Ketika Tiap Hari Lorong itu Tinggal Memori

Kadang bayangan samar di sebuah hari dimana saya termasuk dalam gerombolan orang-orang yang berdesakan di sebuah lorong menyaksikan proyektor yang menayangkan hasil akhir penerimaan sebuah SMA di daerah saya.. 
Kadang pula masih tersaji imaji suatu pagi saya sampai di lorong itu lagi di sebuah pagi yang mendung sisa gerimis sebelumnya. Di hari itu saya beserta sejumlah bocah lainnya tampak lugu bercelana biru sedangkan orang-orang yang jumlahnya dua kali lipat dari kami justru sudah berabu-abu di celananya.

Keduanya merupakan memori saat hai terakhir pendaftaran siswa baru serta hari pertama MOS di SMA Negeri 1 Slawi. Anak antau dari Selatan ini rupanya masih bisa menoleh ke dalam dua masa lalu yang berlangsung satu windu sebelumnya. Fase ber-SMA selama tiga tahun pun masih melekat sebagian besar di memorinya. Tentang suka, duka, rivalitas, pertemanan, romantika, dan hmmm masih ada ribuan kosakata sifat yang bisa mewakili 3 tahun itu.

Kelas X sebagai masa pencarian jati diri, dilanjutkan kelas XI sebagai episode pembuktian diri, hingga kelas XII sebagai lakon penuntasan petualangan.

#CumaDiSmansa saya pernah SMA..ya iyalah 
#CumaDiSmansa saya dikasih kesempatan jalan-jalan dari Dukuhsalam s.d. pelabuhan 
#CumaDiSmansa saya disuruh jadi pembina upacara Dan 
#CumaDiSmansa saya pernah jadi vokalis

3 tahun itu bukan masa yang singkat tapi saya bersyukur Allah membekali saya ingatan yang tajam dengan harddisk yang luas pada otak dan hati saya. Lorong itu setidaknya saya lewati tiap hari sekolah selama 3 tahun, bahkan lebih. Sebuah cermin dengna wajah sendiri seolah memberikan kesemaptan bagi kita untuk memotivasi diri sendiri sekaligus mengecek kerapian #kadang sambil merapikan rambut biar ganteng. Ah... aku sering merasa rindu dengan masa-masa itu dimana segala warna nya

SMA N 1 Slawi hanyalah benda mati dengan berbagai karakte orang silih berganti. Suasananya pun kerap berubah seiring trend yang menggandrungi remaja di tiap zamannya. Namun kita semua sepakat bahwa SMA Negeri 1 Slawi merupakan almamater kebanggaan yang penah menjadi bagian indah dalam hidup kita. Pernah? Hmm, bisa jadi. Namun bagi saya pribadi SMA Negeri dengan segala fitu di dalamnya (kegiatan KBM-nya, kegiatan ekskulnya, gurunya, kawan-kawannya, kantinnya) menjadi inspirasi untuk melangkah ke depan. 3 tahun itu meungkin telah berlalu seiring ijazah yang diterbitkan tapi kebanggaan belum saya tarik dari peredaran saya. 


Semoga Tuhan selalu melindunginya.

Ngulik Kreativitas dan Inspirasi di CompFest 2013

Nongkrong di studio Indonesia Kreatif memang membuka wasan mengenai berbagai kegiatan kreatif di Indonesia, khususnya daerah jabodetabek. Salah satu event kreatif yang masuk ke laptop saya ketika mempersiapkan newsletter awal bulan ini adalah CompFest 2013 yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Acaranya terdiri atas kompetisi, seminar, bazaar dll. Karena lokasi yang relatif dekat (dekat secara jarak lho, kalau secara durasi waktu sih ga terprediksi =_=), waktu di akhir pekan (Sabtu  dan Minggu) serta konten aara yang terkait ICT maka langsunglah saya daftar di acara tersebut via website compfest2013.web.id. Acara yang saya pilih awalnya adalah seminar dimana berbagai topik yang menarik berhasil menggaet kepenasaran saya, ada yang tentang inovasi dalam riset, NLP, perceptual commputing, gameconomics. Okay, 5 dari 8 seminar saya tandai di kalender saya. Untuk bazar dan kompetisinnya sendiri sudah tidak begitu mengerti mau ikut nonton apa nggak, hehee.

Tapi sekitar hari Senin lalu, saya mulai bingung, redaksi Indoensia Kreatif punya hajatan di Jumat s.d. Minggu ini, artinya saya terancam tidak bisa ikut nonton CompFest. Kenapa "terancam"? Karena saya sendiri dalam bimbang galau ketidakjelasan #ceileh diikutkan di event ini atau tidak. Di hari Kamis barulah saya langsung di-plotting untuk mengurusi dokumentasi dan logistik yang artinya harus stay di lokasi. Karena Indonesia Kreatif menjadi prioritas saya saat ini, maka saya mantapkan hati untuk berkomitmen atas kesempatan kepercayaan yang diberikan oleh rekan-rekan redaksi. Memang tidak logistik dan dokumentasi tidak sekeren tugas lainnya, tapi bagi saya tidak penting keren apa nggaknya amanat, tapi bisa memberikan layanan yang terbaik nggak #lebay. Alhasil saya putar otak dan merevisi encana ikut nonton CompFest hanya di hari ketiga dimana menurut rundown jam 11 (harusnya) sudah selesai. Namun karena satu dan lian hal maka jam 12 lebih sedikit, redaksi baru meninggalkan penginapan. Tanpa basa basi (sekedar info saya sudah mandi lho, artinya saya bukan orang cruwek #apadahh) langsung saya menumpang angkot menuju lokasi. Sempat terlelap tidur plus nyasar tapi akhirnya sampai juga di lokasi. Kalau mengacu jadwal seminar yang (harusnya) saya ikuti, maka saya cuma ikut satu seminar di CompFest, it's OK, btw tentang apa ya? lupa euy, akhirnya persis di gerbang gedung saya baru ingat kalau sesi yang akan saya ikuti adalah Gameconomics, kayaknya menarik nih. 

Pintu masuk Balai Sidang (dalam bergugam tentang sebuah doa ^_^)

Dan ketika masuk ke ruangna seminar lumayan kaget juga karena saya (kayaknya) kenal kaos yang dikenakan oleh pembicaranya, pas mulai menaikkan pandangan ke bagian wajah cuma satu kalimat di benak saya "lha ko mas yang di NightSpade?". Sambil senyum sendiri saya pun menikmati beliau berbagi pengetahuan tentang bagaimana berentreprenur di bidang game development, tak lupa mengingat-ingat namanya, "oh iya itu Mas Gery NightSpade", gugam saya dalam hati. Mas Gery duu pernah mengisi juga ddalam acara training TEP di BTP. Orangnya asyik plus kocak, itu kesan yang saya tangkap ketika ngobrol makan siang dengna dia saat di BTP pasca acara kala itu. Dan keramahannya masih lestari ketika berpapasan di dekat mushola pasca seminar kali ini. Pembicara satunya adalah Alfred dari Samsung. Mas Gery lebih banyak mengupas tentang bagaimmana caranya membentuk kerangka berpikir dalam SDLC untuk studi kasus game development plus asyiknya berwirausaha di bidang ini.  Terus terang menjadikan NightSpade sebagai bintang tamu di topik ini merupakan langkah yang tepat kaena NightSpade terhitung berani untuk ukuan technoreprenur di Indonesia, mengapa? Mereka berani mengincar pasar justru di luar negeri. Alfred dari Samsung lebih menonjolkan tantangan dalam menganalisis peluang pasa beserta kondisi persaingan saat ini. Orangnya lumayan kocak. Terus terang, mendengar diskusi tentang ber-entrepreneur memang menarik namun akan jadi ajang bermimpi tanpa tidur ketika hanya meninggalkan wacana dan wacana, tanpa ampun, saya kritik diri saya sendiri pasca-sesi inspiratif itu.
Mas Gery dengan kaos NightSpade-nya yang membuat saya langsung "surprise"


Spanduk di depan bazaar

Sebagai (mantan) beberapa kepanitiaan di ITT, saya kagum dengan keberhasilan panitia COmpFest menggaet sponsor dan media partner sebanyak itu

Jeda istirahat pun saya sempatkan untuk mengunjungi bazar, awalnya karena terpaksa lantara sertifikat harus diambil di situ. Tapi jujur, saya berterima kasih atas "jebakan" itu, kenapa? Awalnya saya mengira bazar ini hanya berisi stand-stand start up game developer yang "palingan gitu-gitu doank", eh ternyata si panitia menjelaskan bahwa di dalam sistemnya kayak di Ti*mez*one, yaitu kumpulkan poin dari tiap stand lalu tukarkan dengan hadiah di pusat merchandise. Speechless-lah saya dengan ide simpel tapi subhanaAllah kreatifnya. Lantaran sudah sore maka saya terlambat untuk antre, maka hanya sempat mencicipi dua stand yaitu game Mimi apa gitu lupa nama lengkapnya, serta game menggambar dari ngomik.com. Antrean tempat penukaran poin menjadi merchandise benar-benar padat. Kali ini terbukti bahwa "cowok itu males belanja tapi agresif untuk berebut doordprize".

Stand pertama yang saya "cicipi" game-nya

Adanya stand ngomik.com juga ternyata

Ramainya bazar, padahal sudah hari terakhir dan sore

Ini antrean waktu belum membludak di injury time :)

Walaupun tidak registrasi via website untuk seminar sesi keempat hari itu, ternyata panitia masih menyediakan slot untuk tiket on the spot. Hajar bleh #penuh semangat Tiba-tiba bertanya dalam hati, "eh ini sesi keempat tentang apa ya?" #koplak Ternyata Firstman R. Marpaung dari Intel Indonesia #ini intel yang komputer bukan intel yang suka mata-matai lho. Di sesi sore itu, beliau memberikan informasi penting bahwa Intel memberikan "beasiswa" berupa dukungan aplikasi SDK di bidang perceptual computing serta bantuan hardware bagi developer yang "berani" dan punya "komitmen" untuk mengembangkan diri di bidang tesebut. Paparannya walau sebatas konsep umum, namun mampu disampaikan dengan asyik, mulai dari trend saat ini, roadmap pengembangan perceptual computing yang diadakan oleh Intel, dan tak lupa motivasi untuk tidak mudah menyerah dalam mengembangkan diri di bidang ICT.

Pak Firstman dengan penuh semangat membagi info tentang kesempatan riset dengan dukungan dari Intel

Capek, ngantuk, ternyata terobati dengan event inspiratif Minggu lalu.

Dan Garuda Muda ini Bersemi

Jika puasa di bulan Ramadhan sudah jelas kapan waktu berbuka, tidak dengan "puasa" gelar sepakbola bagi Tim Nasional Indonesia. Pasca medali emas pada SEA Games Manila 1991, Indonesia, baik di level senior maupun junior hanya mampu menggaet 4 medali perak AFF dan sekeping perak di SEA Games Palembang-Jakarta 2011 serta serta sebuah gelar juara turnamen ekshebisi yang justru dibumbui kontroversi. Memang, ada ucapan manis "perak itu separuh dari emas" tapi tetap saja 5 kali runner up bukan bermakna 2,5 kali juara. Tapi sepakbola masih menjadi olah raga paling digandrungi di negeri ini, bahkan membuat iri insan bulu tangkis maupun cabang olah raga lain.

Dan malam ini (ketika tulisan diketik), kumandang teriakan "gol" pemain timnas AFF U-19, Ilham Udin menandai paceklik gelar juara. Laga dramatis itu dituntaskan oleh drama adu penalti melawan Vietnam. Skor 7-6 ini menjadi kesimpulan di laga yang melibatkan 16 penendang plus dua orang kiper. Kelemahan kiper Vietnam yang kurang reaktif untuk mengantisipasi bola ke sebelah  kanan (dari arah penendang) turut memberi andil akhir perjuangan Vietnam di laga itu. Mental pemain harus diakui sangat berperan dalam babak adu penalti. Dua penendang gagal dimana salah satunya justru sang kapten Evan Dimas tidak membuat mereka patah arang. Evan justru terus meneriaki teman-teman untuk tetap menjaga nafas semangat walaupun kegagalan dia dalam penalti sebelumnya mungkin saja menjadi penentu kekalahan Indonesia, tapi saya acung jempol kepadanya yang tidak laut pada kegagalan individu.

Detik-detik akhi drama adu penalti dari sudut pemain bukan penendang (sumber)

Dan akhirnya pendakian itu pun mengakhiri paceklik gelar (sumber)



Ketika penyerahan medali, komentator menyebutkan asal klub maupun diklat tiap pemain. Momen ini juju rmembuat saya tesentuh karena ada yang ebrasal dari Aceh, Ternate, Diklat Ragunan (padahal diklat ini sempat dianggap sudah habis masa poduktifnya) hingga SAD Uruguay. Luar biasa, TImnas U-19 kali ini mempunyai ikatan dari berbagai penjuru Indonesia yang seolah memproklamasikan kemerdakaan Indonesia dari belenggu puasa gelar juara di Stadion Gelora Delta Sidoarjo.

Inikah awal dari generasi emas? Biar waktu dan ikhtiar mereka yang menjawabnya (sumber)

Ngomong-ngomong soal komentator dan proklamasi, harus diakui bahwa saya curiga komentator laga tadi itu merupakan penggemar berat sejarah Indonesia. Tak jarang dia malah terdengar seperti berorasi. Boleh jadi bagi sebagian orang itu mengganggu, sebagian orang cuek, dan sebagian lagi justru terpancing untuk menajga sejarah sebagai pelajaran untuk memompa semangat.

Akhir kita, selamat dan tentunya terima kasih pada segenap pemain dan kru pelatih Timnas Indonesia U-19 Piala AFF. Saya bangga atas jerih payah, pengorbanan, dan tentunya mental baja kalian.

Terima kasih Pak Pelatih Indra Sjafri ^_^ (sumber)

Berikut daftar pemain timnas di turnamen ini (dikutip dari Wikipedia)

Skuad saat ini[sunting]

20 pemain berikut dipanggil untuk mengikuti Kejuaraan Remaja U-19 AFF 2013 pada tanggal 9 - 23 September 2013 di Indonesia.
No.Pos.Nama PemainTanggal lahir (umur)TampilGolKlub
GKRafi Murdianto8 Januari 1995 (umur 18)Bendera Indonesia Perserang Serang
GKRuli Desrian19 Desember 1996 (umur 16)Bendera Indonesia PPLP Padang
DFDimas SumantriBendera Indonesia PSDS Deli Serdang
DFFebly GushendraBendera Indonesia Diklat Ragunan
DFMuhammad FatchurohmanBendera Indonesia Persekap Pasuruan
DFHansamu Yama Pranata16 Januari 1995 (umur 18)Bendera Uruguay Deportivo Indonesia
DFMahdi Fahri Albaar27 September 1996 (umur 16)Bendera Uruguay Deportivo Indonesia
DFMuhamad Sahrul KurniawanBendera Indonesia Persinga Ngawi
DFPutu Gede Juni Antara7 Juni 1995 (umur 18)Bendera Indonesia Diklat Ragunan
MFAlqomar TehupelasuryBendera Indonesia Nusa Ina
MFEvan Dimas Darmono13 Maret 1995 (umur 18)Bendera Indonesia Persebaya 1927
MFHendra Sandi Gunawan10 Februari 1995 (umur 18)Bendera Indonesia Persiraja Banda Aceh
MFMuhammad Hargianto24 Juli 1996 (umur 17)Bendera Indonesia Diklat Ragunan
MFPaulo Oktavianus Sitanggang17 Oktober 1995 (umur 17)Bendera Indonesia Jember United
MFZulfiandiBendera Indonesia PSSB Bireuen
FWDinan Yahdian Javier6 April 1995 (umur 18)Bendera Uruguay Deportivo Indonesia
FWMuhammad Dimas Drajad30 Maret 1997 (umur 16)Bendera Indonesia Gresik Utd U-21
FWIlham Udin ArmaynBendera Indonesia Diklat Ragunan
FWMaldini Pali27 Januari 1995 (umur 18)Bendera Uruguay Deportivo Indonesia
FWMuchlis Hadi Ning SyaifullohBendera Indonesia Persekap Pasuruan

Wokshop Jurnalistik ID Kreatif [1]

Lirih volume WinAmp melantunkan Bungong Jeumpa di kamar 266, Fave Hotel, kawasan Kemang. Kawan dari kontributor IK 2013, yaitu Mas Ifan Harijanto sudah terlelap semenjak saya ke kantor Probindo untuk mengembalikan sejumlah properti Workshop Indonesia Kreatif 2013. Rasanya capek, apalagi betis kanan yang kayaknya salah urat, tapi lega juga acaa utama, yaitu materi sudah terlaksana, tinggal besok closing.

Awalnya saya tidak dilibatkan di Workwhop Jurnalistik Kontributor Indonesia Kreatif 2013 karena sedang fokus terkait pengerjaan website Probindo AJ serta pengelolaan server IK 2013, namun dikarenakan kebutuhan personel di bidang logistik dan dokumentasi, maka saya pun ditarik untuk ikut, padahal briefing aja disambi ngurusin server yang mendadak error di Kamis sore hingga larut malam lalu (dan acaranya itu Jumat). It's OK, bagi saya ketika tidak dimasukkan ke dalam suatu tim event tidak masalah karena saya yakin plotting dari PIC maupun PM dalam proyek pasti sudah punya pertimbangan tersendiri, namun jika mendadak dilibatkan maka pilihan saya adalah memberikan layanan dalam membantu seoptimal mungkin.

Mengelola logistik dan dokumentasi tidak gampang, kenapa? Perlu perencanaan matang, karena baru fix diikutkan Kamis siang, maka saya harus mengabaikan idealisme membuat checklist detil dan panduan, saya lebih memposisikan diri sebagai pemain yang siap mengikuti berbagai instruksi dari rekan-rekan yang lebih tahu konsep pelaksanaan dari awal. Tanpa checklist, jujur sempat limpung dengan berbagai item yang riweh, belum lagi event yang agak bermobilitas tinggi menyebabkan perlunya ketelitian dalam angkut-mengangkut perkakas. Logistik lebih bersifat back-end sedangkan dokumentasi front-end, artinya perlu ketelitian dalam mengatur tempo persiapan, beberapa kali harus melewatkan momen yang (menurut saya) bagus untuk didokumentasikan lantaran masih riweh dalam mengelola perkakas. Beberapa perkakas dokumentasi pun belum pernah saya maupun Mba Ria (PIC logistik dan dokumentasi) belum pernah mencobanya hehee. Salah satu yang lumayan rumit adalah tuntutan perfeksionis dari sejumlah rekan yang memang idealisme dengan detil yang memang perfeksionis. Wah, dapet kesempatan belaja tentang kesabaan nih :) Prinsip saya juga, tidak perlu mengeluh, artinya ga usah banyak omongan tidak mutu, pioritaskan diri untuk take action.

Nah, kalau acaranya aslilah keren banget. Materi pertama dari Dinda Jouhana, ex wartawan Tempo tentang overview mengenai jurnalistik. Orangnya ramah dan punya prinsip anti-amplop, mirip tokoh Alif Fikri saat menjadi karyawan Derap di Rantau 1 Muara. Kemudian dilanjut materi menarik tentang cara berpikir kreatif yang dipandu oleh Motulz. Orangnya gokil dan pembahasaannya sangat luwes. dia berhasil memancing kreativitas berpikir out the box pada peserta. Konsepnya simpel, yaitu pekalah untuk bertanya tanpa takut. Ternyata dua pembicara ini berguru pada Ndoro Kakung yang menjadi bintang tamu ketiga di event ini. Beliau membawakan topik berupa jurnalitik online/daring. Sangat menarik mengulas berbagai fenomena maraknya media elektronik saat ini. Meskipun senior, beliau tidak menunjukkan sikap sok tahu. 

Dinda Jouhana dari sudut pandang kameramen dibandingkan aslinya

Menyimak materi dari Motulz dari (tribun) belakang

Ndoro Kakung sangat luwes dalam memaparkan jurnalisme online

Menjelang sore, ex-reporter Metro TV, Marischka Prudense, tampil untuk mengupas teknik peliputan. Nona satu ini memberikan berbagai trik tentang cara menggali informasi dari narasumber. Diberikan pula tips untuk mengakali berbagai karakter (calon) narasumber.

Malam tiba, namun pembicaa terakhir Arbain Rambey belum tampak, maka diadakan sharing mengenai fotografi sembari menunggu Pak Arbain tiba. Di sini makin menarik kaena sejumlah peserta yang sudah berpengalaman di dunia fotografi mengutarakan pengalaman mereka berfotografi, ada yang meliput perkudaan di Nusa Tenggara Timur, konsep foto black-and-white. Pak Arbain sesampainya di @comma_id langsung menggeber dengan pembahasan berbagai koleksi foto yang ditinjau dari berbagai aspek-aspek yang menjadi prinsip jurnalisme. Kisah kocak pun tak lupa dibagikannya walaupun harus diimbangi beberapa kisah yang membuat kita tenyuh.

Rincian isi workshop in syaa Allah akan dibuat posting-annya, sudah terlampau mengantak euy ^_^



Mas Ifan membagikan pengetahuannya tentang fotografi

Dan Mba Ria tidak mau kalah

Foto bersama di sore hari

Setidaknya Jangan Mengeluh

Boleh jadi masalah banyak
Tapi tidak perlu cengeng dan merasa jadi orang paling memelas sedunia
Setidaknya jangan mengeluh

Kenapa jangan mengeluh?
Satu, itu tidak memberi solusi. Adakah problematika di dunia ini yang langsung terselesaikan dengan cara mengeluh? Rasanya tidak tidak. Eh kan kadang kita perlu curhat untuk menenangkan diri, itu solusi donk? Dua hal itu jelas berbeda. Mengeluh hanya menambah ketidaktahukan kita terhadap masalah.

Dua, menunjukkan kelemahan diri. Memang, pada dasarnya manusia itu lemah, tapi bukan berarti kita pasrah menjadi insan yang lemah dan diperdaya kondisi. Kita harus menguatkan diri sendiri, salah satunya adalah dengan tidak mengeluh. 

Tiga, tidak semua orang suka mendengar keluhan. Silahkan disurvey berapa persen oang yang satu rekanan kerja, satu organisasi, maupun satu apalah, berapa persen yang senang hati mendengar keluhan, mana yang masa bodoh, serta mana yang kesal mendengar keluhan. Bahkan ketika hanya ada satu orang yang tidak suka mndengar keluhan kita maka dia berpotensi tertular menjadi pengeluh yang mengeluhkan sikap kita yang mudah mengeluh. Artinya kamu "sukses" mengkader seseorang menjadi pengeluh. Dan orang yang tidak suka dengan kelakuan kita yang mudah mengeluh inilah yang juga berpotensi menghasut orang lain untuk membenci kita.

Empat, memancing permusuhan. Mengeluh lazim terjadi ketika ketidaksukaan kita terhadap kondisi yang terjadi dan ujung-ujungnya kita mencari kambing hitam terhadap apa yang kita keluhkan. Ketika kambing hitam sudah ditemukan maka sulit untuk menjadi manusia yang berjiwa pemaaf, bahkan cenderung mencari orang yang sama-sama tidak suka dengan orang yang menjadi kambing hitam kita untuk bekerja sama menjatuhkannya.

Lima, awal dari tidak bersyukur. Stress lantaran tugas kuliah padet lantas mengeluh, padahal di saat yang sama ada teman seusia yang harus mencai nafkah dan merelakan diri tidak menikmati bangku kuliah. Kurang baik apa coba kita diberi anugerah yang disertai ujian yang wajar dari Allah, tapi justru kita menganggap Allah pilih kasih dalam memberi ujian.

Solusinya gimana bro?
Ketika berbagai masalah muncul, fokus dalam mencari solusinya dan jika solusinya berupa faktor komunikasi maka selesaikan dengan baik-baik. Hilangkan kebiasaan mencari kambing hitam. Biasakan untuk istighfar dan jangan mengeluh. 

Sulit? Mulai dengan mengurangi kebiasaan mengeluh.

Senyuman di Baligo itu Menggangguku

Saat lebaran lalu pemandangan di pinggir jalanan Kabupaten Tegal bagi saya sangat tidak menyenangkan, berbagai baligo berisi foto narcis mengumbar senyum dan janji. Entah saya yang agak skeptis terhadap perpolitikan ataukah memang baligo+spanduk itu yang mengganggu. Bahkan bagi saya, eksistensi baligo+spanduk tidak menjadi suatu parameter yang efektif untuk menunjukkan potensi sukses dalam perhitungan suara.

Beberapa hari lalu di sebuah harian nasional, saya menemukan artikel yang mendukung opini saya bahwa spanduk+baligo tidak mempunyai efektivitas.

Para calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah hendaknya tidak mengandalkan spanduk atau baliho di jalanan sebagai alat kampanye. Selain mengotori ruang publik dan menghadirkan antipati, alat peraga itu juga tidak efektif untuk memikat masyarakat.
Harapan itu disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta, Eko Harry Susanto, saat dihubungi, Minggu (1/9/2013), di Jakarta. "Pemasangan spanduk dan baliho caleg di jalanan itu mencerminkan pendekatan politik instan. Seolah masyarakat bisa ditaklukkan dengan baliho dan spanduk," katanya.
Daftar caleg tetap (DCT) diumumkan Komisi Pemilihan Umum, pekan lalu. Dengan DCT itu, para caleg makin getol memasang spanduk, baliho, atau stiker di ruang publik hingga pelosok desa. Spanduk dan baliho itu memajang foto diri, partai, daerah pemilihan, dan nomor urut.
Eko mengungkapkan, banyak caleg percaya, spanduk dan baliho yang cenderung seragam itu bisa memikat hati pemilih. Bisa jadi itu masukan dari tim konsultan atau sekadar ikut-ikutan karena tidak mau tertinggal. Padahal, alat komunikasi ini semestinya hanya pendukung.
(dikutip dari Kompas)

Dan jujur saja, keberadaan baligo+spanduk itu kurang memperhatikan aspek keamanan. Isi yang terlalu banyak justru membahayakan pengemudi kendaraan yang terlena karena kelamanaan membacanya, padahal dia sedang mengemudi.

Sebenarnya pemasangan baligo dan spanduk merupakan domain partai politik sebagaimana berita dari KPU berikut yang dirilis di harian yang sama

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, para calon legislatif yang akan berkompetisi dalam pemilu 2014 seharusnya tidak hanya fokus mengenai aturan soal baliho dan spanduk. Menurutnya, para caleg masih memiliki ruang lain yang lebih luas untuk berekspresi seperti melalui poster, pamflet, dan sebagainya. 
"Jangan hanya terjebak pada baliho dan spanduk. Mengenai baliho, itu sudah jelas menjadi domain partai," kata Ferry, saat bertemu perwakilan partai politik peserta pemilu di Gedung KPU, Jakarta, Senin (9/9/2013). 
Dalam pertemuan dengan perwakilan partai politik ini, KPU menyosialisasikan Peraturan KPU No 15 tahun 2013. Dalam peraturan tersebut pasal 17 dinyatakan bahwa baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukkan bagi partai politik 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan. Sementara, spanduk dapat dipasang oleh partai politik dan calon anggota DPR, DPR, dan DPRD hanya 1 (satu) unit pada 1 (satu) zona atau wilayah.
"Zona wilayah ini nantinya ditentukan oleh KPU masing-masing (daerah) dan pemda," katanya.
Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa jika ditemukan alat peraga kampanye yang menyalahi aturan Pemerintah Daerah setempat dan aparat keamanan berhak mencopotnya setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Senyuman memang ibadah, tapi bila "ada udang di balik batu" ya jelas mengganggu hehee

Motif itu Tradisi

Sebagai penikmat seni, saya kerap mengamati desain berbagai macam jersey klub sepak bola. Ternyata  ada 4 tim yang mempunyai konsep motif jersey yang merupakan tradisi yang terus dipertahankan dari tahun ke tahun. Memang tiap jersey punya nilai keunikan tersendiri, misalnya FC Barcelona dengan garis vertikal merah-biru, begitu pula Manchester United dengan merah dominannya. Namun perpaduan warna tersebut sering "direcoki" berbagai alternatif aksen, termasuk jumlah garis-garis. 


Sebagai contoh lihat jersey FC Barcelona yang berganti corak berikut

Berurutan : David Villa di 2010/2011 [www.zimbio.com], Alexis Sanchez di 2011/2012 [www.thedaisycutter.co.uk], Francesc Fabregas di 2012/2013 [www.barcaholic.com]

Motif merah dan biru tersebut dikombinasikan dengan cara yang berbeda-beda. Untuk kasus tim dengan warna utama satu, misalnya SS Lazio dengan biru muda, Tottendam Hotspur dengan putihnya, jelas tidak menemui tantangan sesulit empat tim berikut yang perpaduan warna utamanya sangat awet, perubahan minor hanya terjadi di motif lengan, ujung lengan, maupun kerah.

Siapa saja tim itu?

Ajax Amsterdam  dengan merah membujur di bagian depan dan belakang
Ajax Amsterdam era Patrick Kluivert [golofootball.blogspot.com ]


Ajax Amsterdam era Eriksen [m.skalanews.com]

Club Atletico Boca Junior dengan biru dominan ditimpa garis lintang kuning
Diego Maradona saat berkostum Boca Junior [www.kaskus.co.id]


Juan Roman Riquelme dalam balutan jersey Boca Junior [newshopper.sulekha.com]

Club Atletico River Plate dengan putih sebuah garis merah diagonal
Daniel Passarella saat memperkuat River Plate [www.examiner.com]


Skuad River Plate saat ini [www.goal.com]

Sampdoria dengan garis putih-merah-hitam-putih melintang di dada
Sampdoria era David Platt [www.thesun.co.uk]



Sampdoria era saat ini [www.zimbio.com]

Boleh jadi pembaca kurang sepakat, misalnya kenapa Glasgow Celtic dan Feyenoord Rotterdam tidak dimasukkan? Padahal konsep jersey mereka awet dengan garis horison putih-hijau dan 50:50 merah-putih. Well, siapa saja punya parameter "unik" dan "bertradisi kuat" dalam memandang sebuah identitas berupa jersey sepak bola.