hanya fokus pada syarat sah dan kewajiban yang bersifat normatif, namun mengabaikan hikmah ataupun esensi di dalamnya. Barangkali dalam frase uniknya "yang penting sah". Alhasil orientasi kita hanya memenuhi kewajiban, malah lebih tepatnya menghindari larangan, sedangkan kualitasnya dikesampingkan. Mungkin sholatnya sah jika rukun-rukunnya dijalankan, tapi sungguh disayangkan jika kekhusyukannya sirna.

Dan semua ini perlu kita evaluasi dari komponen paling awal, yaitu niat. Perbaiki niat untuk memperoleh ridho Allah dalam hikmah setiap ibadah, bukan sekedar menjalankan kewajiban, mengisi checklist ibadah, atau bahkan mencari muka.

Disarikan dari khotbah Dr. Kamarudin pada sholat tarawih di masjid UI (15/6)

Bulan Puasa Memangkas Pengeluaran?

Isunya sih bulan puasa itu kita berhemat. Nalar sederhananya adalah jatah makan kita berkurang dari 3 kali sehari menjadi dua kali sehari. Hitungan matematika sederhana pun agaknya mendukung isu tersebut. Tapi apakah benar? Bagi saya sendiri, saya kurang sepakat dengan isu tersebut. Mengapa?

Yang sudah pasti berkurang itu jatah makan dalam konteks makanan pokok (nasi), sedangkan kebutuhan makanan atau minuman lain tidak dapat dipastikan porsinya menurun. Sebagai contoh sederhana, kebutuhan air justru meningkat pesat saat berpuasa karena akan ada sekitar 13 jam (kalau di Indonesia) saat dimana kita mengalami galau air alias dehidrasi sehingga sisa sekitar 11 jam bakal kita manfaatkan untuk mengisi tangki air di dalam tubuh kita. Urusan jajan, wah ini sangat tidak terprediksi. Permasalahannya sederhana, kisaran jam 16.00 adalah saat dimana godaan kita bukan terletak pada emosi ataupun perut, melainkan mata. Maksudnya? Ya di saat jam-jam tersebutlah, berbagai hidangan macam kolak, sekoteng, sup buah, eh blewah, roti santan, candil, dan kroni-kroninya. Nah lhooo, kalau yang satu ini gimana masih berani menjamin pengeluaran berkurang? Kayaknya sih jadi ragu-ragu ya.

Berikutnya tantangan yang relatif sulit dihindari karena agenda besar pasca-Ramadhan, yaitu lebaran. Sudah bukan rahasia bahwa menjelang lebaran banyak individu ataupun keluarga yang memburu busana baru di pasar (baik pasar tradisional maupun pasar raya). Ada pula yang membidik jajanan sebagia suguhan untuk tamu. Maka tidak heran pinggang yang terlanjur dikencang erat pengeluarannya eh justru dananya dialihkan untuk biaya pengadaan menjelang lebaran. Jika demikian, hitung-hitungannya pun sama saja, yaitu pengeluaran tetap sulit terkendali.

Faktor eksternal lain yang turut mengancam berkurangnya pengeluaran saat Ramadhan adalah harga yang membumbung naik. Yang sudah jadi kebiasaan umum tentu harga daging. Tahun ini saja target RP 80.000,00 dari pemerintah sudah terlanjur kandas dimana hari ini menurut ews.kemendag.go.id, harga daging sapi tidak kurang dari Rp 114.000,00. 

Di luar hal-hal di atas, sebetulnya ada satu alokasi pengeluaran yang memang seharusnya meningkat saat bulan Ramadhan. Kira-kira apa hayo? Yups, alokasi dana untuk bersedekah sepatutnya melonjak tajam. Selain faktor kegiatan sosial-religius yang bergelimang, kepribadian yang semakin beringan tangan turut andil atas membengkaknya pengeluaran dalam konteks positif.

Manfaat Taqwa

Disarikan dari kultum Ust. Dimyati Badrzzaman di Masjid UI, Kota Depok

Salah satu ayat yang populer di bulan Ramadhan adalah Al Baqoroh 183 yang menjelaskan perintah dan tujuan puasa. Di dalam ayat tersebut termuat jelas tujuan puasa berupa ekspektasi menjadi orang yang bertaqwa. Menariknya kata taqwa ini ternyata punya keterkaitan ayat-ayat lain di Al Qur'an yang memaparkan manfaat dari taqwa. Setidaknya ada tiga manfaat secara umum dari taqwa, baik yang sifatnya jangka pendek (duniawi) maupun jangka panjang (akherat).

Manfaat pertama adalah hidup sebagai manusia yang mulia. Hal ini ditegaskan melalui surat Al-Ĥujurāt ayat 13
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Manfaat kedua adalah dimudahkannya menghadapi urusan/ujian di dunia ini. Hal ini diulas dalam bagian dari QS Aţ-Ţalāq ayat 2 s.d. 4
"... Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." "... Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. " serta "... Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."

Manfaat ketiga adalah menjadi ahli surga. Hal ini dipaparkan dalam QS 'Āli `Imrān ayat 133 dan 134
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Copa America Centenario: Edisi Spesial yang Penuh Ranjau

Turnamen edisi khusus ini akhirnya memangsa korban juga. Beruntung bukan korban jiwa, namun tetap saja menyedot perhatian karena berupa nama besar dua negara yang merupakan pelanggan gelar juara Copa America, bahkan pernah mengecap juara dunia. Mereka adalah Uruguay serta Brazil. Ada apa dengan mereka? Uruguay sudah menanggung malu lebih dulu setelah sepasang kekalahan memangkas peluang mereka bahkan tatkala mereka belum menuntaskan 90 laga ketiga. Ya, sosok Meksiko dan Venezuela tanpa diduga meggilas Uruguay. Barangkali negara yang pertama masih bisa dimaklumi, namun bagaimana dengan Venezuela? Skor tipis 0-1 menjadi sepanjang hikayat Uruguay yang nyaris genap 5 tahun lalu menjadi jawara Copa America. Sosok predator macam Luis Suarez dan meledak di La Liga hanya bisa meledakkan sebuah pukulan ke bangku cadangan lantaran di dua laga itu hanya menjadi "penonton". Ironi memang karena Venezuela merupakan salah satu negara dengan statistik kemenangan cukup miskin di zona COMNEBOL.

Brazil? Agaknya aib mereka masih sedikit lebih baik, yaitu didepak lewat gol tunggal yang benar-benar lahir dari depakan lewat tangan pemain Peru. Laga pertama yang gagal berbuah tiga poin sebetulnya sempat membaik di laga kedua, malah dengan sajian tujuh gol berbanding kebobolan satu tatkala meladeni Haiti di babak kedua. Tapi semua itu berasa sia-sia karena justru Peru, si "pencuri" kemenangan yang juga berhasil "merampok" tiket Brazil. Bicara nostalgia pun aka hampir hambar karena sosok pelatih saat, Dunga, adalah kapten alias pemain Brazil yang pertama kali mengangkat trofi Piala Dunia 1994 di Pasadena, Amerika Serikat. Ya, Amerika Serikat menjadi tuan rumah di edisi Copa America kolaborasi COMNEBOL dengan CONCACAF. Di tanah ini Brazil mendulang sanjungan 22 tahun lalu, tapi kini ditemani hanya frase pelipur lara berupa "tersingkir karena gol tidak sah". Eksistensi Marcelo dan Daniel Alves di komposisi timnas Brazil terasa hambar, pertanda Brazil dilanda Neymar-sentris. Eh tapi skor 7-1 versus Haiti didominasi Philip Countihno, lantas ada apa dengan Brazil?

Sumber foto: twitter.com

Copa America tahun ini boleh jadi harus berbagi jadwal dengan Piala Eropa/Euro 2016. Tapi urusan kejutan, Copa America sudah mengumbar eloknya kejutan dan ranjau tim-tim raksasa. Praktis unggulan saat ini menyisakan Cile, Argentina, dan mungkin Meksiko serta Kolombia. Tuan rumah Amerika Serikat pun diam-diam punya potensi sebagai pemilik kandang, tapi butuh kerja keras serta keberutungan agar 4 jagoan tadi juga tergilas dari tim-tim medioker. Percaya tidak percaya, suka tidak suka, Venezuela dan Peru menjadi pemberontak kemapanan di edisi tahun ini.

Si Perangkak yang tak Sabar Berdiri ^^


Aih buah hati kami sudah mulai memperlihatkan tabiat berkemauan keras hehee, persis pipo mimonya juga y. Siklus harian Aira sebelumnya ada nenen, bubu, mandi. Nah, sekarang selain mulai mengeluarkan suara-suara "misterius", Aira pun gemar merangkak-rangkak. Bahkan tak cukup merangkak dia ingin bisa berdiri dengan menjejakkan kakinya mantap. 

Memang tulangnya belum kuat, bahkan otot badannya belum sepenuhnya kokoh, tapi ya begitulah Aira yang (nyaris) dua bulan untuk tumbuh, tumbuh, dan tumbuh, serta mengejutkan sekitarnya. 

Kecup sayang dari pipo

Sebuah Entropi tentang

Hidup itu tentang hidangan
Kita yang menyantap cita
Ataukah kita dimangsa kecewa
Boleh jadi laparnya bahagia membuai mendung

Sebuah obsesi hijau tentang biru
Yang tersepak gemulainya sang marun
Aroma kalah jadi kawanku akrab
Boleh jadi di tepi batu aku membual berkabung

Duhai isak yang takkan terbasuh tangis
Depakan berulang ulahku mungkin sia
Telungku masih menengadah
Hanya saja doaku bergeser harap amnesia

Duhai lamunan yang bersemayam
Pintaku kau huni etalase sejarah
Di balik atap pun bisa kau meletakkan diri
Dan enyahkan jelujur rantai di sekujur

Redupkan dian yang takkan boleh berpijar
Dan percikkan naif di seberang kuberjaga

Oleh-Oleh Ikut Konferensi

Mengikuti sebuah konferensi tentu merupakan sebuah kebanggan tersendiri, terlebih jika hadir sebagai pemakalah, atau malah pembicara utama. Gengsi sebagai cendekiawan layak diasosiasikan dengna pencapaian ini. Berkaca pada dua konferensi internasional yang pernah saya ikuti, tingkat kelolosan makalahnya cukup ngeri, kurang dari 50%. Indikasi bahwa andil di sebuah konferensi, apalagi internasional, memiliki keketatan yang spesial. Namun setelah agenda usai, apa yang kita bawa pulang? Piagam/sertifikat sebagai pemakalah? Kartu nama peserta lain? Toolkit, termasuk flashdisk dan goodybag? Kesempatan ngeksis di media sosial? Semua oleh-oleh itu sah-sah saja, asal sesuai dengan haknya (jangna ngambil sertifikat orang lain) dan terjaga niatnya dari sombong (wah ini yang susah hehehee) Namun ada pula oleh-oleh lain yang sering kita lupakan karena memang bentuknya cenderung abstrak. Apa hayoo?

Oleh-oleh ini sederhana, yaitu mempelajari karya-karya peserta lain.
Kadang kita perlu berpikir skeptis, misalnya "kenapa sih diwajibkan dateng presentasinya?", "buat apa sih mantengin presentasi orang lain?", atau bahkan "ngapain juga panitianya mbagiin prosiding versi konferensi? emang bakal dibaca satu-satu ama kita?". Nah untuk pertanyaan yang terakhir sebetulnya kembali ke diri sendiri. Apakah oleh-oleh yang dipercayakan panitia kepada kita itu digunakan dengan layak? Mungkin tidak mudah membaca karya mereka satu-satu, tapi setidaknya sempatkan diri kita untuk membaca, menelaahi, dan (syukur-syukur) memahaminya. Lha untuk apa?

Hakikatnya ilmu pengetahuan itu berkembang dan ktia tidak bisa bersikap isolatif alias acuh dengan apa yang terjadi, sekalipun tidak bersinggungan langsung dengan bidang (interesting) kita. Kita membutuhkan materi-materi segar yang telah diracik, dimasak, dan teruji kelezatannya secara ilmiah sebagai tonggak untuk memperbarui sendi-sendi pengetahuan kita. Dan materi-materi segar itulah yang terkandung di dalam prosiding atau karya-karya yang "fresh dari oven" para peneliti penuh talenta. Lebih jauh lagi, materi-materi tersebut akan menjadi inspirasi pengetahuan yang layak menjadi inspirasi bagi sekitar kita. Mungkin kita tidak terlalu tertarik dengan digital signature, tapi dengan adanya info eksistensi multimedia signature kita malah bisa "membisiki" inspirasi tersebut ke kawan kita yang punya spesialisasi di situ. Perkara membagikan file prosiding tentu itu ada tinjaua tersendiri dari sisi hak dan kewajiban dalam ranah hak cipta dan hukum.

Well, ini juga menjadi peringatan (dini) pula bagi saya untuk mengalokasikan waktu rutin untuk mengonsumsi pelan-pelan oleh-oleh konferensi yang telah saya ikuti. Yukkk

Suatu Sudut Mendung di Tepi Hari

Ada semarak penuh senyuman setahun lalu
Tapi ahsudahlah

Review Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara

Alasan awal saya tertarik nonton film ini sederhana, yaitu topik cerita tentang toleransi beragama dan ketertinggalan pendidikan. Dua isu menarik ini eh teryata dibintangi juga oleh komedian favorit saya, yaitu Arie Kriting. Apalagi trailer-nya eh kok ada suasana Ciwidey dan juga Atambua (NTT). Wah ini bakal menarik, suguhan dua budaya yang mewarnai durasi film ini dengan sajian konflik sosial berbau SARA yang seperti apa pangkalnya? Ah pangkal jelasnya mending langsung saja tonton di bioskop. Hehee

Kalau boleh jujur, suasana penempatan Aisyah ke Atambua kental dengan identitas Indonesia Mengajar dan SM3T, walau tidak disebutkan afiliasi organisasi pendidikan Aisyah. Di sini, saya tertarik dengan adegan konflik batin antara Aisyah dengan ibunya. Well, jika biasanya bumbu konflik ibu-anak di film-film adalah perkara memilih jodoh, nah kali ini tentang pilihan karier di tanah jauh. Taktik tiap individu untuk berargumen, ngambek, hingga akhirnya saling menyerah menjadi hentakan di awal film.

Lepas dari aral untuk pamit, Aisyah harus mendapati dirinya "terdampar" di tanah tandus tanpa ada toko ataupun apa, termasuk betapa langkanya sinyal ponsel. Ya, penggambaran suasana desa di NTT ini sangat keras. Seolah mewakili kalimat "Ini NTT Bung". Ah tapi kekocakan dan "kepolosan" Petrus (Arie) memecah kekeringan suasana itu. Secara suku, Arie memang bukan berlatar NTT, melainkan Wakatobi. Namun kepiawaiannya melafalkan dialek daerah-daerah di Timur menjadi ciri khas. Barangkali jika sosok Abdur "diceburkan" di sini, wah agaknya suasana dialek timurnya makin kental (dan saya perlu menyiapkan peredam suara karena lengkingan orang satu ini). Kembali ke laptop. Aisyah yang tampak masih emosi atas pilihannya ternyata kurang "kepo" terhadap budaya dan suasana di sana. Beruntung dia punya bekal mental untuk tidak mudah gugup.

Film ini boleh dikatakan sebagai sindiran atas ketertinggalan pendidikan di Indonesia bagian Timur. Mungkin bicara Makassar, Manado, dan Jayapura, kota-kota itu masih punya daya saing plus denyut kencang di roda ekonomi dan pendidikan. Tapi untuk daerah lainnya? Pendidikan adalah barang mewah. Yang mewah sehingga gelar lulus SD menjadi hal yang sakral walau kerap dipertanyakan apa manfaatnya. Fasilitas atau peralatan pendidikan tergambar jelas bahwa sangat apa adanya. Saya pribadi berharap film ini menjadi propaganda (dalam arti positif) yang menyengat kementerian di bidang pendidikan, pembangunan desa, perekonomian, atau bahkan presiden. Terlalu naif jika kekuasaan besar sebagai lembaga eksekutif tidak dimanfaatkan untuk menghadirkan kebijakan yang berdampak masif bagi daerah tertinggal.

Salut untuk film dengan penuh nutrisi ini

Review: MARS

Lama menjadi wacana, alhamdulillah akhirnya bisa terealisasi menulis reviu film MARS: Mengantar Ananda Raih Semesta. Kebetulan film ini "telat" beberapa hari dari Hari Pendidikan Nasional dimana pendidikan menjadi nilai inti film ini, mungkin menghindari kalah pamor dari AADC2 dan Civil War. Eh, kebetulan juga saya telat juga menulis artikel ini, entah alasan saya apa hehee. Tema pendidikan terpancar dari toga yang terpampang di posternya, sekilas treasernya dibumbui panorama khas pedesaan. Ah ini pas dengan selera saya. Maka bersambutlah gayung yang terkendala jarak. Ya, film ini terkendala jangkauan edar lantaran sebagian besar bioskop mayor sedang asyik dengan film nostalgia "galih vs ratna junior".

Film ini dibawakan alurnya dengan sederhana. Tidak perlu banyak berpikir kenapa begini kenapa begitu. Memang beberapa detail adegan di film ini tidak sedramatis film-film lain, tapi bukan itu gagasan utamanya. Pesan moral tentang pendidikan, ini gagasan utamanya. Memang terkesan pragmatis seperti bermain "bus parking" ala Mourinho, namun gagasan pendidikan bukan tema yang membosankan. Selalu ada perasaan yang menggugah dan tergugah. Selalu ada nostalgia atas kemiripan situasi, baik tentang karakter ataupun alur peristiwa. Termasuk saya yang sempat terharu (bukan karena perjuangan menuju BlokMsquare yang jauh dari kosan) tatkala sosok ibunda yang tegar memilih jalan sekolah bagi anaknya. Keterbatasan finansial, duka tatkala suami meninggal, bandelnya si anak, hingga jarak sekolah ke rumah, ah semuanya saling mengisi sebagai keunggulan film yang memang tampil sederhana ala kadarnya.

Bahkan akhir cerita yang sangat "mendampar" tatkala si Sekar Palupi yang lama tak pulang ternyata sudah ditinggal ibunya meninggal. Dari sini sentilan yang "pecah" bahwa janganlah melupakan orang tua yang berhasil mengirim kita merantau untuk penghidupan lebih baik, bisa jadi di balik gemericik prestasi di tanah rantau ternyata orang tua kita telah berlalu.
Salut untuk nilai luhur film ini

Dear Unwaken Dream

Dear unwaken dream
Whom associated with eternal sleep
All of planes never arrive to promised island
Retrieve incomplete compromised mind

Dear unwaken dream
Whom located out of the grid
Delusion milestone behind of scorecard
Followed by repeated boring life-cycle

Dear dream may be unintentedly waken
Season and seasons hide in unknown caller
Another scene from surrender stand
Captured as poem in a museum

Jersey baru di TSC 2016

Sumber: (salah) sport.detik.com, jadwalisl2015.com, goal.com, simaung.com

Ralat: untuk jersey Arema Cronus di TSC 2016 sebagai berikut:
Sumber: hunianbola.blogspot.com


Arema Cronus
Setelah diprotes lantaran porsi kuning yang berlebihan, kini Arema menyuguhkan kombinasi biru dongker dengan hitam. Perpaduan warnanya cukup menarik lantaran permainan gradasi warna. Kostum ini sangat anggun dengan kesan gagah. Yang pasti jersey ini sudah pasti laku lantaran sukses menemani Arema menggapai gelar Piala Bhayangkara dan Bali Island Cup.

PS TNI
Desain sederhana berupa hijau tua-hijau muda dalam motif garis horisontal. Barangkali jersey ini bisa lebih gahar jika mengadopsi motif loreng khas tentara.

Bhayangkara Surabaya United
Dengan status sebagai pewaris Persebaya/Surabaya United, jelas warna hijau menjadi pilihan. Bahkan celana dan kaos kaki pun berwarna hijau. Sempat diisukan bakal dipadu merah dan kuning khas PS Bhayangkara, ternyata keberadaan warna merah hanya termuat pada lokasi sponsor.

Persela Lamogan
Tampaknya tren gradasi sedang menjangkiti klub-klub Indonesia, minimal klub asal Persela ini. Mereka memilih biru tua sebagai pendamping warna utama khas mereka, yaitu biru muda. Ini adalah pertama kalinya mereka memilih biru tua setelah biasanya terampil dengan pilihan warna hitam dan putih.

Persib Bandung
Biru sudah pasti jadi harga mati sebagai warna kandang sedangkan putih menjadi warna tandang. Aksen leher hitam-putih terus terang kurang saya mengerti apa maksudnya. Dibandingkan jersey tahun 2015 lalu, suasana motif sunda ataupun pesan sejarah di jersey ini sirna. Dan lagi-lagi penyakit Persib kembali kambuh, kurang rapi menata ukuran sponsor.

Sumber: goal.com, bola.com, nusabali.com, bola.com

Persegres United
Total warna kuning menguasai kostum tim yang penjelmaan dari Petrokimia Putra Gresik ini. Bahkan mereka menggusung model kuning langsat di bagian lengan. Urusan porsi sponsor, mereka lebih rapi dibandingkan dengan Persib #eh. Sayang julukan mereka Kebo Giras tidak tercermin di kostum ini.

Bali United
Warna merah menjadi penegas kekuatan semangat muda tim ini. Mungkin faktor pabrikan menjadi alasan model leher mereka "couple" dengan Persib. Justru warna hitam-putih lebih cocok dengan trio warna khas klub ini. Yang disayangkan adalah motif tridatu yang semakin nyempil di ujung celana. Barangkali jika dijadikan bagian dari kaos, maka akan lebih kerasa budaya Balinya.

Pusamania Borneo FC
Masih asyik dengan motif vertikal oranye-merah. Di edisi kali ini, mereka lebih menonjolkan warna oranye dimana merah hanya menjadi pemanis secukupnya, yaitu di lengan dan garis minor di muka. Yang pasti model garis vertikal kali ini lebih terasa asyik dan unik dibandingkan model vertikal yang lazim.

Madura United
Namanya juga klub asal Pulau Madura, ya tentu menggusung motif horisontal merah-putih. Tidak banyak aksen neko-neko. Sangat sederhana desain kali ini.

Adu Koalisi dalam Bermutasi

Bentrokan dan pamer bakat antarmutan menjadi "komoditas" di film X-Men: Apocalypse ini. Sebagaimana film-film terdahulu, konflik ideologi antarmutan menjadi penyebab pertempuran. Hanya saja, kita akan dipancing untuk memahami alur cerita yang telah "dicampurtangani" oleh Wolverine pasca edisi Future of The Past. Memang di edisi tersebut dipaparkan bahwa Wolverine terbangun dari mimpi dan menyaksikan Prof.X, Cyclopse, Storm, dan Jean sehat wal afiat. Begitu pula aksi penggrebekan sisa-sisa mutan oleh robot Sentinel yang akhirnya sirna dari sejarah. Tapi kisah ditemukannya Wolverine (yang masih steril dari pengaruh logam) oleh tentara menjadi tali penghubung yang akan diceritakan kembali di tengah film. Jika jeli (dan sabar tentunya) maka treaser di akhir edisi tersebut, maka kita akan terpancing dengan sosok berjubah di tengah gurun diikuti empat orang penunggang kuda. Siapa sosok tersebut? Dan siapa pula empat penunggang kuda itu?

Sosok berjubah tersebut adalah Apocalypse yang merupakan legenda mutan pertama. Kekuatannya menjadikan dirinya dipuja oleh rakyat Mesir kuno dengan piramida sebagai bagian dari ritual pemujaannya. Gokilnya lagi, peradaban mereka sudah memanfaatkan teknologi surya beuhh. Sosok Apocalypse yang "mengklaim" sebagai dewa di berbagai peradaban kuno ini memiliki empat pengikut setia yang dijuluki The Four Horsemen. Kekuatan dan jiwa Apocalypse ternyata tidak didukung dengan ketahanan fisik sehingga dia perlu "mengakuisi" tubuh mutan lainnya. Proses pemindahan jiwanya inilah yang menjadi celah untuk mengalahkannya. Diantara para pemujanya, sekelompok pembelot mengacaukan ritual pemindahan jiwa yang sayangnya tidak sukses 100%. Jiwa Apocalypse memang telah terpindahkan, namun masih dalam situasi "hibernate".

Kekurangcerdikan seorang agen CIA di Mesir telah membuat reruntuhan piramida tersebut menyerap cahaya matahari sebagai bahan bakar untuk melangsungkan penyempurnaan proses pemindahan jiwa. Alhasil sosok Apocalypse pun bangkit dari tidur nyenyaknya di era 1980-an. Perjumpaannya dengan seorang mutan perempuan jalanan menjadi asal usul dari Storm. Ya, si perempuan mutan itu kemudian di-upgrade bakatnya hingga berkali lipat plus diajak menjadi Four Horse(wo)men yang baru. Memang saat terjadi pembelotan sebelumnya, keempat pengikut setianya terbunuh. Dari sinilah mulai terjadi aksi pembentukan jemaat mutan yang melibatkan Psycokle, Angle, dan juga Magneto. Ya, he's back guys. Pelarian dirinya untuk hidup tenang di Polandia ternyata tidak berlangsung mulus. Dirinya yang sudah nyaman membina rumah tangga dengan anugerah seorang putri ternyata kandas lantaran sebuah insiden. Emosinya yang kumat menjadikan sisi monsternya tergugah dan di saat galau itulah Apocalypse datang merekrutnya.

Bagaimana dengan kongsi bernama X-Men? Pasca insiden di Gedung Putih, Prof. X plus Beast dan Alex makin asyik mengembangkan pendidikan dengan berbagai inovasi teknologi. Kebetulan sekolah mutan kedatangan sosok Jean Grey dan Cyclopse plus Nightcrawler sebagai pendatang baru di sekolah mutan. NIghtcrawler, si mutan relijius ini dibawa oleh Raven ke sekolah mutan lantaran Raven mengendus akan ada bahaya seiring berita kemunculan Magneto di Polandia. Pun dengan Quicksilver yang tengah berkunjung atas sebuah agenda pribadi. Pertemuan para mutan di sekolah tersebut menyeret masing-masing ke pusaran konflik yang berujung pada satu misi. Membawa kembali Prof. X yang diculik oleh Apocalypse dan mengalahkan Apocalypse. Dan tebak siapa komandan mereka? Raven alias Mystique menjadi motivator plus perancang strategi dalam misi tersebut.

Sisi humanis Magneto barangkali menjadi sesuatu yang spesial di film ini
Terlepas dari berbagai perang yang dilaluinya, dirinya berhasil lepas dari bayang-bayang bakat membahayakannya. Namun insiden penculikan putrinya yang berujung tertusuk si putri dan juga istrinya, membuat dirinya hilang kendali. Sungguh, rasanya sangat menyentuh di adegan tersebut. Barangkali jika insiden itu tidak ada, jelas undangan berkoalisi Apocalypse bakal ditolaknya. Sisi humanisnya kembali terkuak tatkala dirinya memutuskan membelot dari barisan Apocalypse setelah menyaksikan upaya Quicksilver dan Raven berjuang di ujung tanduk menghadapi Apocalypse.

The Phoenix has been Appear
Kejutan Raven sebagai komandan X-Men bagi saya tidak semengejutkan tampilnya Jean Grey sebagai "supersub player" dalam perang virtual antara Prof. X dengan Apocalypse. Barangkali di sinilah sisi lain kekuatan liar Jean Grey yang dijuluki Phoenix pecah. Phoenix menjadi pelengkap aksi mengeroyok yang dilakukan bersama oleh Cyclopse, Storm (yang akhirnya membelot juga), dan Magneto.

The Four Horse(wo)men kurang pecah
Agaknya kekurangan yang menjadi kurang heboh adalah aktualisasi bakat dari empat mutan pilihan Apocalypse. Sosok Psysockle dan Angel agaknya terlalu jomplang dibandingkan Storm dan Magneto, entah faktor usia yang lebih muda atau bagaimana. Sosok mereka kurang memberikan teror yang ngeri sebagaimana yang dilakukan oleh Magneto. Storm memang tidak mengumbar teror sebagaimana Magneto, namun dirinya masih memiliki porsi unjuk aksi lebih banyak di sesi-sesi akhir.

Melongok Museum Geologi


Lama juga tidak singgah di museum, bahkan saya juga lupa kapan terakhir kali berkunjung ke museum. Ya maklum, sudah tidak terlalu mengingat masa lalu, fokusnya sudah ke masa depan saja hohohoo. Dan kali museum yang (mungkin kurang) beruntung saya kunjungi adalah Museum Geologi.



Museum ini awalnya saya kira tergolong (punteun) kuno karena hanya mengandalkan etalase kaca semata. Namun ternyata tidak pemirsa. Justru banyak perangkat elektronik yang dihidangkan sebagai sajian interaktif. Mulai dari aimulasi gempa, video edukatif, hingga model poster yang kekinian. Selain itu, koleksinya juga sangat kaya, mulai dari urusan kelengkapan barang galian dan tambang, hingga pengilustrasian kehidupan prasejarah. Hanya saja, saya kurang puas karena tidak banyak batu hias yang ditayangkan, apalagi tidak ada batu bacan khas Maluku ataupun pernak-pernik batu akik lainnya hehee.

Menggali Data di Tatar Geologi Pasundan

Proses penggalian data masih berlanjut hingga ke tanah Pasundan. Actually saya sering lewat kompleks gedung ini (baik dari arah Jalan Diponegoro maupun Jalan Suropati) yang ternyata merupakan salah satu institusi di bawah Kementerian ESDM. Banyak hal menarik yang ditemukan di sini. Mulai dari sepak terjang pergeologian di Indonesia, kompleksitas ekosistem SI/TI hingga mengupas tentang masa depan. Iya masa depan kamu, iyaa kamu #plaaakkk

Brutallity Impact

Era Showa memang sudah berakhir seiring tampilnya Kamen Rider Kuuga. Di era baru bertajuk Heisei ini pula, peran digital semakin kental untuk menghidangkan adegan-adegan penuh fiktif. Namun tidak berarti memori era Showa tamat begitu saja. Di sejumlah sajian spesial, terutama movie, para Kamen Rider Showa tampil sebagai undangan. Bahkan sempat pula hadir film khusus yang merupakan daur ulang trio Kamen Rider Ichigo-Niigo-V3 dalam tajuk The Next. Film The Next sendiri dapat dibilang sebagai pengadopsian karakter dan morfologi kamen rider Showa dengan balutan konsep digital Heisei.

Kini Kamen Rider Amazon disuguhkan kembali dengan kemasan baru khas Heisei ini. Namun jangan salah, dibandingkan 17 seri Heisei, edisi "CLBK" Amazon ini justru mencuat lewat suasana kelam dan horor. Episode pertama saja sudah mwngumbar teror misterius para monster yang "dihiasi" adegan menggigit serta (maaf) darah. Jelas film ini perlu dilabeli "larangan" untuk ditonton anak kecil.

Sumber gambar: magnadragnix.deviantart.com

Menariknya, kita akan dipermainkan dengan dualisme tokoh Amazon, yaitu versi Alpha si senior dan Omega si junior yang masih "newbie". Kostum keduanya pun sangat kece walau perlu diakui ada kesan "bagi-bagi" warisan Amazon era Showa. Ya, Alpha secara struktur kostum memang lebih menyerupai Amazon era Showa dengan warna dominan merah, namun justru si Omega lah yang warna hijau dan cokelatnya mirip dengan Amazon era Showa. Gaya bertarung keduanya juga mengesankan, terutama dari sisi ketangkasan.

Rumornya Amazon ini hanya akan diproduksi dalam jumlah episode belasan. Entah apa pertimbangannya, namun durasi menit per episodenya lebih lama, barangkali ini menjadi penebusan yang masuk akal. Dari sekian episode yang sudah berjalan, suasana cerah sama sekali belum mau beekunjung ke film ini. Justru duo Amazon ini malah diseret ke konflik masa lalu mengenai asal usul terjadinya proses mutasi genetika. Jujur, belum terbayang ending yang layak seperti apa dengan alur cerita semisterius ini. Apa jangan-jangan tidak akan terjadi happy ending?